Menurut hakim, Udar membeli mobil berjenis Toyota Kijang dari Pemprov DKI seharga sekitar Rp 22 juta, namun kemudian menjualnya dengan harga sekitar Rp 100 juta. Hakim menyebut mobil tersebut dijual kepada Direktur PT Galih Semesta, Yeddy Kuswandi. PT Galih Semesta adalah perusahaan yang sempat menjadi rekanan Dinas Perhubungan DKI. Uang dari Yeddy sendiri disalurkan ke rekening anak Udar, Aldi Pradana.
"Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan kedua subsider," ucap Artha.
Usai persidangan, pengacara Udar, Tonin Tahta Singarimbun menilai kliennya seharusnya tidak bisa dipidana atas putusan tersebut. Sebab, ia menilai perbuatan tersebut bukan termasuk dalam tindak pidana gratifikasi.
Apalagi, ujar Tonin, si pembeli mobil, dalam hal ini Yeddy, sudah pernah menyampaikan kesaksian di persidangan bahwa ia membeli mobil tersebut bukan terkait jabatan Udar. Tapi, karena tertarik dengan harga yang ditawarkan.
"Beli mobil Rp 22 juta, jual Rp 100 juta dianggap gratifikasi. Padahal harga pasaran Rp 120 juta. Di persidangan, si pembeli bilang dia beli karena harganya murah 100 juta, bukan karena jabatan. Ada surat pernyataan dari pembeli, tapi itu diabaikan di persidangan," ujarnya.
Meski keberatan, Tonin menyatakan pihaknya tidak akan melakukan banding. Sebab, kata dia, vonis tersebut jauh lebih rendah dari tuntutan jaksa yang menuntut Udar 19 tahun penjara. Udar sendiri dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang dalam proyek pengadaan bus transjakarta tahun 2012-2013.
"Enggak pernah ada dari 19 tahun bisa bebas. Ini dari 19 tahun bisa 5 tahun," kata Tonin.