JAKARTA, KOMPAS
— Dampak musim kemarau mulai dirasakan sebagian warga DKI Jakarta. Beberapa warga Jakarta Timur yang ditemui Kompas mulai mengeluhkan debit air tanah dari sumur mereka yang mulai mengecil.Acing (55), warga Jalan Otista Raya, Jatinegara, mengaku, sudah sepekan debit air tanah di rumahnya mengecil. Saat ini dia sedang berusaha untuk memperdalam sumur air tanahnya supaya dapat menyedot air lebih banyak.
Suplai air dari PDAM, kata Acing, juga mulai berkurang. "Suplai air tanah dan PAM berkurang selama kemarau ini," katanya.
Bayu (43), warga Batu Ampar, Condet, Kecamatan Kramat Jati, juga mengaku, air tanah di rumahnya semakin kecil. Padahal, kedalaman pipa air di rumahnya sudah 16 meter, namun air yang dapat disedot tetap sedikit. "Makanya, saya mau memperdalam sumur pompa biar bisa menjangkau air lebih dalam," kata Bayu.
Bayu mengaku tak menggunakan air PAM karena rumahnya jauh dari jangkauan pipa air utama. Akibatnya, sudah sebulan ini Bayu harus menampung air di malam hari untuk memenuhi kebutuhan air keesokan paginya.
Keterangan berbeda disampaikan Kepala Suku Dinas Tata Air Jaktim, Yazied Bustomi. Dia mengatakan, sejauh ini belum ada laporan dari warga yang mengalami kekeringan air tanah di rumahnya. Meski demikian, Pemerintah Kota Jaktim telah menyiapkan program sumur resapan dan kini sedang diolah datanya di Kantor Lingkungan Hidup (KLH).
"Kami masih menunggu data sumur resapan dari KLH. Untuk selanjutnya, sumur resapan itu akan kami kelola," ujarnya.
Menurut Yazied, sumur resapan merupakan salah satu cara menjaga suplai air tanah. Hanya memang dibutuhkan evaluasi lagi terkait jumlah sumur itu dengan kemampuan suplai airnya ke rumah tangga.
Sawah pun terdampak
Bukan hanya sumur resapan dari air PAM, pengairan untuk sawah pun mulai berkurang. Lebih dari 15 hektar sawah produktif yang masih ada di Jakarta Timur kini mengalami kekeringan. Areal sawah yang seluruhnya menggunakan air tadah hujan itu kini tak bisa ditanami padi lagi.
Kepala Suku Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan (KPKP), Jaktim, Bayu Sarihastuti, mengatakan, sawah yang mengalami kekeringan itu tersebar di Halim dan Cakung. Ada 11,5 ha sawah di Halim yang kekeringan, dan lebih dari 5 ha sawah kekeringan di Cakung.
Setiap ha sawah itu masih dapat memproduksi beras hingga 7 ton per ha untuk satu kali panen. Dalam setahun, areal sawah itu juga masih mampu panen sampai dua kali.
Hanya memang areal sawah itu kini terbatas dikerjakan oleh instansi pemerintah. Areal sawah di Cakung digarap oleh Sudin KPKP dan sawah di Halim digarap oleh TNI Angkatan Udara. "Untuk Halim, kami akan membantu pompa untuk menyedot air dari sungai terdekat, guna mengairi sawah," kata Bayu.
Areal sawah di Cakung juga akan diberikan bantuan pompa. Hanya sumber air disedot dari selokan rumah tangga. "Untuk Cakung, sawah di sana aslinya diairi oleh irigasi. Namun, karena permukiman semakin padat, sehingga sawah di sana diairi dari irigasi yang telah berubah fungsi jadi selokan," katanya.
Sementara itu, kekeringan yang melanda Bekasi dikhawatirkan meluas. Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin mengatakan, kekeringan saat ini sudah melanda Kecamatan Cibarusah, Cikarang Timur, Tarumajaya, dan Tambun Utara.
Namun, jika merujuk pada data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bekasi, kecamatan lain yang juga telah mengalami kekeringan terdapat di Bojongmangu, Cikarang Pusat, dan Cikarang Selatan. Kekeringan ini dikhawatirkan meluas ke daerah lain.
Menurut Neneng, kekeringan terparah terjadi di Kecamatan Cibarusah. Dengan kondisi wilayah yang berbukit-bukit, warga setempat pun kesulitan memperoleh air tanah. Terdapat lebih dari 2.800 keluarga di Desa Sirnajati, Ridogalih, Ridomanah, dan Cibarusah Kota, yang terdampak kekeringan di Cibarusah. Saat ini, BPBD Kabupaten Bekasi telah mengirimkan 25.000 liter air ke kecamatan tersebut.
Berdasarkan pantauan Kompas, sebagian besar warga mengandalkan air di dasar sungai yang mengering untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti memasak, mandi, dan mencuci. Di Desa Sirnajati, misalnya, hampir setiap hari puluhan warga bergantian mengambil air di dasar Sungai Cipamingkis.
Pandil (63), warga Kampung Ciketuk, Desa Sirnajati, mengakui, setiap hari harus mengambil 12 jeriken air yang masing-masing berukuran 10 liter untuk keperluan memasak, mandi, dan mencuci. "Kalau untuk minum beli air galon isi ulang," kata Pandil yang ditemui tengah mengambil air di dasar Sungai Cipamingkis.
Adapun di Desa Ridogalih, sebagian warga yang kekurangan air bersih membelinya di tetangga yang memiliki pompa air untuk menyedot air tanah. Acep (40) misalnya setiap hari membeli empat jeriken air yang masing-masing berukuran 20 liter. Setiap jeriken air dijual Rp 1.000.
------------
Artikel ini sebelumnya ditayangkan di harian Kompas edisi Kamis, 30 Juli 2015, dengan judul "Warga Jakarta Timur Mulai Rasakan Kekeringan".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.