"Kami pengin ada tim appraisal dulu sesuai petunjuk Gubernur (Basuki Tjahaja Purnama) yang pernah datang November 2014 kemarin. Gubernur waktu ke sini mau pakai harga pasar. Harga pasar apa, makanya ada tim appraisal untuk menentukan harga. Itu yang kita tunggu sebenarnya. Kita mau ada kepastian ganti rugi yang sesuai dengan warga," kata Astriani (35), perwakilan warga, di lokasi kejadian, Kamis (28/5/2015).
Astriani mengakui, bahwa tim appraisal memang datang pada Desember 2014 lalu. Namun, tim yang terdiri dari dua orang itu tidak dapat menunjukkan surat tugas sehingga warga pun menolak. Sampai sekarang, tim apprasial itu tak pernah datang lagi.
"Tetapi sekarang ini langsung sudah mau diukur," ujar Astriani.
Ia menambahkan, warga khawatir pemerintah menggunakan pengukuran itu secara sepihak, lalu hasil pengukuran itu digunakan di pengadilan. Artinya, lanjut Astriani, ganti rugi diberikan tanpa kesepakatan. "Nanti sudah dianggap sepakat, yang datang buldoser," ujar Astriani.
Menurut Astriani, warga setempat bukannya menolak. Warga mendukung rencana pemerintah membangun sodetan, yang berguna bagi kepentingan orang banyak. Hanya, warga Bidaracina menuntut pemerintah juga berlaku adil terhadap mereka.
Astriani mengatakan warga ingin nilai ganti rugi dapat digunakan lagi untuk membeli rumah nantinya. Warga tak mau ganti rugi nantinya justru merugikan. Warga juga menuntut transparansi pemerintah dalam proyek ini, sehingga tidak disusupi kepentingan-kepentingan yang tak sesuai. "Jangan ada kepentingan yang dompleng, dilakukan transparan," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.