Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenapa KRL "Cium Pantat" Kawannya Sendiri?

Kompas.com - 25/09/2015, 11:23 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Satu hari menjelang perayaan Idul Adha 1436 H dan lima hari menjelang peringatan hari kereta api (HUT) KA ke-70, tanggal 23 September 2015, pukul 15.30 terjadi kecelakaan KRL Commuter Line (CL) Jabodetabek di Stasiun Juanda. KA Cl 1156 menabrak pantat Cl 1154 dalam perjalanan dari Jakarta Kota menuju Bogor.

Kejadianya menjelang pulang kerja, jam padat penumpang. Kontan saja dampak terganggunya perjalanan CL berdampak pula bagi kemacetan Ibu Kota dan sekitarnya.

Kejadian tabrakan antar-kereta dalam teori perjalanan KA ada tabrakan teoritis dan tabrakan riil atau peristiwa nyata. Tabrakan teoritis terjadi apabila seorang masinis melanggar sinyal utama (sinyal masuk, sinyal keluar, dan sinyal blok).

Dalam kejadian ini, masinis akan diperingatkan dan harus diganti. Sebelum diganti masinis akan didampingi oleh kondektur pemimpin dalam perjalanan menuju stasiun pengantian Kru KA, atau pnggantian masinis.

Sanksi dari pelanggaran melanggar sinyal utama sudah dicegah sedemikian rupa, sehingga masalah kecelakaan KA diharapkan tidak terjadi. Lalu kenapa CL bisa mencium pantat CL di depannya, yang nota bene kawan sendiri?

Jarak Sawah Besar-Juanda tempat peristiwa kecelakaan terjadi tidak terlalu jauh, hanya beberapa ratus meter. Memang jalannya sedikit menikung. Namun, tidak berarti rangkaian KA di depannya pasti kelihatan. Lalu kenapa KRL bisa mencium pantat kawan, padahal KA berjalan searah.

Kalau ciuman tentu pipi dengan pipi, kepala bertemu kepala. Karena bukan KA berlawanan arah maka mencium pantat kawan lebih pas. Kenapa bisa mencium pantat kawan? Tentu ada kejanggalan pada KRL yang menabrak. Namun kejanggalannya apa? Karena teknis kereta? Kondisinya persinyalan? Atau masinis yang melanggar sinyal blok?

Perjalanan CL dan KA lainnya di Jabodetabek menggunakan jalur ganda dengan sistem blok otomatis dengan perangkat sinyal elektronik. Dalam sinyal blok otomatis jalur ganda, jalur kereta api dibagi menjadi beberapa blok. Setiap blok dilindungi dengan sinyal blok sebagai sarana pengaturan perjalanan kereta api.

Dalam setiap blok tidak boleh lebih dari satu KA, hanya terdapat satu kereta api. Kalau di luar Jabodetabek umumnya masih menggunakan sistem petak jalan. Jalur KA dibuat berpetak-petak dengan pembatas stasiun blok atau stasiun antara dalam satu lintas perjalanan.

Panjang blok di Jabodetabek umumnya antara 700 sampai dengan 900 meter. Dengan dibuat blok maka CL, KA antar Kota dan KA barang di lintas Jabodetabek memuat atau kapasitas KA yang lewat lebih banyak. Bayangkan kalau di Jabodetabek tidak menggunakan sistem sinyal blok otomatis? Mungkin hanya beberapa KA yang bisa dioperasikan. (Akhmad Sujadi, mantan Humas PT KAI dan mantan Senior Manajer Keamanan PT KAI Daop 1)

Baca selengkapnya di Kompasiana dengan judul artikel "Commuter Line Kenapa Cium Pantat Kawan?"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Kompasiana
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Antar Mobil Teman, Anggota Polres Jaktim Ikut Ditangkap dalam Pesta Narkoba Oknum Polisi

Antar Mobil Teman, Anggota Polres Jaktim Ikut Ditangkap dalam Pesta Narkoba Oknum Polisi

Megapolitan
Wanita Hamil di Kelapa Gading Bukan Dibunuh Kekasih, tapi Tewas Saat Berupaya Menggugurkan Janinnya

Wanita Hamil di Kelapa Gading Bukan Dibunuh Kekasih, tapi Tewas Saat Berupaya Menggugurkan Janinnya

Megapolitan
Dukcapil DKI Sebut Setiap Warga Terdampak Penonaktifan NIK Dapat Pemberitahuan

Dukcapil DKI Sebut Setiap Warga Terdampak Penonaktifan NIK Dapat Pemberitahuan

Megapolitan
Polisi Tangkap Pria yang Minta THR dengan Peras Petugas Minimarket di Cengkareng

Polisi Tangkap Pria yang Minta THR dengan Peras Petugas Minimarket di Cengkareng

Megapolitan
Buka Pendaftaran PPK Pilkada DKI 2024, KPU Butuh 220 Orang untuk TPS di 44 Kecamatan

Buka Pendaftaran PPK Pilkada DKI 2024, KPU Butuh 220 Orang untuk TPS di 44 Kecamatan

Megapolitan
2 Pria Dikepung Warga karena Diduga Transaksi Narkoba, Ternyata Salah Paham

2 Pria Dikepung Warga karena Diduga Transaksi Narkoba, Ternyata Salah Paham

Megapolitan
Hasil Tes Urine Negatif, Anggota Polres Jaktim Dibebaskan Usai Ditangkap dalam Pesta Narkoba

Hasil Tes Urine Negatif, Anggota Polres Jaktim Dibebaskan Usai Ditangkap dalam Pesta Narkoba

Megapolitan
Terungkap, Wanita Hamil Bersimbah Darah di Kelapa Gading Tewas akibat Menggugurkan Janinnya Sendiri

Terungkap, Wanita Hamil Bersimbah Darah di Kelapa Gading Tewas akibat Menggugurkan Janinnya Sendiri

Megapolitan
Ketakutan Pengemudi 'Online' Antar-Jemput Penumpang di Terminal Kampung Rambutan

Ketakutan Pengemudi "Online" Antar-Jemput Penumpang di Terminal Kampung Rambutan

Megapolitan
Akibat Pipa Bocor, Warga BSD Alami Gangguan Air Mati sejak Senin Dini Hari

Akibat Pipa Bocor, Warga BSD Alami Gangguan Air Mati sejak Senin Dini Hari

Megapolitan
KPU Buka Pendaftaran PPK Buat Pilkada DKI 2024, Ini Tahapan dan Syaratnya

KPU Buka Pendaftaran PPK Buat Pilkada DKI 2024, Ini Tahapan dan Syaratnya

Megapolitan
Serangan Mendadak ODGJ pada Pemilik Warung di Koja, Korban Kaget Tiba-tiba Didatangi Orang Bergolok

Serangan Mendadak ODGJ pada Pemilik Warung di Koja, Korban Kaget Tiba-tiba Didatangi Orang Bergolok

Megapolitan
Polisi: Pria yang Ditemukan Tewas di Apartemen Tebet Diduga karena Sakit

Polisi: Pria yang Ditemukan Tewas di Apartemen Tebet Diduga karena Sakit

Megapolitan
Tanda Tanya Tewasnya Wanita Hamil di Ruko Kelapa Gading...

Tanda Tanya Tewasnya Wanita Hamil di Ruko Kelapa Gading...

Megapolitan
Waswas Penonaktifan NIK Warga Jakarta, Jangan Sampai Bikin Kekisruhan

Waswas Penonaktifan NIK Warga Jakarta, Jangan Sampai Bikin Kekisruhan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com