Hal itu terjadi setelah Pemerintah Provinsi DKI memutus kontrak kerja sama dengan pengelola TPST Bantargebang, PT Godang Tua Jaya (GTJ).
Kini, Pemprov DKI telah melayangkan SP 1 kepada PT GTJ.
"Jadi patokan kami sederhana saja, kalau ada swasta bisa lakukan (pekerjaan) dengan baik, ya kami ngapain pusing? Kami mau ambil alih karena kamu wanprestasi," kata Basuki, di Balai Kota, Rabu (4/11/2015).
Daripada Pemprov DKI terus mengalokasikan tipping fee atau biaya pengangkutan sampah yang meningkat tiap tahunnya, lebih baik DKI mengambil alih pengelolaan sampah.
Basuki berkaca pada keputusannya untuk swakelola alat berat di sungai-sungai. Dahulu, lanjut dia, sungai-sungai di Jakarta penuh sampah hingga kasur.
Pemprov DKI kemudian menyewa alat berat dari swasta dan swasta tidak mengerjakan tugasnya dengan baik.
"Wanprestasi enggak itu swastanya? Orang mana tahu (kalau pembersihan sungai itu) swasta (yang kerjakan)? Orang-orang bilang Gubernurnya goblok karena (sungai) kotor kan. Jadi kalau nanti (pengelolaan sampah Bantargebang) saya ambil alih, Bekasi mau marahin saya atau apa, saya akan hadapi," kata Basuki.
Kepala Dinas Kebersihan DKI Isnawa Adji menjelaskan, ada beberapa langkah yang akan diambil jika pengelolaan sampah di TPST Bantargebang dilakukan dengan sistem swakelola.
Contohnya dengan merekrut sekitar 444 orang sebagai pekerja harian lepas (PHL) yang akan mendapatkan honor sesuai UMP.
Kemudian Dinas Kebersihan DKI akan menganggarkan jasa pengelolaan sampah di TPST Bantargebang sebesar Rp 372,763 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.