"Iya (buat surat pernyataan). Karena saya temukan masih banyak (PNS) yang bohong (isi e-TKD), makanya kami tahan," kata Basuki di Lapangan Monas, Minggu (27/9/2015).
Salah satu contoh kasus penyalahgunaan pengisian e-TKD seperti kegiatan menelaah serta mengikuti rapat. Tak sedikit pegawai yang mengisi mengikuti rapat satu hari penuh. Padahal faktanya pegawai itu hanya beberapa jam mengikuti rapat. Basuki mengaku telah mengevaluasi permasalahan ini berulang kali dan masih saja ada oknum pegawai yang mengisi e-TKD dengan tidak benar.
"Intinya jangan malas dan isi yang benar saja. Kayak misalnya pamdal (pengamanan dalam) di saya kerjanya jaga pintu, ya memang tugasnya jaga pintu kok," kata Basuki.
Selain itu, lanjut dia, pimpinan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) DKI juga harus proaktif melaporkan anak-anak buahnya yang berkinerja baik dan tidak baik. Basuki mengaku sampai mendatangkan ahli dari Surabaya, Gagat, untuk membuat sistem e-TKD ini. Hanya saja, oknum PNS masih banyak yang menyalahgunakan sistem tersebut.
"Sudah dibikin sistem masih dibohongi. Makanya kami mesti evaluasi terus, sistem kan memang begitu," kata Basuki.
Adapun surat pernyataan kinerja itu berdasarkan Instruksi Gubernur Nomor 188 Tahun 2015 tanggal 11 September 2015. Pegawai diminta mengisi identitas nama, Nomor Induk Pegawai (NIP), SKPD, serta jabatan. Di dalam surat tersebut terdapat enam pernyataan. Hal ini, di antaranya, mematuhi aturan TKD sesuai Undang-Undang, akan meningkatkan pelayanan dan kinerja seusai menerima TKD, menginput kinerja dengan sebenar-benarnya, mengembalikan TKD ke kas daerah jika terbukti salah menginput kinerja dan siap dikenakan sanksi. Kemudian pegawai menandatangani dengan materai Rp 6.000 serta tercantum tandatangan Basuki.