Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Stop Homofobia di Indonesia Mulai Sekarang

Kompas.com - 17/05/2015, 13:46 WIB

KOMPAS.com - Membawa bendera pelangi, sejumlah aktivis beraksi di tengah Car Free Day di Bundaran HI Minggu (17/5/2015). Mereka meneriakkan kesetaraan dan penghapusan diskriminasi pada kaum Lesbian, Gay, Biseksual, Transeksual, Intersex, dan Queer LGBTIQ).

Aksi itu digelar bertepatan dengan Hari Internasional Melawan Homofobia dan Transfobia (IDAHO) yang jatuh setiap 17 Mei. IDAHO diperingati sejak tahun 17 Mei 1990, saat Badan Kesehatan Dunia (WHO) menghapus homoseksual dari kategori penyakit mental.

Aktivis melakukan Rainbow Run dan orasi di Bundaran Hotel Indonesia. Ryan Korbarri, Sekretaris Umum Arus pelangi, mengatakan bahwa tema yang diambil kali ini adalah "LGBTIQ Taking Action: Stop Kekerasan pada LGBTIQ Sekarang"

Ryan menuturkan, kondisi LGBTIQ di Indonesia masih sangat memprihatinkan. "Kekerasan dan kriminalisasi pada homoseksual dan transeksual masih terjadi," katanya kepada Kompas.com hari ini.

"Tahun 2013 Arus Pelangi melakukan penelitian di tiga kota, Jakarta, Yogyakarta, Makassar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 89,3 persen LGBTIQ menerima kekerasan baik verbal, fisik maupun psikis," terang Ryan.

Dari total jumlah tersebut, 46,3 persen pernah mengalami kekerasan fisik, 79,1 persen pernah mengalami kekerasan psikis. Kekerasan banyak terjadi di sekolah yang seharusnya mampu memberi pencerahan tentang gender.

Kekerasan yang diskriminasi yang diterima membuat kaum LGBTIQ rentan. Dalam kerentanan, acapkali LGBTIQ mencoba untuk bunuh diri. Sejumlah 17,3 persen :LGBTIQ pernah mencoba bunuh diri dan 16,4 persen pernah melakukan percobaan bunuh diri lebih dari sekali.

Negara seharusnya mampu melindungi. Namun, Ryan menuturkan bahwa sejumlah kebijakan pemerintah justriu mendorong diskriminasi. Undang-undand Pornografi tahun 2006 misalnya, mengategorikan hubungan homoseksual sebagai hubungan yang menyimpang.

Laporan United Nation Development Program (UNDP) tahun 2014 bertajuk "Hidup sebagai LGBT di Asia: Dialog Komunitas LGBT Nasional" menyebutkan sejumlah peraturan daerah yang memicu kriminalisasi pada LGBT.

Perda Provinsi tentang Pemberantasan Maksiat (No. 13/2002) di Provinsi Sumatera Selatan misalnya, menggolongkan homoseksual dan anal seks oleh laki-laki sebagai perbuatan tidak bermoral, seperti halnya prostitusi, perzinahan, perjudian dan konsumsi alkohol.

Perda Kota tentang Pencegahan, Pemberantasan dan Penindakan Penyakit Sosial (No. 9/2010) di Padang Panjang, Sumatera Barat adalah satu lagi contoh. Perda itu melarang siapa pun terlibat "homoseksual dan lesbian".

Irwan M Hidayana, antropolog dan Kepala Pusat Kajian Gender dan Seksualitas Universitas Indonesia menyatakan bahwa dengan semangat "Bhineka Tunggal Ika" yang dimiliki Indonesia, pemerintah seharusnya bisa melindungi kaum LGBTIQ.

"Selama ini kita kenal keberagaman. Tetapi keberagaman yang kita kenal hanya suku, agama, ras, dan budaya. Padahal sebagai negara Indonesia juga punya keberagaman seksualitas," kata Irwan.

"Negara seharusnya mampu melindungi keberagaman itu. Jika ada peraturan yang justru mendiskriminasi kelompok tertentu, tidak hanya LGBT, mestinya peraturan itu dihapus dengan langkah hukum juga," imbuhnya.

Untuk melawan homofobia, salah satu kuncinya adalah pendidikan seksual. "Dalam pendidikan seksual diajarkan bahwa ada orang-orang yang punya orientasi seksual berbeda dan kita harus menghargai perbedaan itu. Tentu di sini mindset guru dan orang tua murid harus diubah," terang Irwan.

Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menyatakan dukungannya pada perjuangan hak homoseksual dan transeksual. Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki Moon, mengungkapkan, "Hak-hak LGBT adalah hak asasi manusia."

