Jika dibandingkan dengan kasus kecelakaan lainnya, seperti yang dialami Afriyani Susanti, vonis untuk Christopher terbilang ringan.
Afriyani diketahui terlibat dalam kecelakaan mobil Daihatsu Xenia yang menewaskan sembilan orang. Ia menabrak sejumlah pejalan kaki yang baru pulang berolahraga di depan Gedung Kementerian Perdagangan di Tugu Tani, Jakarta Pusat, 22 Januari 2012 lalu. Ia divonis 15 tahun penjara.
Pakar hukum dari Universitas Kristen Indonesia Johnson Panjaitan menilai, kasus yang menewaskan orang lain memang rentan dengan permainan. Kasus yang seperti ini juga, kata dia, bukan lah pertama kali terjadi. (Baca: Ditanya Banding, Jaksa Kasus Kecelakaan Maut Pondok Indah Masih Pikir-pikir)
"Kalau saya mau terus terang biasanya kasus-kasus kayak gitu yang akibatnya sangat buruk sampai mengakibatkan kehilangan nyawa biasanya harus diurus (ada permainan)," kata Johnson, Kamis (27/8/2015) di Jakarta.
Apalagi bila ada orang-orang ataupun instansi penting yang terlibat dalam kasus tersebut. Maka permainan dengan pihak penegak hukum pun semakin rentan dilakukan.
"Bukan hanya dalam kasus ini, ada di beberapa kasus kan begitu. Kasus-kasus yang diurus apalagi dia punya kekuasaan dan ada back up orang-orang yang kuat atau institusi-institusi yang kuat," ujarnya.
Alhasil, kata dia, penegak hukum pun lebih berpihak kepada pihak yang mengurus. Ia mengungkapkan, jika sudah terjadi permainan, maka bukanlah penegakan hukum yang dominan, melainkan pembuktian mekanisme pasar.
Siapa pihak yang lebih kuat, dia lah yang menang. Ia pun menyontohkan kasus kecelakaan lainnya dilakukan oleh orang yang tidak dibekingi oleh institusi yang kuat.
Misalnya, kecelakaan oleh pengojek atau sopir bus, pelakunya yang menewaskan orang bisa dihukum berat dalam persidangan. (Baca: Pengemudi Kecelakaan Maut Pondok Indah Lolos dari Penjara)
"Selalu saja yang terjadi mekanisme pasar bukan penegakan keadilan. Jadi kalau mau ngomong dengan sangat kejam ya salah sendiri lu kenapa mati di jalan raya gitu lho. Itu bukan urusan pengadilan bukan urusannya penegak hukum lagi. Adu kuat saling menggerus saja," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.