Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Penegakan Hukum Ditentukan oleh Mekanisme Pasar

Kompas.com - 27/08/2015, 16:57 WIB
Unoviana Kartika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa kasus kecelakaan maut yang menewaskan empat orang, Christopher Daniel Sjarief, divonis satu tahun enam bulan serta denda Rp 10 juta subsider satu bulan dengan masa percobaan dua tahun. Artinya dia bebas bersyarat selama dua tahun.

Jika dibandingkan dengan kasus kecelakaan lainnya, seperti yang dialami Afriyani Susanti, vonis untuk Christopher terbilang ringan.

Afriyani diketahui terlibat dalam kecelakaan mobil Daihatsu Xenia yang menewaskan sembilan orang. Ia menabrak sejumlah pejalan kaki yang baru pulang berolahraga di depan Gedung Kementerian Perdagangan di Tugu Tani, Jakarta Pusat, 22 Januari 2012 lalu. Ia divonis 15 tahun penjara.

Pakar hukum dari Universitas Kristen Indonesia Johnson Panjaitan menilai, kasus yang menewaskan orang lain memang rentan dengan permainan. Kasus yang seperti ini juga, kata dia, bukan lah pertama kali terjadi. (Baca: Ditanya Banding, Jaksa Kasus Kecelakaan Maut Pondok Indah Masih Pikir-pikir)

"Kalau saya mau terus terang biasanya kasus-kasus kayak gitu yang akibatnya sangat buruk sampai mengakibatkan kehilangan nyawa biasanya harus diurus (ada permainan)," kata Johnson, Kamis (27/8/2015) di Jakarta.

Apalagi bila ada orang-orang ataupun instansi penting yang terlibat dalam kasus tersebut. Maka permainan dengan pihak penegak hukum pun semakin rentan dilakukan.

"Bukan hanya dalam kasus ini, ada di beberapa kasus kan begitu. Kasus-kasus yang diurus apalagi dia punya kekuasaan dan ada back up orang-orang yang kuat atau institusi-institusi yang kuat," ujarnya.

Alhasil, kata dia, penegak hukum pun lebih berpihak kepada pihak yang mengurus. Ia mengungkapkan, jika sudah terjadi permainan, maka bukanlah penegakan hukum yang dominan, melainkan pembuktian mekanisme pasar.

Siapa pihak yang lebih kuat, dia lah yang menang. Ia pun menyontohkan kasus kecelakaan lainnya dilakukan oleh orang yang tidak dibekingi oleh institusi yang kuat.

Misalnya, kecelakaan oleh pengojek atau sopir bus, pelakunya yang menewaskan orang bisa dihukum berat dalam persidangan. (Baca: Pengemudi Kecelakaan Maut Pondok Indah Lolos dari Penjara)

"Selalu saja yang terjadi mekanisme pasar bukan penegakan keadilan. Jadi kalau mau ngomong dengan sangat kejam ya salah sendiri lu kenapa mati di jalan raya gitu lho. Itu bukan urusan pengadilan bukan urusannya penegak hukum lagi. Adu kuat saling menggerus saja," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Masih Dalami Motif Oknum Sopir Grab Culik dan Peras Penumpang

Polisi Masih Dalami Motif Oknum Sopir Grab Culik dan Peras Penumpang

Megapolitan
Momen Peserta Sanlat Ekspresi Baznas Diminta “Push Up” Karena Ketiduran saat Ada Seminar

Momen Peserta Sanlat Ekspresi Baznas Diminta “Push Up” Karena Ketiduran saat Ada Seminar

Megapolitan
Polisi Amankan 1 Mobil sebagai Barang Bukti Kasus Pemerasan yang Dilakukan Sopir Grab

Polisi Amankan 1 Mobil sebagai Barang Bukti Kasus Pemerasan yang Dilakukan Sopir Grab

Megapolitan
Jadwal Buka Puasa di Tangerang Hari Ini, 29 Maret 2024

Jadwal Buka Puasa di Tangerang Hari Ini, 29 Maret 2024

Megapolitan
Jadwal Buka Puasa di Depok Hari Ini, Jumat 29 Maret 2024

Jadwal Buka Puasa di Depok Hari Ini, Jumat 29 Maret 2024

Megapolitan
Seorang Ibu Diduga Menipu, Jual Cerita Anak Sakit lalu Minta Uang Rp 300.000

Seorang Ibu Diduga Menipu, Jual Cerita Anak Sakit lalu Minta Uang Rp 300.000

Megapolitan
Polisi Tangkap Sopir Grab yang Culik dan Peras Penumpangnya Rp 100 Juta

Polisi Tangkap Sopir Grab yang Culik dan Peras Penumpangnya Rp 100 Juta

Megapolitan
Wanita Tewas Bersimbah Darah di Bogor, Korban Terkapar dan Ditutup Selimut

Wanita Tewas Bersimbah Darah di Bogor, Korban Terkapar dan Ditutup Selimut

Megapolitan
Ada Obeng di TKP, Diduga Jadi Alat Suami Bunuh Istri di Bogor

Ada Obeng di TKP, Diduga Jadi Alat Suami Bunuh Istri di Bogor

Megapolitan
Jadwal Buka Puasa di Kota Bekasi Hari Ini, Jumat, 29 Maret 2024

Jadwal Buka Puasa di Kota Bekasi Hari Ini, Jumat, 29 Maret 2024

Megapolitan
Diduga Korban Pelecehan Seksual oleh Eks Ketua DPD PSI Jakbar Mengaku Diintimidasi agar Tak Lapor Polisi

Diduga Korban Pelecehan Seksual oleh Eks Ketua DPD PSI Jakbar Mengaku Diintimidasi agar Tak Lapor Polisi

Megapolitan
Wanita Tewas Dibunuh Suaminya di Bogor, Pelaku Dilaporkan Ayah Kandung ke Polisi

Wanita Tewas Dibunuh Suaminya di Bogor, Pelaku Dilaporkan Ayah Kandung ke Polisi

Megapolitan
Latihan Selama 3 Bulan, OMK Katedral Jakarta Sukses Gelar Visualisasi Jalan Salib pada Perayaan Jumat Agung

Latihan Selama 3 Bulan, OMK Katedral Jakarta Sukses Gelar Visualisasi Jalan Salib pada Perayaan Jumat Agung

Megapolitan
Gelar Pesantren Kilat di Kapal Perang, Baznas RI Ajak Siswa SMA Punya Hobi Berzakat

Gelar Pesantren Kilat di Kapal Perang, Baznas RI Ajak Siswa SMA Punya Hobi Berzakat

Megapolitan
Cerita Ridwan 'Menyulap' Pelepah Pisang Kering Menjadi Kerajinan Tangan Bernilai Ekonomi

Cerita Ridwan "Menyulap" Pelepah Pisang Kering Menjadi Kerajinan Tangan Bernilai Ekonomi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com