Beberapa hal yang dianggap janggal oleh mereka antara lain soal nilai pembelian lahan yang dianggap berpotensi merugikan pemerintah daerah serta ketidaksiapan Pemprov DKI menyediakan tenaga kerja RS.
Kepala Biro Humas dan Kerjasama Internasional BPK, Yudi Ramdan Budiman merujuk halaman 198-199, buku III BPK tentang "Laporan terkait Kepatuhan terhadap Peraturan Perundangan" menyebutkan, ada selisih harga pembelian lahan sebesar Rp 191.334.550.000 yang berpotensi merugikan pemerintah daerah.
Angka tersebut berasal dari selisih angka pembelian lahan yang dilakukan CKU sebesar Rp 564.355 miliar, dengan angka pembelian lahan yang dilakukan Pemprov DKI senilai Rp 755.689.550.000.
Pada bagian ini, buku BPK tidak menyebutkan bahwa nilai NJOP saat lahan dibeli CKU, cuma Rp 12,195 juta per meter persegi, sedang NJOP saat lahan dibeli Pemprov DKI sudah mencapai Rp 20, 785 juta per meter persegi.
Tiadanya penjelasan mengenai adanya perubahan nilai NJOP ini, kata Yustinus Prastowo, memunculkan kesan, Pemprov DKI membeli lebih mahal ketimbang niat CKU sebelumnya membeli lahan yang sama.
"Padahal kalau dasar pembeliannya adalah NJOP, maka Pemprov DKI justru lebih diuntungkan. Sebab, nilai pembeliannya hanya sebatas nilai NJOP. Berbeda dengan CKU yang hendak membeli lahan yang sama dengan nilai di atas NJOP," kata pakar pajak dari UI yang juga Direktur (CITA) Eksekutif Centre for Indonesian Taxation Analysis itu saat dihubungi, Selasa (1/9/2015).
"Tahun ini saja, nilai NJOP nya sudah naik lagi menjadi Rp 23, 295 juta per meter persegi," tambah Abraham sambil menunjukkan salinan SPPT tahun 2012, 2013, 2014, dan 2015. Di masing-masing SPPT tertera nilai NJOP dan letak obyek pajak yaitu di Jalan Kyai Tapa RT 10 RW 10, Tomang, Grogol, Petamburan, Jakbar.
Dalam salinan SPPT 2012 dan 2013, NJOP nya disebutkan masih Rp 12,195 juta. SPPT 2014 NJOP naik menjadi RP 20,755 juta per meter persegi. Tahun 2015 NJOP sudah Rp 23, 295 juta per meter persegi.
Prastowo berpendapat, tuduhan BPK bahwa ada selisih harga pembelian lahan sebesar Rp 191.334.550.000 yang berpotensi merugikan pemerintah daerah, tidak berdasar.
Pada halaman 208 buku III, BPK mempersoalkan kembali NJOP lahan tersebut. Menurut BPK, fisik tanah berada di Jalan Tomang Utara, bukan di Jalan Kyai Tapa, oleh karena itu, nilai NJOP tanah yang dibeli Pemprov DKI seharusnya hanya Rp 7.445.000 per meter persegi, dan bukan Rp 20, 785 juta per meter persegi.
"Berdasarkan data NJOP dari Dinas Pelayanan Pajak DKI, Unit Pelayanan Pajak Daerah Grogol Petamburan dan aparat kelurahan setempat diketahui bahwa NJOP di Jalan Tomang Raya pada 2014 hanya Rp 7.445.000 per meter persergi," tulis BPK.
Menanggapi hal ini Prastowo mengatakan, apa yang tercantum dalam SPPT sudah sah menurut hukum dan sesuai dengan Undang Undang nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah.