Untuk membangun alat ini, kata Basuki, dibutuhkan anggaran Rp 20 miliar hingga Rp 25 miliar.
"Kami tidak peduli berapa uang yang dihabiskan, yang penting warga DKI dapat air bersih. Misalnya untuk bangun alat ini Rp 20 miliar, saya dengar itu ketawa-ketawa saja. Kalau saya kasih Rp 1 triliun bisa dapat 40 instalasi yang sama, karena buat DKI itu uang kecil loh dan satu sisi barat Jakarta di Ciliwung ini nasibnya di Palyja," kata Basuki, di kantor Palyja, Selasa (19/5/2015).
Penerapan teknologi ini disebut pertama kali diterapkan untuk sektor air minum di Indonesia. Teknologi ini diyakini dapat meningkatkan pasokan air kepada 150.000 anggota masyarakat di bagian barat Jakarta.
Teknologi MBBR ini juga diyakini mampu menampung hingga 550 liter air per detik. Dengan teknologi ini, ditargetkan mampu mencukupi 95 persen kebutuhan masyarakat pada tahun 2020.
Teknologi ini menggunakan medium-medium kecil bernama "meteor" yang fungsinya untuk mengurangi polutan dalam air, seperti amoniak. Dengan demikian, air yang diolah layak menjadi bahan baku untuk pembuatan air minum.
Melihat teknologi ini, Basuki menginginkan Palyja mempercepat pemenuhan kebutuhan masyarakat akan air bersih. "Saya tidak mau rakyat jadi korban. Kalau bisa bereskan air tahun 2017 atau 2018, saya enggak mau tunggu sampai tahun 2020," kata Basuki.
Pada peresmian teknologi ini turut dihadiri oleh Presiden Direktur Palyja Dr Jacques Manem, Wali Kota Jakarta Pusat Mangara Pardede, Kepala Dinas Tata Air Agus Priyono, Wakil Kepala Satpol PP Jupan Royter, dan lain-lain.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.