Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Daripada Angkutan Umum Motor Dilarang, Mending Perketat Jumlah Kendaraan Pribadi"

Kompas.com - 18/12/2015, 08:45 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Perhubungan melarang ojek ataupun taksi yang berbasis dalam jaringan atau daring (online) beroperasi karena dinilai tidak memenuhi ketentuan sebagai angkutan umum.

Namun, bagi pengguna ojek berbasis aplikasi kebijakan ini dianggap tidak tepat untuk kondisi sekarang.

Pipit (24), warga Cililitan, Jakarta Timur ini berpendapat dari pada melarang angkutan umum motor berbasis aplikasi, lebih baik pemerintah menurutnya membatasi jumlah kendaraan pribadi yang memenuhi ibu kota.

"Daripada angkutan umum motor dilarang mending jumlah kendaraan pribadi aja yang dibatasi atau diperketat," kata Pipit kepada Kompas.com, di Jakarta, Jumat (18/12/2015).

Pipit menilai, kebijakan membatasi angkutan umum jenis motor (ojek online) justru tidak melihat masalah kebutuhan transportasi masyarakat ibu kota yang tinggi.

Sementara angkutan umum jumlahnya kurang, kendaraan pribadi justru berkembang pesat melebihi segala jenis transportasi umum.

"Jumlah kendaraan pribadi mobil dan motor lebih banyak dari pada angkutan umum apapun bentuknya," ujar Pipit.

Kemunculan ojek online, lanjut dia, justru membantu warga seperti dirinya. Apalagi menghadapi kemacetan di sana jam sibuk.

Moda transportasi seperti bus transjakarta menurutnya masih kurang efisien dari sisi waktu di jam sibuk.

"Kalau naik busway dari Cililitan misalnya, aku sampe (Jalan) Tendean itu bisa 1,5 jam. Tapi kalau naik ojek, cuma 30-45 menit di jam sibuk," ujar Pipit.

Pelanggan ojek aplikasi lainnya, Rizal (26), mengatakan, kurang setuju dengan kebijakan dari Kemenhub ini. Seharusnya, Kemenhub mengatasi dulu masalah angkutan umum di Ibu Kota.

"Apa jaminan buat kita kalau naik angkutan umum? Penuh sesak, desak-desakan, macet, belum lagi kalau celaka karena sopir ugal-ugalan. Kalau naik ojek online, kita enggak desak-desakan dan macet masih bisa nyelip-nyelip," ujar Rizal.

Rizal berpendapat masyarakat sekarang butuh angkutan yang praktis, mudah, dan cepat. Langkah itu yang menurutnya harus dipikirkan.

Jika Kemenhub mau melarang ojek online, kata Rizal, kebijakan itu juga harus bisa diterapkan kepada ojek pangkalan.

"Kalau gitu semua ojek dilarang saja sekalian. Bakalan banyak yang kehilangan pekerjaan," ujar Rizal.

Sama seperti pengguna ojek aplikasi lainnya, Yayan (28), mengungkapkan kebijakan itu dinilai tidak tepat untuk saat ini.

Apalagi kondisi sekarang layanan angkutan umum yang ada lebih banyak yang belum memadai dari sisi kenyamanan.

"Saran saya angkutan umum dibuat nyaman dululah, lebih manusiawi. Baru jumlahnya diperbanyak. Saya yakin masyarakat mau beralih kok dari kendaraan pribadi kalau angkutannya nyaman dan efisien," kata Yayan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Nasib Jesika Jadi Korban Kebakaran Toko di Mampang, Baru 2 Hari Injakkan Kaki di Jakarta

Nasib Jesika Jadi Korban Kebakaran Toko di Mampang, Baru 2 Hari Injakkan Kaki di Jakarta

Megapolitan
Kejati DKI Belum Terima Berkas Perkara Firli Bahuri Terkait Dugaan Pemerasan terhadap SYL

Kejati DKI Belum Terima Berkas Perkara Firli Bahuri Terkait Dugaan Pemerasan terhadap SYL

Megapolitan
Belajar dari Kasus Sopir Fortuner Arogan, Jangan Takut dengan Mobil Berpelat Dinas...

Belajar dari Kasus Sopir Fortuner Arogan, Jangan Takut dengan Mobil Berpelat Dinas...

Megapolitan
7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' di Mampang Telah Dipulangkan

7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" di Mampang Telah Dipulangkan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] 7 Orang Tewas Terjebak Kebakaran Toko Saudara Frame | Serba-serbi Warung Madura yang Jarang Diketahui

[POPULER JABODETABEK] 7 Orang Tewas Terjebak Kebakaran Toko Saudara Frame | Serba-serbi Warung Madura yang Jarang Diketahui

Megapolitan
3 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' di Mampang adalah ART

3 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" di Mampang adalah ART

Megapolitan
Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Megapolitan
4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

Megapolitan
Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Megapolitan
Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran 'Saudara Frame' Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran "Saudara Frame" Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Megapolitan
Melawan Saat Ditangkap, Salah Satu Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditembak Polisi

Melawan Saat Ditangkap, Salah Satu Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditembak Polisi

Megapolitan
Uang Korban Dipakai 'Trading', Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Uang Korban Dipakai "Trading", Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mengaku Siap Dipenjara

Megapolitan
Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Siswa SMP yang Gantung Diri di Palmerah Dikenal Aktif Bersosialisasi di Lingkungan Rumah

Megapolitan
Identitas 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' Berhasil Diidentifikasi

Identitas 7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" Berhasil Diidentifikasi

Megapolitan
Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Sebesar Rp 22 Miliar Tak Hanya untuk Perbaikan, tapi Juga Penambahan Fasilitas

Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Sebesar Rp 22 Miliar Tak Hanya untuk Perbaikan, tapi Juga Penambahan Fasilitas

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com