Bahrun Naim merupakan anggota ISIS yang diduga menjadi dalang aksi teror di Jalan MH Thamrin, pekan lalu. Ronny mengatakan wajah Bahrun Naim terlihat tidak simetris.
"Dilihat dari jarak mata kiri dan kanan, wajahnya itu tidak simetris. Saya lihat dari wajahnya Bahrun Naim bahwa tidak toleran dengan orang lain," kata Ronny dalam bedah buku Manajemen Sekuriti Indonesia karangan Mantan Kapolri Jenderal (Purn) Awaloedin Djamin di Hotel Borobudur, Jalan Lapangan Banteng, Rabu (20/1/2016).
Ronny mengatakan, dari wajah terlihat bahwa Bahrun Naim mudah merasa terganggu dengan hal-hal kecil.
Dia orang yang teliti terhadap semua hal dan memiliki pemahaman yang baik terhadap bidang yang dia minati.
Jika minatnya adalah dalam hal terorisme, artinya Bahrun Naim memiliki pemahaman yang baik soal hal ini.
Namun, sifatnya yang mudah terganggu dengan hal-hal kecil membuat Bahrun Naim terlatih untuk belajar menenangkan diri. Termasuk menenangkan diri dalam situasi genting yang berkaitan dengan kegiatan terorisme.
"Sehingga juga punya kemampuan menenangkan diri di hampir segala situasi. Hampir mirip juga dengan Afif," ujar Ronny. (Baca juga: Analisis Kriminolog tentang Gerak Gerik Afif Saat Jadi "Koboi" Bom Thamrin)
Sebelumnya, Ronny menjelaskan cara berjalan Afif yang cepat namun tenang ketika melakukan aksi koboi di Thamrin. Menurut dia, itu menandakan bahwa Afif suka menghadapi tantangan.
Dia berjalan cepat menandakan dia fokus terhadap tujuan dan tidak terpengaruh kepada kekacauan di sekitarnya.
Selain itu, Ronny juga mengatakan, Bahrun Naim termasuk orang yang intens melibatkan emosi di setiap situasi yang dia hadapi. Namun di lain kesempatan, Bahrun Naim bisa tiba-tiba menjadi pendiam.
Teror di kawasan Jalan MH Thamrin itu mengenai 33 orang. Dari jumlah itu, delapan orang meninggal dunia dan 25 orang mengalami luka.
Pelaku teridentifikasi berjumlah empat orang dan meninggal semuanya. Para pelaku masing-masing bernama Sunakim alias Afif, Dian Juni Kurniadi, Ahmad Muhazan bin Saron, dan Muhammad Ali. Empat jenazah masih disemayamkan di RS Polri Bhayangkara.
Pascateror, Densus 88 menangkap 13 orang. Belakangan, dipastikan hanya delapan orang yang terkait dengan teror tersebut. Sisanya terkait perkara lain, yakni kepemilikan senjata api ilegal.