Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rakyat Kecil yang Terdampak Lebih Dulu

Kompas.com - 06/11/2015, 15:17 WIB
Oleh: HARRY SUSILO dan C WINDORO ADI

Da’i Supriyana (28) mengusap matanya yang tampak lelah.

Sopir truk sampah DKI Jakarta itu baru saja tidur sekitar dua jam di dalam truknya yang diparkir di areal Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Bantargebang, Kota Bekasi.

Sudah tiga hari terakhir Da’i kurang istirahat.

”Harus disempatin tidur karena pasti begadang di truk. Habis antrenya lama banget untuk masuk sini,” ujar Da’i yang ditemui di areal TPST Bantargebang, Kamis (5/11) siang.

Da’i berangkat Rabu (4/11) malam, sekitar pukul 20.30, dari Jalan Perintis Kemerdekaan, Jakarta Timur, dengan mengangkut sekitar 20 ton sampah.

Dua jam kemudian, ia tiba di Jalan Raya Narogong, Bantargebang.

Di lokasi, antrean truk yang hendak memasuki areal TPST sudah mencapai 1 kilometer.

Alhasil, Da’i harus antre sekitar 2,5 jam untuk tiba di lokasi penimbangan sampah di pintu masuk TPST Bantargebang.
Setelah itu, Da’i harus kembali menunggu giliran bongkar muat sampah di dalam TPST.

Hingga selesai bongkar muatan sampah, Da’i harus menunggu sejak pukul 01.30 hingga pukul 11.00, sekitar 9,5 jam!

Da’i mengaku, ini pengalaman bongkar muatan sampah terlama yang pernah ia rasakan selama 1,5 tahun menjadi sopir truk sampah DKI Jakarta.

”Masalahnya, saya menunggu di dalam truk juga tak bisa sambil tidur. Baru mau tidur, sudah digedor-gedor karena truk depan sudah mulai jalan. Begitu seterusnya,” ujar Da’i yang mengenakan celana pendek warna jingga dan kaus berkerah.

Sudah tiga hari terakhir ini, kata Da’i, semua truk sampah DKI hanya bisa mengangkut sampah pada malam hari sehingga terjadi penumpukan truk yang hendak masuk TPST Bantargebang dalam waktu hampir bersamaan.

Jalur menuju TPST Bantargebang pun lengang pada siang hari, tetapi macet pada malam hari.

Selama ini, sebagian truk pengangkut sampah DKI Jakarta yang akan menuju TPST Bantargebang melintasi Cileungsi, Kabupaten Bogor, pada pukul 05.00-21.00 dan melintasi Jalan Tol Bekasi Barat pada pukul 21.00-05.00.

Namun, truk-truk tak dapat lagi melintasi Cileungsi setelah dihadang sekelompok warga yang merasa terganggu bau ceceran air sampah (lindi), Senin (2/11).

Jalur Cileungsi dapat kembali dilewati setelah ada kesepakatan antara Pemprov DKI Jakarta dan Pemerintah Kabupaten Bogor, Rabu sore.

Namun, truk-truk sampah hanya diizinkan melintas pada pukul 21.00- 05.00. Akibatnya, terjadi penumpukan truk di malam hari.

Kerja 19 jam

Setelah kesepakatan baru itu, Da’i yang biasanya mengangkut sampah pada siang hari pun harus berganti waktu menjadi malam hari.

Biasanya, Da’i mulai mengangkut sampah pukul 07.00 dan selesai bongkar muatan pada pukul 14.00. Namun, kini, Da’i mulai bekerja pukul 16.00 dan baru selesai pukul 11.00 keesokan harinya.

Kendati harus bekerja 19 jam, Da’i dan kawan-kawan tak mendapat uang lembur.

Sebaliknya, dia malah harus merogoh pengeluaran tambahan untuk biaya makan selama menunggu di dalam TPST Bantargebang.

”Biasanya saya hanya makan sekali sehari sekitar Rp 15.000, sekarang harus makan tiga kali sehari di dalam TPST Bantargebang. Pulang ke rumah hanya mampir mandi dan ganti baju,” ucap Da’i yang digaji Rp 2,7 juta per bulan ini.

Sopir-sopir lain pun mengalami hal sama. Saat ditemui di sejumlah lokasi di Jakarta Barat, Kamis, wajah sopir-sopir truk sampah itu tampak pucat karena kurang tidur dan belum sempat pulang ke rumah.

Tersendatnya pengangkutan sampah ke Bantargebang juga menyebabkan berkurangnya rit mereka, dan konsumsi solar truk bertambah 10 liter per hari. Biaya tambahan tersebut dipikul sendiri oleh para sopir.

”Sejak hari Minggu, saya dan kawan-kawan sopir lain cuma bisa mengangkut sampah satu rit saja, padahal biasanya kami bisa mengangkat sampah dua rit. Pendapatan untuk satu rit Rp 25.000,” kata Agus Priyasejati, sopir truk sampah yang ditemui di Kompleks Perumahan DPU RW 004, Tegal Alur, Cengkareng, Jakbar, Kamis sore.

Sophian (33), sopir lain di Kecamatan Kebon Jeruk, mengeluhkan konsumsi solar yang bertambah.

”Kalau biasanya untuk satu rit bolak balik satu truk menghabiskan 30 liter solar, sekarang karena mutar-mutar enggak karuan, konsumsi solar bertambah 10 liter,” ucapnya.

