Jumat siang, Komisi A DPRD Kota Bekasi memanggil pengelola TPST Bantargebang, PT GTJ dan PT NOEI, untuk menjelaskan perjanjian kerja sama pengelolaan sampah di TPST Bantargebang.
Dalam pertemuan itu terungkap, sejumlah pelanggaran yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta terhadap perjanjian kerja sama mengenai sampah dengan Pemkot Bekasi tak semuanya merupakan kewajiban pengelola.
Ariyanto mencontohkan, kewajiban Pemprov DKI yang hingga kini belum terlaksana adalah pembangunan sumur pantau, pembuatan talud di Sungai Ciasem yang seharusnya 3 kilometer baru terealisasi 1,8 km, pembangunan Jalan Pangkalan Lima, penyediaan obat-obatan, dan pembangunan instalasi pipa ke sumur artesis.
Sementara tanggung jawab pengelola yang belum dipenuhi adalah pembangunan zona penyangga (buffer zone) dan teknologi gasifikasi yang diproyeksikan bisa memproduksi listrik 9,6 megawatt.
Ketua Dewan Pakar Wahana Lingkungan Hidup Indonesia DKI Jakarta Bagong Suyoto menilai, belum dibangunnya zona penyangga berupa barisan pohon yang membatasi TPST Bantargebang dengan permukiman menunjukkan pengolahan sampah di TPST masih mencemari lingkungan.
"Seharusnya TPST tertutup dan terpisah dengan permukiman," ucapnya. (MKN/ILO)
-------
Artikel ini sebelumnya ditayangkan di harian Kompas edisi Sabtu, 14 November 2015, dengan judul "Dua Skenario Bantargebang".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.