Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perkenalkan, Garis Itu Bernama "Yellow Box Junction"...

Kompas.com - 20/06/2015, 07:17 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Saat melintas di beberapa persimpangan jalan di DKI Jakarta, pernahkah Anda melihat garis kuning berbentuk persegi dan berukuran besar di aspal? Jika lihat, perkenalkan, garis itu bernama yellow box junction (YBJ).

Di Ibu Kota, kita dapat melihat YBJ di sejumlah persimpangan, antara lain di persimpangan Sarinah di Jalan MH Thamrin, persimpangan Tugu Tani dari arah Jalan Kebon Sirih, persimpangan Mampang, dan persimpangan-persimpangan lain yang kerap terjadi kepadatan arus lalu lintas.

Meski begitu, masih banyak pengendara yang tidak mengetahui apa arti garis itu. Jangankan mengetahui, 'ngeh' pun tidak.

Yavet Masan (26) misalnya. Ketika Kompas.com bertanya perihal YBJ, pria yang setiap hari mengendarai sepeda motor dari rumahnya di Permata Hijau ke kantornya di Kebon Jeruk mengaku baru kali pertama mendengarnya.

"Nggak merhatiin deh, asli. Paling liatnya lampu lalu lintas dan papan petunjuk jalan," ujar dia.

Adji Virdian (25) yang setiap hari melewati sejumlah persimpangan dari rumahnya di Lenteng Agung ke kantornya di bilangan Kuningan juga mengaku tidak menyadari ada garis YBJ.

"Garis yang mana, sih? Yang putih? Enggak pernah lihat garis kuning kayaknya," ujar dia.

Yanny Donna (29), karyawati di bilangan Kelapa Gading, mengatakan pernah melihat garis kuning itu. Namun, dia lupa, di mana pernah melihatnya. Dia pun mengira garis kuning kotak tersebut adalah area untuk pemberhentian sepeda motor.

"Tahu ada kotak kuning itu, tetapi kirain itu untuk berhenti motor," ujar Yanny.

Yanny mempertanyakan apa fungsi garis itu sebenarnya. Jika garis tersebut dibuat demi kelancaran arus lalu lintas, dia sangat menyayangkan masih banyak pengguna jalan, termasuk dirinya, yang tidak mengetahui fungsi YBJ.

Ia juga lebih menyayangkan tidak adanya sosialisasi soal garis tersebut. Lantas, apa sih sebenarnya YBJ itu?

YBJ adalah marka jalan yang mulai digunakan di Indonesia sejak 2010. Dikutip dari situs Traffic Management Center (TMC) Polda Metro Jaya, Sabtu (20/6/2015), YBJ berfungsi untuk mencegah agar arus lalu lintas (lalin) di persimpangan tidak terkunci saat kepadatan terjadi.

Saat arus lalin padat, pengendara cenderung untuk terus menerobos lampu lalu lintas, meski merah. Nah, garis YBJ ini menjadi semacam garis pembatas yang tidak boleh dilintasi oleh pengendara ketika antrean kendaraan di area persimpangan padat.

Pada sisi jalan lain ketika lampu lalu lintas menyala hijau pun, pengguna kendaraan tidak diperbolehkan melewati garis tersebut jika masih ada kepadatan di dalam area YBJ. Mereka baru bisa melanjutkan perjalanan jika YBJ telah kosong, dan tentunya jika warna lampu lalu lintas sudah hijau.

Menurut Pasal 287 ayat (2) juncto Pasal 106 ayat (4) huruf a, b dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, hukuman pidana bagi pelanggar YBJ adalah kurungan dua bulan penjara atau denda Rp 500.000.

Sama seperti marka dan rambu lainnya, YBJ tentu akan berfungsi maksimal jika ada kesadaran pengguna jalan. Kesadaran itu pula yang menjadi kunci kelancaran arus lalu lintas. Namun, sebelum berbicara soal niat baik adanya YBJ, alangkah baiknya jika YBJ disosialisasikan terlebih dulu ke masyarakat, bukan?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading Ditinggal Kekasih Saat Pendarahan

Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading Ditinggal Kekasih Saat Pendarahan

Megapolitan
Ketua Fraksi PSI: Penonaktifan NIK Konsekuensi bagi Warga Jakarta yang Pindah ke Daerah Lain

Ketua Fraksi PSI: Penonaktifan NIK Konsekuensi bagi Warga Jakarta yang Pindah ke Daerah Lain

Megapolitan
Bukan Transaksi Narkoba, 2 Pria yang Dikepung Warga Pesanggrahan Ternyata Mau ke Rumah Saudara

Bukan Transaksi Narkoba, 2 Pria yang Dikepung Warga Pesanggrahan Ternyata Mau ke Rumah Saudara

Megapolitan
Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibunuh 'Pelanggannya' karena Sakit Hati

Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibunuh "Pelanggannya" karena Sakit Hati

Megapolitan
12 Perusahaan Setor Dividen 2023 ke Pemprov DKI, Nilainya Capai Rp 545,8 Miliar

12 Perusahaan Setor Dividen 2023 ke Pemprov DKI, Nilainya Capai Rp 545,8 Miliar

Megapolitan
Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng Positif Konsumsi Narkoba

Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng Positif Konsumsi Narkoba

Megapolitan
Ada di Lokasi yang Sama, Anggota Polres Jaktim Mengaku Tak Tahu Rekan Sesama Polisi Pesta Sabu

Ada di Lokasi yang Sama, Anggota Polres Jaktim Mengaku Tak Tahu Rekan Sesama Polisi Pesta Sabu

Megapolitan
Warga Serpong Curhat soal Air PDAM Sering Tak Mengalir ke Perumahan

Warga Serpong Curhat soal Air PDAM Sering Tak Mengalir ke Perumahan

Megapolitan
Wanita Hamil Tewas di Kelapa Gading, Kekasih Jadi Tersangka

Wanita Hamil Tewas di Kelapa Gading, Kekasih Jadi Tersangka

Megapolitan
Pipa PDAM Bocor, Warga Serpong Tak Dapat Air Bersih Berjam-jam

Pipa PDAM Bocor, Warga Serpong Tak Dapat Air Bersih Berjam-jam

Megapolitan
Antar Mobil Teman, Anggota Polres Jaktim Ikut Ditangkap dalam Pesta Narkoba Oknum Polisi

Antar Mobil Teman, Anggota Polres Jaktim Ikut Ditangkap dalam Pesta Narkoba Oknum Polisi

Megapolitan
Wanita Hamil di Kelapa Gading Bukan Dibunuh Kekasih, tapi Tewas Saat Berupaya Menggugurkan Janinnya

Wanita Hamil di Kelapa Gading Bukan Dibunuh Kekasih, tapi Tewas Saat Berupaya Menggugurkan Janinnya

Megapolitan
Dukcapil DKI Sebut Setiap Warga Terdampak Penonaktifan NIK Dapat Pemberitahuan

Dukcapil DKI Sebut Setiap Warga Terdampak Penonaktifan NIK Dapat Pemberitahuan

Megapolitan
Polisi Tangkap Pria yang Minta THR dengan Peras Petugas Minimarket di Cengkareng

Polisi Tangkap Pria yang Minta THR dengan Peras Petugas Minimarket di Cengkareng

Megapolitan
Buka Pendaftaran PPK Pilkada DKI 2024, KPU Butuh 220 Orang untuk TPS di 44 Kecamatan

Buka Pendaftaran PPK Pilkada DKI 2024, KPU Butuh 220 Orang untuk TPS di 44 Kecamatan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com