”Selain tindakan represif dengan penegakan hukum, kami minta agar Pemprov DKI dan PD Pasar Jaya turut mencegah. Kami berkali-kali mengungkap kasus sejak tiga tahun lalu, tetapi para pemalsu ini muncul lagi beroperasi di Pasar Pramuka,” kata Kepala Subdirektorat Umum/Kejahatan dengan Kekerasan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Herry Heriawan, Minggu (22/11).
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya segera akan berbicara dengan Gubernur DKI Jakarta terkait hal itu.
Akhir pekan ini, Herry dan anak buahnya menangkap tujuh pemilik kios di Pasar Pramuka Pojok, Jalan Salemba Raya, yang memalsukan berbagai macam dokumen negara. Mereka adalah TH, NI alias JL, MA, KAR, JUN alias J, IK alias I, dan AA.
Kios-kios itu berkedok sebagai percetakan atau tempat pengetikan, tetapi mereka memalsukan KTP, ijazah, akta pendirian perusahaan, kartu keluarga, akta nikah, surat cerai, buku rekening, hingga kartu garansi bank.
Polda Metro mencatat, sepanjang 4-21 September, mereka telah menangkap 57 orang yang diduga pemalsu. Para pemalsu beraksi tersebar di 30-35 kios di Pasar Pramuka.
Menurut Herry, tersangka menyewa kios dari pengelola Rp 1,5 juta per bulan. Ada puluhan kios di tempat itu, tetapi sebagian tutup atau penyewanya kabur saat digerebek. ”Kami menerima order (pemalsuan) dokumen apa saja. Tarifnya mulai Rp 200.000, kalau ijazah Rp 900.000,” kata salah satu tersangka.
Herry menyebutkan, berbagai kejahatan, terutama penipuan dan kejahatan siber, yang telah diungkap Ditreskrimum hampir semuanya berkaitan dengan kegiatan pemalsuan dokumen di Pasar Pramuka.
Pihaknya, kata Herry, telah menangkap pelaku phishing, tersangka orang Rusia, Ukraina, dan negara lain. Mereka membuat data palsu untuk pembuatan rekening penampung hasil kejahatan di tempat ini. ”Kemudian modus ’mama minta pulsa’ dan modus bikin dokumen palsu untuk menampung hasil kejahatan,” ujarnya.
Hasil pemeriksaan polisi, sebagian pemalsu bekerja sama dengan sejumlah orang untuk mendapatkan blangko dokumen asli yang kosong. Blangko itu dibeli dari DN yang buron seharga Rp 25.000-Rp 200.000 per lembar.
Para pemesan dokumen berasal dari Jakarta dan sejumlah daerah di Indonesia. ”Ada yang pesan dari Makassar, ada juga dokumen seperti ijazah universitas di Sumatera,” ungkapnya.
Dari para tersangka, polisi menyita dokumen palsu, seperti ijazah, kartu garansi bank, senilai Rp 4 miliar, KTP, akta pendirian perusahaan, transkrip nilai, juga kartu keluarga. Polisi juga menyita komputer, pemindai, dan printer. (RAY)
Artikel ini telah terbit di harian Kompas edisi 23 November 2015, di halaman 15 dengan judul "Tertibkan Pasar Pramuka".