Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Ada Solusi Mudah untuk Mengatasi Banjir

Kompas.com - 26/08/2015, 23:05 WIB

KOMPAS - Banjir bukanlah hal baru yang dihadapi masyarakat Belanda. Dengan sebagian besar daratan di wilayah pesisir Belanda berada di bawah permukaan laut, risiko banjir senantiasa mengancam.

Pengalaman kota-kota besar di pesisir Belanda, seperti Amsterdam dan Rotterdam, mencegah wilayahnya tenggelam oleh banjir menjadi pelajaran berharga bagi Jakarta yang masih dilanda banjir setiap tahun.

Dalam kunjungan ke Jakarta pekan ini, Wali Kota Rotterdam Ahmed Aboutaleb terus berupaya meningkatkan kerja sama di antara dua kota dalam berbagai bidang, termasuk pencegahan banjir. Ia bertemu Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di Balai Kota Jakarta, Senin (24/8).

Ini adalah kunjungan ketiga Aboutaleb ke Jakarta. Ia pertama kali berkunjung ke Jakarta pada era pemerintahan Gubernur Joko Widodo pada 2013.

Dalam wawancara khusus dengan Kompas di Jakarta, Selasa (25/8), Aboutaleb mengatakan, Jakarta dan Rotterdam sudah menjalin hubungan sister city sejak bertahun-tahun lalu. "Seperti lazimnya hubungan kekeluargaan, kami harus tetap menjaga hubungan ini. Saya bersiap menerima kunjungan Gubernur Jakarta (Basuki) ke Rotterdam September ini. Pendahulunya, Pak Fauzi Bowo, sangat sering berkunjung ke Belanda dan Rotterdam," ujarnya.

Kedua kota juga bekerja sama dalam kerangka C40, yakni organisasi berisi 40 kota besar di dunia yang melakukan berbagai upaya untuk menghadapi perubahan iklim.

"Salah satu isu yang kami bahas bersama tahun lalu adalah bagaimana menangani perubahan iklim dan berbagai isu soal air. Jakarta menghadapi masalah besar terkait air ini, terutama soal banjir," kata wali kota berdarah Maroko ini.

Menurut Aboutaleb, gubernur terdahulu, Joko Widodo, telah menyusun rencana untuk melindungi Jakarta dari banjir. "Dia memikirkan apa yang disebut sebagai Dinding Laut Raksasa (Giant Sea Wall). Kami telah mengajukan berbagai pengetahuan soal itu dari Belanda dan memberikan dukungan untuk penyusunan rencana bagi Jakarta," tutur satu-satunya politisi Muslim di Belanda yang menjabat wali kota salah satu kota utama di negara tersebut.

Aboutaleb kemudian memaparkan bagaimana Rotterdam menghadapi masalah banjir tersebut selama ini:

"Tanggul-tanggul dan sistem (pencegahan banjir) di Belanda dirancang untuk mencegah banjir selama ribuan tahun. Tetapi, kami punya sejarah 400 tahun dalam membangun tanggul- tanggul dan bendungan-bendungan tersebut. Itu semua bukan sesuatu yang kami bangun kemarin.

Itu semua juga butuh banyak biaya. Warga kami membayar pajak khusus untuk (membiayai) organisasi yang menangani masalah banjir dan manajemen risiko (bencana).

Tahukah Anda bahwa setiap keluarga di Rotterdam membayar sekitar 400 euro (Rp 6,4 juta) per tahun dalam bentuk pajak khusus untuk membiayai perawatan tanggul-tanggul itu?

Di Rotterdam, kami punya wilayah yang ketinggiannya 6 meter di bawah permukaan laut, tetapi terlindungi dengan baik (dari banjir)."

Ia melanjutkan, Jakarta tak akan bisa melakukan itu semua dalam setahun. Program pencegahan banjir ini adalah program jangka panjang, terutama karena biayanya sangat mahal.

"Bagaimana Anda akan membiayai semua itu, (apakah dengan melibatkan) Dana Moneter Internasional, Bank Dunia, atau bank-bank nasional? Menurut saya, warga Jakarta, pemerintah lokal, dan pemerintah nasional perlu bekerja sama menemukan cara membiayai itu semua. Saya tak berhak menilai soal itu. (Tetapi) kami (di Rotterdam) melakukan itu dengan menarik pajak, pajak yang diarahkan secara sangat spesifik untuk tujuan (pencegahan banjir) itu," ujarnya.

Kerangka kultural

Menanggapi langkah Gubernur Basuki yang merelokasi ribuan orang di kawasan kumuh bantaran sungai di Jakarta untuk proyek normalisasi sungai, Aboutaleb mengatakan, pada prinsipnya program pencegahan banjir memang bukan perkara mudah.

"Pengalaman kami (di Rotterdam) tidak sama. Tetapi (pada dasarnya), solusi soal itu tidak pernah mudah. Jika situasinya kompleks, solusinya pun kompleks. Bukan seperti persamaan matematika dengan satu variabel, melainkan banyak persamaan dengan banyak variabel.

Ini melibatkan perencanaan tata ruang, manajemen air, perumahan, pengumpulan sampah. Orang masih membuang sampah di sungai, itu menjadi masalah lain, persoalan mentalitas dan pendidikan.

Dan, memang memindahkan orang dari bantaran sungai ke lokasi lain juga bagian dari masalah itu. Itu perlu diselesaikan dalam (kerangka) aspek kultural di negara Anda. Bagaimana menangani mereka, bagaimana berbicara dengan mereka, bagaimana memotivasi warga untuk pindah ke lokasi lain agar tercipta ruang lebih banyak (bagi sungai).

