Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gedung Pelni, Riwayatmu Kini..

Kompas.com - 05/06/2015, 04:34 WIB
Tangguh Sipria Riang

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Beberapa bangunan megah di Jalan Angkasa Kemayoran, Jakarta Pusat, tampak bersih dan terawat. Namun, suasana berbeda terlihat di bangunan bernomor 18, Gedung Pelni. Bangunan ini memang baru saja mendapat tanda segel, dengan stiker bertuliskan “Gedung Ini Tidak Aman Kebakaran”.

Pencari alamat mungkin tidak akan percaya jika gedung tua berlantai 12 itu masih berpenghuni, sebelum terdengar teguran petugas penjaga tiket gerbang utama. Itu pun dengan sapaan yang tidak biasa ditanyakan penjaga gerbang.

"Cari tiket mas?" ujar seorang petugas pintu masuk sekaligus sekuriti Gedung Pelni, Purwadi, seraya menyodorkan tiket kapal kepada Kompas.com, Kamis (4/6/2015).

Sambutan hangat tersebut tidak hanya ditunjukkan Purwadi. Beberapa calo tiket, sekitar 5 orang yang semula berdiri dekat loket, mencoba menyapa hangat seraya menawarkan tiket dan mendekati Kompas.com. Namun, mereka pun mundur teratur begitu mendapati tawaran mereka ditolak secara halus.

"Kalau mau cari pengelola gedung, di sebelah sini, Mas," tunjuk seorang calo ke arah salah satu ruangan di lantai dasar gedung yang diresmikan Dirut Pelni Roesman Anwar pada 27 September 1993 tersebut.

Dalam ruangan tersebut, terdapat dua orang yang sedang berdiskusi santai. Salah satunya diketahui bernama Jimmy, pengelola sekaligus bagian umum gedung tersebut. Saat ditanya mengenai stiker peringatan tidak aman kebakaran, Jimmy mengaku tidak terlalu ingat kapan Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan DKI Jakarta menempelkannya.

Menurutnya stiker tersebut sudah tertempel lama, sekitar dua bulan terakhir. "Mungkin dua bulanan. Sudah lama juga," ujarnya.

Jimmy enggan berkomentar saat ditanyakan terkait ketersediaan kelengkapan alat pemadam untuk gedung tersebut. "Maaf mas. Kalau mau konfirmasi, semua sudah diarahkan ke pusat. Silakan hubungi saja di bagian pusat," ujar Jimmy.

Menurut seorang karyawan, gedung bercat cokelat itu sudah tak terawat sejak dilanda kebakaran besar tahun 2010 silam. Selain warna cat yang kusam dan berlumut, beberapa ubin juga banyak yang retak. Atap kanopi lobi utama pun terlihat tidak pernah dibersihkan. Hal itu terbukti dengan bekas rembesan air hujan dan lumut yang menempel di fiber kanopi. Parkirannya pun masih cukup luas untuk menampung beberapa mobil dan motor yang ingin parkir.

"Setahu saya enggak pernah direnovasi sejak kebakaran tahun 2010 lalu," ucap Riana, Kabag Akuntansi Dana Pensiun Pelni yang hendak pulang.

Suasana lengang juga terpantau lengang tanpa ada aktivitas di luar gedung. Untuk menuju lift utama lantai satu, ada beberapa anak tangga sekitar 7 meter dengan rolling door yang sudah tidak berfungsi sistem buka-tutupnya. Tepat di sebelah kanan tangga turun naik ke lobi utama tersebut, beberapa tumpukan karung juga menghiasi tampilan muka gedung yang tinggal dihuni tiga perusahaan tersebut.

Lalu, di sebelah kiri rolling door, tertempel sebuah stiker warna merah dengan huruf berwarna putih. Stiker peringatan dari Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan DKI Jakarta itu juga tertempel juga antara dua pintu lift yang rusak.

"Bangunan ini tidak memenuhi keselamatan kebakaran," demikian bunyi tulisan yang juga mengutip Perda Nomor 8 Tahun 2008, pasal 50 ayat 3 tersebut.

Baru selangkah menginjakkan kaki ke lantai lobi, tepatnya di depan lift, ruangan tanpa penerangan siap menyambut tamu. Selain itu, atap plafon yang bocor pun terlihat di beberapa sudut ruangan. Bahkan, salah satu ruangan di sebelah kiri lantai satu sudah terlihat sumpek dan berubah fungsi menjadi gudang.

"Dulunya ini masjid, tapi sekarang cuma jadi musala saja. Karena dipakai untuk gudang," ujar seorang office boy, Jefri.

