Ronny mengatakan, hal tersebut bisa menunjukkan kepribadian Afif.
"Dari rahang dagunya itu, dia ciri-ciri yang memiliki percaya diri yang tinggi," ujar Ronny dalam bedah buku Manajemen Sekuriti Indonesia karangan mantan Kapolri, Jenderal Polisi (Purn) Awaloedin Djamin, di Hotel Borobudur, Jalan Lapangan Banteng, Rabu (20/1/2016).
Ronny memperhatikan, cara Afif memegang senjata juga tidak profesional. Hal ini menunjukkan bahwa Afif tidak sering memegang senjata. Afif juga berjalan lebih cepat daripada yang lain.
Apa arti semua itu?
Ronny menjelaskan, dengan kondisi kacau seperti kemarin, Afif sebenarnya bisa secara acak menembaki masyarakat yang berada di sekitarnya. Namun, hal itu tidak dilakukan Afif.
Bukan menembaki warga, Afif alih-alih memilih mencari polisi. Ronny mengatakan, hal ini jelas menunjukkan bahwa polisi menjadi target aksi mereka.
Kemudian, Ronny menjelaskan arti dari cara berjalan Afif yang cepat tetapi tenang. Menurut Ronny, itu menandakan bahwa Afif suka menghadapi tantangan.
Dia berjalan cepat, menandakan dia fokus terhadap tujuan dan tidak terpengaruh pada kekacauan di sekitarnya.
Bagaimana bisa ada orang yang tenang dalam situasi itu? Ronny mengatakan, hal ini dilakukan karena idelogi yang dimiliki Afif, yaitu cinta kematian.
"Rupanya itu. Dia memang lebih fokus pada jihadnya bahwa, menurut dia, orang di luar dia kafir semua. Jadi, perkembangan jiwanya yang berfungsi membedakan mana baik dan salah, itu dimasuki oleh paham yang salah. Makanya, dia gandrung akan kematian," ujar Ronny.
Kondisi ini berbeda dengan polisi yang menjadi lawan teroris kemarin. Seprofesional apa pun, termasuk dalam memegang senjata, kata Ronny, polisi tetap diajarkan untuk mengutamakan keselamatan nyawa sendiri. Ini tidak seperti Afif cs yang tidak profesional, tetapi berani mati.
Kondisi tersebutlah yang membuat Afif begitu percaya diri melakukan aksinya.
"Dia itu cinta kematian. Makin cepat mati, makin tenang dia. Beda sama polisi yang masih mengutamakan keselamatan," ujar Ronny.
Teror di kawasan Jalan MH Thamrin itu mengenai 33 orang. Dari jumlah itu, delapan orang meninggal dunia dan 25 orang terluka.
Pelaku teridentifikasi berjumlah empat orang dan meninggal semua. Para pelaku masing-masing bernama Sunakim alias Afif, Dian Juni Kurniadi, Ahmad Muhazan bin Saron, dan Muhammad Ali. Empat jenazah masih disemayamkan di RS Polri Bhayangkara.
Pasca-teror, Densus 88 menangkap 13 orang. Belakangan, dipastikan, hanya delapan orang yang terkait dengan teror tersebut. Sisanya terkait perkara lain, yakni kepemilikan senjata api ilegal.