Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Kompleks AD di Otista Resah Diancam Oknum TNI

Kompas.com - 31/07/2015, 12:07 WIB
Robertus Belarminus

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Haryo Unggul (62) menjadi resah karena dia diminta oleh pihak Komando Daerah Militer Jayakarta (Kodam Jaya) Jaya untuk mengosongkan tempat tinggalnya pada hari ini. Warga Kompleks Angkatan Darat di Jalan Otista III, Cipinang Cimpedak, Jatinegara, Jakarta Timur, itu juga mendapat ancaman bahwa hari ini TNI akan menurunkan pasukan sebanyak lima truk untuk melakukan pengosongan.

Rumah yang ditinggalinya menjadi satu dari tiga rumah yang terancam dikosongkan secara paksa oleh Kodam Jaya, Jumat (31/7/2015) ini. Padahal, anak mantan purnawirawan Kolonel Rumantio dari Korps Ajudan Jenderal tersebut mengatakan, saat ini status tanah tempat tinggalnya tengah bersengketa hingga tingkat kasasi.

"Nah, kami di tingkat kasasi. Sampai hari ini belum ada surat keputusan tetap. Namun, di surat pengosongan dari Kodam, rumah ini disebut dimenangkan Kodam. Menurut saya, surat itu sebelah pihak saja," kata Haryo kepada wartawan di tempat tinggalnya.

Dia melanjutkan, tanah tempat tinggalnya sebenarnya dimiliki ahli waris seorang pria warga Belanda yang menikah dengan warga negara Indonesia, dengan sertifikat eigendom verponding.

Saat ayahnya, Kolonel Rumantio, masih berdinas, pihak TNI memberikan bantuan kepada sejumlah prajurit berupa pembangunan tempat tinggal. Bantuan itu salah satunya diberikan kepada ayahnya. Sebelumnya, ayah Haryo difasilitasi hotel yang dibiayai setiap bulan oleh TNI.

"Nah, yang penggantian hotel itu dihapus, jadi dibangun ini, jadi seperti dicicillah dari gaji. Kalau rumah dinas sebenarnya kan anggaran pemerintah sendiri. Air, listrik, dan sebagainya dibayar instansi. Begitu jabatan habis, keluar. Tapi kalau ini kan enggak jelas," ujar Haryo.

Dalam sidang di Pengadilan Tinggi Jakarta, Haryo mengklaim, hakim pun mempertanyakan soal status tanah kepada pihak Kodam. Namun, pihak Kodam hanya memberikan surat kepemilikan berdasarkan denah yang mereka keluarkan sendiri.

"Pihak hakim tanya, apa bukti kepemilikan kalau tanah itu punya TNI? Dia (TNI) hanya memberikan gambar denah rumah. Hakim tanya, yang tanda tangan siapa? Oh ini Zeni AD. Kalau gitu, tutup dulu saja, Pak. Jadi, dikira yang tanda tangan BPN, atau yang zaman dulu agraria," ujar Haryo.

Meski demikian, lanjut Haryo, Pengadilan Tinggi akhirnya memutuskan bahwa kedua belah pihak tidak dimenangkan. Walau begitu, perkara ini dinyatakan tetap dilanjutkan. Namun, ketika perkara tersebut tengah berjalan di tingkat kasasi, Haryo mendapatkan surat perintah untuk mengosongkan rumah dinas.

Surat tersebut dikirim bulan ini sebanyak tiga kali dengan mengatasnamakan Kodam Jaya. Menurut dia, surat diantar dua orang berbaju loreng TNI, yang diyakininya sebagai prajurit.

"Tanggal 30 Juli, surat yang ketiga dikasih dua orang berjaket rompi hijau. Yang ngasih bilang besok akan kami kirim 5 truk (untuk pengosongan). Soal jadi apa enggak (pengosongan), kami enggak tahu karena mereka yang punya hajat," ujar Haryo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com