Keluhan pemulung

Selain para pengemudi truk, para pemulung di TPST Bantargebang pun mengeluhkan perubahan waktu operasi. Salah satunya Ratim (35), yang penghasilannya turun lebih dari 50 persen.

Biasanya, Ratim meraup Rp 90.000 per hari dari hasil memulung dua kuintal sampah plastik. Tiga hari terakhir, Ratim hanya memperoleh Rp 45.000 per hari untuk satu kuintal sampah plastik.

“Bagaimana mau dapat banyak, truk sampahnya enggak ada yang datang siang,” ungkap Ratim yang bekerja pada pukul pukul 06.00-17.00.

Ratim khawatir penghasilannya tak kunjung membaik. Alasannya, dari penghasilan Rp 90.000 per hari, dia bisa menyisihkan Rp 400.000 per bulan untuk dikirimkan kepada istri dan anaknya di kampungnya di Indramayu, Jawa Barat.

”Kalau penghasilannya turun terus, gimana mau kirim uang untuk anak-istri, buat makan saja susah,” ucap Ratim mengontrak kamar kos dekat Bantargebang.

Da’i dan Ratim memiliki harapan serupa, yakni kisruh sampah segera berakhir sehingga penghasilan dan pola hidup mereka kembali normal.

----------

Artikel ini sebelumnya ditayangkan di harian Kompas edisi Jumat, 6 November 2015, dengan judul "Rakyat Kecil yang Terdampak Lebih Dulu".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Terjebak Semalaman, 7 Jasad Korban Kebakaran 'Saudara Frame' di Mampang Berhasil Dievakuasi

Terjebak Semalaman, 7 Jasad Korban Kebakaran "Saudara Frame" di Mampang Berhasil Dievakuasi

Megapolitan
Meledaknya Alat Kompresor Diduga Jadi Penyebab Kebakaran Toko Bingkai di Mampang

Meledaknya Alat Kompresor Diduga Jadi Penyebab Kebakaran Toko Bingkai di Mampang

Megapolitan
Serba-serbi Warung Madura yang Jarang Diketahui, Alasan Buka 24 Jam dan Sering 'Video Call'

Serba-serbi Warung Madura yang Jarang Diketahui, Alasan Buka 24 Jam dan Sering "Video Call"

Megapolitan
7 Korban yang Terjebak Kebakaran di Toko Bingkai Mampang Ditemukan Meninggal Dunia

7 Korban yang Terjebak Kebakaran di Toko Bingkai Mampang Ditemukan Meninggal Dunia

Megapolitan
Runtuhnya Kejayaan Manusia Sampan yang Kini Dekat dengan Lubang Kemiskinan Ekstrem

Runtuhnya Kejayaan Manusia Sampan yang Kini Dekat dengan Lubang Kemiskinan Ekstrem

Megapolitan
Kondisi Terkini Kebakaran Saudara Frame Mampang, Api Belum Dinyatakan Padam Setelah 11 Jam

Kondisi Terkini Kebakaran Saudara Frame Mampang, Api Belum Dinyatakan Padam Setelah 11 Jam

Megapolitan
Anak-anak Belanjakan THR ke Toko Mainan, Pedagang Pasar Gembrong Raup Jutaan Rupiah

Anak-anak Belanjakan THR ke Toko Mainan, Pedagang Pasar Gembrong Raup Jutaan Rupiah

Megapolitan
Petantang-petenteng Sopir Fortuner yang Ngaku Anggota TNI: Bermula Pakai Pelat Dinas Palsu, Kini Terancam Bui

Petantang-petenteng Sopir Fortuner yang Ngaku Anggota TNI: Bermula Pakai Pelat Dinas Palsu, Kini Terancam Bui

Megapolitan
Polisi Usut Laporan terhadap Pendeta Gilbert Lumoindong atas Dugaan Penistaan Agama

Polisi Usut Laporan terhadap Pendeta Gilbert Lumoindong atas Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Asap Masih Mengepul, Damkar Belum Bisa Pastikan Kapan Pemadaman Toko Bingkai di Mampang Selesai

Asap Masih Mengepul, Damkar Belum Bisa Pastikan Kapan Pemadaman Toko Bingkai di Mampang Selesai

Megapolitan
Momen Lebaran, Pelanggan Borong Mainan sampai Rp 1 Juta di Pasar Gembrong Jatinegara

Momen Lebaran, Pelanggan Borong Mainan sampai Rp 1 Juta di Pasar Gembrong Jatinegara

Megapolitan
Tengah Malam, Api di Toko Bingkai Mampang Kembali Menyala

Tengah Malam, Api di Toko Bingkai Mampang Kembali Menyala

Megapolitan
Polisi Bakal Periksa Pelapor dan Saksi Kasus Dugaan Penipuan Beasiswa Doktoral ke Filipina

Polisi Bakal Periksa Pelapor dan Saksi Kasus Dugaan Penipuan Beasiswa Doktoral ke Filipina

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Jumat 19 April 2024 dan Besok: Siang ini Hujan Sedang

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Jumat 19 April 2024 dan Besok: Siang ini Hujan Sedang

Megapolitan
Terdengar Ledakan Keras Sebelum Toko Bingkai di Mampang Terbakar

Terdengar Ledakan Keras Sebelum Toko Bingkai di Mampang Terbakar

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com