Maryani (67), penghuni lantai 5 Tower B rusunawa Jatinegara Barat, mengaku terpaksa pindah dari Kampung Pulo meskipun rusunawa itu memiliki berbagai fasilitas.
"Dulu di rumah saya bebas bergerak, namun sekarang terbatas. Selama ini saya tidur di lantai karena harus berbagi dengan sepuluh anggota keluarga lainnya," kata Maryani.
Maryani mengaku menghabiskan uang Rp 65 juta saat membangun rumahnya dulu.
"Tapi sekarang digusur, sudah tidak ada. Saya inginnya pindah ke sini dibayar, karena kan pindah ke sini pun pakai uang," katanya.
Saat ini Maryani tinggal di unit dengan dua kamar, satu kamar mandi, dapur, ruang tamu dan tempat tidur yang disatukan.
Hal lain yang membuat ia kurang nyaman tinggal di rusunawa adalah sulit mengobrol. Ia merasa "kehilangan" teman.
"Saat ini saya kan tinggal di Tower B. Nah kebanyakan tetangga yang dulu kenal di Kampung Pulo itu tinggalnya di tower lain dan lantai yang berbeda. Jadi saya merasa susah untuk berhubungan sama mereka," ujarnya.
Listrik
Keluhan serupa diucapkan Subur (39), penghungi lantai 2 Tower B. Ia mencari nafkah dengan cara berdagang.
"Saya sudah dua bulan di sini, bayaran air lebih mahal. Selain itu, jualan di kampung dulu lebih rame, sementara di sini banyak saingan," katanya.
Subur mengharapkan saat berdagang ada fasilitas listrik. "Karena banyak kan pedagang yang ingin jualan jus atau nasi, tapi karena tidak ada listrik jadi susah," sebutnya.
Ditemui terpisah, penanggun jawab Tower B, Sarkim, mengatakan pihaknya sedang mengurusi masalah ketersediaan listrik bagi pelanggan tersebut.
"Saya sekarang lagi menyediakan penyedia meteran itu siapa, termasuk dilaporkan ke dinas, kemarin baru menghubungi penyedia dan insya Allah dua minggu lagi sudah ada," sebutnya.
Kangen rumah
Perasaan kangen rumah dulu pun menyelimuti Berri (70), penghuni di Tower B. "Saya enggak betah di sini, karena apa-apa bayar. Jadi, dulu waktu penggusuran rumah saya ga dibayar, padahal dijanjiin dibayar," sebutnya.
Penghuni lain, Oneng (72) mengaku terpaksa tinggal di rumah barunya.
"Saya merasa terpaksa pindah ke sini. Waktu ditunggu di RT, terus kantor lurah, urus KTP dan administratif, langsung digusur. Rumah yang dulu gede, digantinya sama yang kecil. Saya enggak nyaman dan sedih rumah digusur," katanya.
Berri ingin ada kompensasi dari pihak pemerintah.
"Saya ingin dipindahin ke sini tapi kasih uang pesangon, dua tiga juta kek, biar warga sreg," jelasnya.
Oneng mengaku telah tinggal di Kampung Pulo sebelum Indonesia merdeka.
"Karena sudah lama, saya susah meninggalkan yang dulu. Walau pun banjir tapi tetap lebih enak yang dulu karena bisa saling sosialisasi dekat dengan warga," jelasnya.
Berri juga menyatakan tak betah karena sulit bersosialisasi.
"Enggak kayak dulu, semua serba dekat. Sekarang harus nunggu dulu. Kalau mau ngobrol harus turun dulu nungguin ada kenalan yang turun dari lift," sebutnya.
"Apalagi di sini sudah enggak muat lagi. Temen saya bilang rumah lu kaya kandang burung. Padahal dulu gede," kata Berri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.