Selain ruangan masjid, kamar kecil sekaligus tempat wudu pun tampak kotor dan bau. "Kalau mau salat, ke masjid warga di belakang gedung saja," tutur Jefri.

Tidak hanya Gedung Pelni saja yang mendapat tanda segel, melainkan juga Wisma Bumi Putera yang berada di Jalan Sudirman. Kedua gedung tersebut dianggap tidak memenuhi syarat terkait indikator sistem proteksi kebakaran internal. Hal itu diukur dari kelengkapan alat-alat, seperti alarm, hidran air, springler, tangga kebakaran, dan smoke detector control.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Warga Rusun Muara Baru Antusias Tunggu Kedatangan Gibran Usai Penetapan KPU

Warga Rusun Muara Baru Antusias Tunggu Kedatangan Gibran Usai Penetapan KPU

Megapolitan
Pembatasan Kendaraan Dianggap Bisa Kurangi Macet Jakarta, Asalkan Transportasi Publik Baik

Pembatasan Kendaraan Dianggap Bisa Kurangi Macet Jakarta, Asalkan Transportasi Publik Baik

Megapolitan
Buang Pepaya karena Sepi Pembeli, Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Rugi Besar

Buang Pepaya karena Sepi Pembeli, Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Rugi Besar

Megapolitan
Gara-gara Sakit Hati, Seorang Tante di Tangerang Bunuh Keponakannya

Gara-gara Sakit Hati, Seorang Tante di Tangerang Bunuh Keponakannya

Megapolitan
Harga Pepaya di Pasar Induk Kramatjati Anjlok, Pedagang: Tombok Terus

Harga Pepaya di Pasar Induk Kramatjati Anjlok, Pedagang: Tombok Terus

Megapolitan
Pilkada Kota Bogor 2024, Golkar Prioritaskan Koalisi dengan Partai Pengusung Prabowo-Gibran

Pilkada Kota Bogor 2024, Golkar Prioritaskan Koalisi dengan Partai Pengusung Prabowo-Gibran

Megapolitan
Amankan Penetapan Presiden-Wakil Presiden 2024, Polda Metro Kerahkan 4.051 Personel Gabungan

Amankan Penetapan Presiden-Wakil Presiden 2024, Polda Metro Kerahkan 4.051 Personel Gabungan

Megapolitan
Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Puluhan Ton Pepaya karena Pembeli Belum Balik ke Jakarta

Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Puluhan Ton Pepaya karena Pembeli Belum Balik ke Jakarta

Megapolitan
Komisi B DPRD DKI Minta Pemprov DKI Tak Asal Batasi Kendaraan, Transportasi Publik Harus Membaik

Komisi B DPRD DKI Minta Pemprov DKI Tak Asal Batasi Kendaraan, Transportasi Publik Harus Membaik

Megapolitan
Politisi PAN dan Golkar Bogor Bertemu, Persiapkan Koalisi untuk Pilkada 2024

Politisi PAN dan Golkar Bogor Bertemu, Persiapkan Koalisi untuk Pilkada 2024

Megapolitan
Nasib Tiktoker Galihloss Pelesetkan Kalimat Taawuz Berujung Terseret Kasus Penistaan Agama

Nasib Tiktoker Galihloss Pelesetkan Kalimat Taawuz Berujung Terseret Kasus Penistaan Agama

Megapolitan
Teganya Agusmita yang Tinggalkan Kekasihnya Saat Sedang Aborsi di Kelapa Gading, Akhirnya Tewas karena Pendarahan

Teganya Agusmita yang Tinggalkan Kekasihnya Saat Sedang Aborsi di Kelapa Gading, Akhirnya Tewas karena Pendarahan

Megapolitan
Antisipasi Demo saat Penetapan Prabowo-Gibran di KPU, Warga Diimbau Cari Jalan Alternatif

Antisipasi Demo saat Penetapan Prabowo-Gibran di KPU, Warga Diimbau Cari Jalan Alternatif

Megapolitan
Pendapatan Meningkat 13 Persen, PT KCI Raup Rp 88 Miliar Selama Periode Lebaran 2024

Pendapatan Meningkat 13 Persen, PT KCI Raup Rp 88 Miliar Selama Periode Lebaran 2024

Megapolitan
Soal Penambahan Lift dan Eskalator di Stasiun Cakung, KCI Koordinasi dengan Kemenhub

Soal Penambahan Lift dan Eskalator di Stasiun Cakung, KCI Koordinasi dengan Kemenhub

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com