Pria tersebut bernama Kurdi (40), salah seorang pedagang di Lenggang Jakarta, kawasan IRTI Monas. Ia berdagang brongkos daging di salah satu stan berwarna merah di Lenggang Jakarta.
Sudah hampir satu bulan Kurdi berdagang di tempat tersebut, tetapi hasilnya pun jauh mencukupi. Bahkan, ia harus merugi.
"Sekarang habis dagang, besok basi dan harus dibuang. Tetapi, makanan belum laku," kata Kurdi di Lenggang Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jumat (22/5/2015).
Modal usaha per hari Rp 150.000 selalu rugi. Kondisi ini berbeda dengan menjadi pedagang kaki lima (PKL) di Monumen Nasional sebelumnya.
"Lumayan modal Rp 500.000, dapatnya Rp 600.000. Kan enak begitu," ucap pria yang sudah puluhan tahun menjadi PKL di Monas.
Kurdi juga mengkritik soal penarikan pajak kepada para pedagang. Ia sendiri lebih suka jika diganti dengan sistem sewa.
"Sekarang setiap porsi dipotong Rp 7.000. Saya malah suka sewa karena kalau kontrak habis dan enggak laku saya pilih keluar," ucapnya.
Terlebih lagi, kata Kurdi, tidak sedikit pengunjung yang menggelengkan kepala ketika mengetahui harga makanan yang dijualnya. Kurdi menjual brongkos daging dengan harga Rp 26.000 per porsi.
"Mereka bilang seram. Saya tanya kenapa, dia bilang seram harganya," ujar Kurdi.
Tidak sesuai keinginan
Kurdi mengaku awalnya meminta untuk berdagang mi ayam dan bakso. Namun, ia diberikan menu makanan brongkos daging. "Gimana ya, saya daftar buat dagang bakso malah jadi brongkos daging," kata Kurdi dengan menggelengkan kepalanya.
Saat ditanya mengenai brongkos daging, Kurdin pun menggelengkan kepalanya. Ia mengatakan tidak tahu asal muasal makanan tersebut. "Enggak tahu, saya tiba-tiba dapat ini saja," ucap Kurdi.
Kurdi masih berharap bisa berdagang sesuai keinginannya sehingga tidak merugi terus-menerus.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.