Shafruhan mengatakan, dalam rapat yang digelar bersama dengan Organda dan para operator APTB pada awal April 2015, Dinas Perhubungan dan Transportasi memberikan dua opsi, yakni APTB dapat beroperasi seperti yang sudah dijalani selama ini dan harus mengangkut penumpang yang pindah dari transjakarta ke APTB tanpa ada kompensasi pembayaran apapun; atau APTB hanya boleh beroperasi sampai di halte yang berada di kawasan perbatasan antara Jakarta dengan kota-kota penyangga.
"Dalam rapat tidak ada sama sekali membahas perhitungan tarif rupiah per kilometer. Organda DKI telah meminta Kadishub agar bisa dipertimbangkan opsi-opsi lainnya. Tapi Kadishub menjawab tidak ada opsi lainnya," ujar Shahruhan melalui keterangan tertulisnya, Selasa (5/5/2016).
Menurut Shahruhan, hal itulah yang membuat para operator APTB memutuskan lebih memilih opsi kedua, yakni APTB hanya boleh beroperasi sampai di halte yang berada di kawasan perbatasan antara Jakarta dengan kota-kota penyangga.
"Karena jika opsi pertama yang diambil berarti operator APTB yang akan memberikan subsidi kepada pengguna angkutan umum. Karena penumpang transjakarta yang pindah naik ke APTB tidak dibayar oleh PT Transjakarta. Hal ini yang kami anggap sangat janggal," ujar dia.
Shafruhan berharap Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dapat mengevaluasi ulang opsi-opsi yang akan diberikan kepada operator-operator APTB yang dinilainya telah banyak berjasa membantu pemerintah dalam penyediaan angkutan umum di Jalarta selama puluhan tahun.
"Perlu diingat bahwa jalur transjakarta yang dibangun oleh Pemprov DKI yang mengambil jalan umum dan dikuasakan pengelolaannya kepada PT Transjakarta itu pembiayaannya melalui APBD DKI. Artinya memakai dana dari rakyat!" ucap Shaftuhan.
Sebagai informasi, pada Januari lalu Gubernur Basuki Tjahaja Purnama melontarkan kekesalannya terhadap bus-bus APTB yang disebutnya sering mengetem sembarangan, dan menaikturunkan penumpang di sembarang tempat sehingga mengganggu layanan bus transjakarta.
Menindaklanjuti ucapan Basuki, Dinas Perhubungan dan Transportasi kemudian menawarkan dua opsi untuk operator APTB. Dua opsi itu yakni menjadikan APTB sebagai bus pengumpan (feeder) transjakarta yang hanya beroperasi sampai di halte yang berada di kawasan perbatasan tanpa harus mengikuti pola pengelolaan transjakarta; atau tetap membebaskan bus APTB masuk jalur transjakarta, tetapi dengan syarat sistem pengelolaannya mengikuti aturan yang diterapkan dalam pengelolaan layanan bus transjakarta, yakni pembayaran per kilometer.
Saat itu, Dinas Perhubungan dan Transportasi memberikan waktu bagi para operator APTB menimbang keputusan selama tiga bulan, yang artinya jatuh tempo pada akhir Maret lalu.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.