Salah satu konsep yang kami punyai di Belanda adalah program yang kami sebut "Beri Ruang untuk Sungai". Artinya, sejumlah desa di negara kami tak diizinkan menetapkan tambahan area untuk perumahan, ada batasannya. Dan, regulasi ini terkait erat dengan filosofi perencanaan tata ruang.

Jadi, semua hal ini saling terkait, termasuk terkait dengan kebijakan sosial (social policy) dengan penghasilan masyarakat. Orang tinggal di sana (bantaran sungai) karena penghasilannya rendah. Anda tak bisa begitu saja memindahkan mereka karena mereka butuh rumah dan mereka tak punya uang untuk beli rumah dan sebagainya. Jadi, ini perlu dipecahkan dalam gabungan berbagai proses yang dikoordinasikan bersama."

Jadi, masyarakat perlu dilibatkan dalam keseluruhan proses ini?

"Anda tak bisa melakukan ini semua tanpa keterlibatan masyarakat. Saya menyebutnya sebagai 'proses kreasi bersama (co-creation process)'. Kreasi bersama dengan seluruh warga dan kalangan bisnis.

Saya saat ini tengah mengerjakan sebuah proyek di Rotterdam dan saya meminta warga yang mengajukan rencana mereka sendiri. Saya hanya menetapkan batas waktu 1 November dan anggarannya tidak boleh melebihi 7 juta euro.

Ini proyek untuk meningkatkan kualitas hidup di lingkungan warga sendiri, apakah itu untuk menurunkan kriminalitas atau menambah ruang terbuka hijau, semua terserah warga.

Gagasannya untuk memobilisasi warga dan memberi mereka sedikit kekuasaan untuk menentukan hal-hal yang berkaitan dengan pembentukan lingkungan mereka sendiri. Jadi, mereka harus membuat pilihan. Mereka biasanya mengkritik pemerintah. Sekarang, mereka yang memutuskan sendiri." (DAHONO FITRIANTO)

________________________________

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 26 Agustus 2015, di halaman 26 dengan judul "Tak Ada Solusi Mudah untuk Mengatasi Banjir".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Dalami Peran Belasan Saksi Dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP yang Dianiaya Senior

Polisi Dalami Peran Belasan Saksi Dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Kepada Kapolres Jaktim, Warga Klender Keluhkan Aksi Lempar Petasan dan Tawuran

Kepada Kapolres Jaktim, Warga Klender Keluhkan Aksi Lempar Petasan dan Tawuran

Megapolitan
Belasan Taruna Jadi Saksi dalam Prarekonstruksi Kasus Tewasnya Junior STIP

Belasan Taruna Jadi Saksi dalam Prarekonstruksi Kasus Tewasnya Junior STIP

Megapolitan
Polisi Tangkap Lebih dari 1 Orang Terkait Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel

Polisi Tangkap Lebih dari 1 Orang Terkait Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel

Megapolitan
RTH Tubagus Angke Dirapikan, Pedagang Minuman Harap Bisa Tetap Mangkal

RTH Tubagus Angke Dirapikan, Pedagang Minuman Harap Bisa Tetap Mangkal

Megapolitan
Prarekonstruksi Kasus Penganiayaan Taruna STIP Digelar hingga 4 Jam

Prarekonstruksi Kasus Penganiayaan Taruna STIP Digelar hingga 4 Jam

Megapolitan
Masih Bonyok, Maling Motor di Tebet Belum Bisa Diperiksa Polisi

Masih Bonyok, Maling Motor di Tebet Belum Bisa Diperiksa Polisi

Megapolitan
Cegah Prostitusi, RTH Tubagus Angke Kini Dipasangi Lampu Sorot

Cegah Prostitusi, RTH Tubagus Angke Kini Dipasangi Lampu Sorot

Megapolitan
Balita yang Jasadnya Ditemukan di Selokan Matraman Tewas karena Terperosok dan Terbawa Arus

Balita yang Jasadnya Ditemukan di Selokan Matraman Tewas karena Terperosok dan Terbawa Arus

Megapolitan
PDI-P Buka Penjaringan Cagub dan Cawagub Jakarta hingga 20 Mei 2024

PDI-P Buka Penjaringan Cagub dan Cawagub Jakarta hingga 20 Mei 2024

Megapolitan
Kuota Haji Kota Tangsel Capai 1.242 Jemaah, Pemberangkatan Dibagi 2 Gelombang

Kuota Haji Kota Tangsel Capai 1.242 Jemaah, Pemberangkatan Dibagi 2 Gelombang

Megapolitan
Paniknya Mahasiswa di Tangsel, Kontrakan Digeruduk Warga saat Sedang Beribadah

Paniknya Mahasiswa di Tangsel, Kontrakan Digeruduk Warga saat Sedang Beribadah

Megapolitan
Jasad Balita Tersangkut di Selokan Matraman, Orangtua Sempat Lapor Kehilangan

Jasad Balita Tersangkut di Selokan Matraman, Orangtua Sempat Lapor Kehilangan

Megapolitan
Jasad Balita di Matraman Ditemukan Warga Saat Bersihkan Selokan, Ternyata Sudah 3 Hari Hilang

Jasad Balita di Matraman Ditemukan Warga Saat Bersihkan Selokan, Ternyata Sudah 3 Hari Hilang

Megapolitan
Polisi Ungkap Penyebab Mahasiswa di Tangsel Bertikai dengan Warga Saat Beribadah

Polisi Ungkap Penyebab Mahasiswa di Tangsel Bertikai dengan Warga Saat Beribadah

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com