Sistem PTSP ini sebenarnya sudah dilaksanakan di DKI Jakarta sejak 2013 dengan Jakarta Timur sebagai proyek percontohan.
Namun, baru pada 2 Januari 2015, pemerintah provinsi membentuk instansi khusus yang disebut Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP).
Institusi yang menyatukan 518 layanan perizinan dan non-perizinan ini bertujuan agar semua pelayanan bisa dilaksanakan serta selesai pada satu tempat yang sama.
Tiga bulan setelah diresmikan, Gubernur DKI Jakarta sempat menyatakan pengurusan izin masih saja lambat.
Banyak keluhan yang masuk yang menyebutkan masih ada petugas teknis PTSP yang berlaku tidak adil, seperti pengukuran lahan untuk izin pembangunan yang masih membutuhkan waktu berbulan-bulan.
Kerja sama dengan instansi lain, misalnya Badan Pertanahan Nasional Provinsi DKI Jakarta, dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan kecepatan layanan.
Lewat hasil jajak pendapat, September lalu, hampir separuh responden yang dihubungi melalui telepon menilai layanan BPTSP yang kini memiliki 318 gerai ini sudah baik.
Bahkan, satu dari enam warga DKI menyebut kinerja lembaga yang hingga Oktober lalu sudah mengeluarkan 3 juta izin itu sangat baik.
"Top 5"
Jika dibandingkan, beberapa wilayah mendapat penilaian positif yang menonjol. Misalnya, Jakarta Utara.
Tiga dari empat warga kota ini memberikan tanggapan positif pada pelayanan terpadu yang ada di daerah mereka. Acungan jempol ini bukannya tanpa dasar.
Penghargaan "Top 5" (poin tertinggi) diberikan oleh BPTSP terhadap tiga lokasi pelayanan PTSP di kota ini, yakni di Rawa Badak Utara, Rawa Badak Selatan, dan Krukut.
Selain itu, tiga PTSP ini juga dilengkapi tempat laktasi untuk ibu menyusui, TV kabel, dan mesin digital untuk survei kepuasan masyarakat.
Kinerja PTSP di Jakarta Timur, kota yang menjadi percontohan PTSP sejak 2013, sangat signifikan.
Pada BPTSP tingkat provinsi sudah ada delapan perizinan yang menerapkan program satu hari selesai (one day service) yang melayani pengurusan surat izin usaha jasa konstruksi (SIUJK) hingga izin tenaga kerja asing.
Sayangnya, sosialisasi layanan ini minim. Kurangnya sosialisasi sedikit banyak berimbas terhadap sedikitnya masyarakat yang memanfaatkan.
Hanya satu dari lima responden yang pernah mencoba layanan ini. Padahal, menurut hampir 60 persen responden yang pernah memanfaatkan PTSP, waktu yang dibutuhkan untuk pengurusan izin bisa berkurang drastis.
Sebanyak 12,1 persen responden menilai layanan perizinan dan non-perizinan saat ini bebas pungli serta biayanya jelas.
Kecepatan pelayanan
Dukungan positif dari warga DKI Jakarta ini bisa menjadi motivasi perbaikan untuk mencapai tiga prioritas layanan BPTSP, yakni meminimalkan keluhan (zero complaint) dan keterlambatan (zero delay) serta layanan prima (100% service excellent).
BPTSP DKI mencatat, pada Juni ada 218 keluhan, kemudian pada September turun menjadi 83 keluhan (Kompas, 19 Oktober 2015).
Selain sosialisasi jenis-jenis layanan baru, satu dari tiga responden juga menyoroti perlunya peningkatan kecepatan petugas dalam melayani kebutuhan warga di masa mendatang.
Sekelompok warga yang lain menyarankan adanya sistem administrasi dokumen yang lebih efisien dan petugas yang lebih ramah agar layanan PTSP lebih prima.
Antrean juga perlu diatur demi kenyamanan warga dan petugas. Seperti yang diungkapkan Sherly (24) yang merasa terganggu oleh antrean yang tidak teratur. "Antrean belum rapi", cerita warga Jakarta Utara itu.
(SUSANTI A SIMANJUNTAK/LITBANG KOMPAS)
------------
Artikel ini sebelumnya ditayangkan di harian Kompas edisi Rabu, 11 November 2015, dengan judul "Apresiasi Warga untuk Layanan Terpadu".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.