PBB mendukung pemenuhan hak LGBTIQ lewat resolusinya, misalnya Resolusi 17/19 Dewan HAM PBB 2011 tentang Hak Asasi, Orientasi Seksual, dan Identitas Gender dan 67/128 Majelis Umum PBB tentang Penghukuman sewenang-wenang.

Menjadi anggota PBB, Indonesia seharusnya mampu melindungi LGBTIQ. Irwan mengingatkan, LGBTIQ sudah eksis dalam kebudayaan Indonesia sejak masa lalu. Salah jika menganggap LGBTIQ adalah "impor" budaya barat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Warga Rusun Muara Baru Antusias Tunggu Kedatangan Gibran Usai Penetapan KPU

Warga Rusun Muara Baru Antusias Tunggu Kedatangan Gibran Usai Penetapan KPU

Megapolitan
Pembatasan Kendaraan Dianggap Bisa Kurangi Macet Jakarta, Asalkan Transportasi Publik Baik

Pembatasan Kendaraan Dianggap Bisa Kurangi Macet Jakarta, Asalkan Transportasi Publik Baik

Megapolitan
Buang Pepaya karena Sepi Pembeli, Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Rugi Besar

Buang Pepaya karena Sepi Pembeli, Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Rugi Besar

Megapolitan
Gara-gara Sakit Hati, Seorang Tante di Tangerang Bunuh Keponakannya

Gara-gara Sakit Hati, Seorang Tante di Tangerang Bunuh Keponakannya

Megapolitan
Harga Pepaya di Pasar Induk Kramatjati Anjlok, Pedagang: Tombok Terus

Harga Pepaya di Pasar Induk Kramatjati Anjlok, Pedagang: Tombok Terus

Megapolitan
Pilkada Kota Bogor 2024, Golkar Prioritaskan Koalisi dengan Partai Pengusung Prabowo-Gibran

Pilkada Kota Bogor 2024, Golkar Prioritaskan Koalisi dengan Partai Pengusung Prabowo-Gibran

Megapolitan
Amankan Penetapan Presiden-Wakil Presiden 2024, Polda Metro Kerahkan 4.051 Personel Gabungan

Amankan Penetapan Presiden-Wakil Presiden 2024, Polda Metro Kerahkan 4.051 Personel Gabungan

Megapolitan
Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Puluhan Ton Pepaya karena Pembeli Belum Balik ke Jakarta

Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Puluhan Ton Pepaya karena Pembeli Belum Balik ke Jakarta

Megapolitan
Komisi B DPRD DKI Minta Pemprov DKI Tak Asal Batasi Kendaraan, Transportasi Publik Harus Membaik

Komisi B DPRD DKI Minta Pemprov DKI Tak Asal Batasi Kendaraan, Transportasi Publik Harus Membaik

Megapolitan
Politisi PAN dan Golkar Bogor Bertemu, Persiapkan Koalisi untuk Pilkada 2024

Politisi PAN dan Golkar Bogor Bertemu, Persiapkan Koalisi untuk Pilkada 2024

Megapolitan
Nasib Tiktoker Galihloss Pelesetkan Kalimat Taawuz Berujung Terseret Kasus Penistaan Agama

Nasib Tiktoker Galihloss Pelesetkan Kalimat Taawuz Berujung Terseret Kasus Penistaan Agama

Megapolitan
Teganya Agusmita yang Tinggalkan Kekasihnya Saat Sedang Aborsi di Kelapa Gading, Akhirnya Tewas karena Pendarahan

Teganya Agusmita yang Tinggalkan Kekasihnya Saat Sedang Aborsi di Kelapa Gading, Akhirnya Tewas karena Pendarahan

Megapolitan
Antisipasi Demo saat Penetapan Prabowo-Gibran di KPU, Warga Diimbau Cari Jalan Alternatif

Antisipasi Demo saat Penetapan Prabowo-Gibran di KPU, Warga Diimbau Cari Jalan Alternatif

Megapolitan
Pendapatan Meningkat 13 Persen, PT KCI Raup Rp 88 Miliar Selama Periode Lebaran 2024

Pendapatan Meningkat 13 Persen, PT KCI Raup Rp 88 Miliar Selama Periode Lebaran 2024

Megapolitan
Soal Penambahan Lift dan Eskalator di Stasiun Cakung, KCI Koordinasi dengan Kemenhub

Soal Penambahan Lift dan Eskalator di Stasiun Cakung, KCI Koordinasi dengan Kemenhub

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com