Di tengah kebijakan pemerintah ini, kritik datang dari organisasi bernama Ciliwung Merdeka, yang mengklaim menjadi pendamping warga Kampung Pulo dan Bukit Duri sejak tahun 2001.
Ciliwung Merdeka menolak langkah pemerintah memindahkan warga ke rusun karena kebijakan ini dinilai mengabaikan aspirasi warga. Mereka menganggap pemerintah telah melakukan upaya "relokasi paksa" terhadap warga.
Direktur Ciliwung Merdeka, Sandyawan Sumardi mengatakan, relokasi yang terjadi di Kampung Pulo hari ini tidak mencerminkan apa yang diungkapkan Joko Widodo ketika masih menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Jokowi, sebut dia, pada Desember 2012 pernah menyambangi Kampung Pulo dan menjanjikan untuk menata pemukiman di sana.
"Pendekatan itu pernah dilakukan bagus sekali oleh Pak Jokowi. Jadi mau membangun semacam Kampung Deret secara komprehensif. Kalau kami tujuannya supaya Kampung Pulo dibuat 'kampung susun yang manusiawi'. Sebetulnya itu yang kita harapkan dari pendekatan itu," kata Sandyawan, Senin (15/6/2015).
Pihak Ciliwung Merdeka mengklaim, bersama komunitas warga Kampung Pulo dan Bukit Duri, di Jakarta Selatan, sedang mempersiapkan desain komprehensif pembangunan kampung susun yang manusiawi.
Sandyawan mengatakan pihaknya telah melakukan dasar studi antropologi sejarah kampung, dasar hukum, dan pemetaan serta perencanaan tata-ruang dan wirausaha ekonomi komunitas warga secara komprehensif modern bagi warga Kampung Pulo.
Pihaknya tak menolak bila pemerintah membongkar Kampung Pulo. Namun, dia meminta agar perkampungan itu dibangun lagi dengan konsep yang tertata layaknya kampung deret.
Sebab, Kampung Pulo menurut dia bersejarah bagi Jakarta. Ia menolak kampung ini 'diratakan' selamanya.
"Di situ kan kampung adat. Sebenarnya di situ ada jiwa komunitas warga asli Jakarta. Bisa jadi tempat pariwisata," ujar Sandyawan.
Selain itu, kata dia, merelokasi warga ke Rusun Jatinegara Barat telah menghilangkan penghasilan warga.
"Karena rumah susun yang sekarang hanya flat-flat yang hanya untuk tempat tidur, tidak ada tempat kerja. Padahal, warga sektor informal itu rumah jadi tempat kerja (berjualan)," ujar Sandyawan.
Untuk itu, ia berharap pemerintah mendengarkan aspirasi warga di sana. Salah satunya dengan mengadakan dialog.
Pihak Ciliwung Merdeka mengaku telah bertemu dengan Jokowi yang kini telah menjadi Presiden RI, di Istana Negara belum lama ini.
Ia meminta Presiden membantu 'memoratorium relokasi'. "Kami sudah audiensi dalam makan siang dengan kelompok "Punakawan" di Istana Negara dengan Presiden tanggal 4 Juni 2015 lalu, Pak Presiden mengatakan pada saya : 'Lanjutkan saja rencana proyek yang dulu itu'," ujarnya.
Dengan kejadian ini, ia melihat ada ketidak sesuaian dengan apa yang dijanjikan Jokowi. "Tetapi substansinya bukan itu, cobalah dengar dialog dengan warga dulu," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.