Di sisi lain, ia membantah bahwa KJP anak seorang perokok akan dicabut. "Sebetulnya tuh saya kira tafsirannya belum sampai ke arah situ. Kami hanya menetapkan anak-anak merokok dan yang orangtua muridnya pakai iPhone, BlackBerry, dan bawa mobil tidak akan menerima KJP, pantas enggak," kata Basuki, di SD Theresia, Senin (18/5/2015).
Meskipun demikian, Basuki berpendapat, perokok bisa dikategorikan sebagai warga mampu. Pasalnya, butuh Rp 20.000 hingga Rp 30.000 untuk membeli dua bungkus rokok. Para perokok itu, kata Basuki, tidak pantas untuk menerima bantuan jaminan pendidikan dari Pemprov DKI.
Basuki menjelaskan, KJP merupakan program beasiswa pemerintah untuk anak-anak kurang mampu. Berdasarkan penelitian Bank Dunia, 40 persen anak-anak usia sekolah 15-17 tahun masih belum dapat bersekolah. Oleh karena itu, Pemprov DKI menciptakan KJP bagi peserta didik kurang mampu.
"Sayangnya, pas KJP diberlakukan tarik tunai kontan, uangnya kebanyakan buat beli ponsel sekalian pulsanya. Sekarang kami prioritaskan pembagiannya untuk anak-anak yang tidak mampu. Terus ada anak dapat KJP tapi merokok, anak-anak sekolah sekarang sudah merokok, bagaimana pantas Anda dapat KJP? Berarti Anda pakai uang KJP ini buat merokok, bukan untuk beli sesuatu yang lebih baik," kata Basuki.
Selain itu, banyak orangtua yang menggunakan KJP untuk membeli kebutuhan lainnya sehingga Basuki mengubah sistem penggunaan KJP. Kini, peserta didik tidak bisa lagi menarik tunai uang KJP.
Penerima KJP membeli buku, tas, dan kebutuhan sekolah lain dengan debit. Sisa saldo yang berada di KJP, kata Basuki, otomatis langsung masuk ke rekening peserta didik. "Jadi, sekarang yang menentukan siswa dapat KJP itu guru dan kepala sekolah," kata Basuki.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.