Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Temu Atasi Polemik "Normalisasi"

Kompas.com - 25/01/2016, 15:03 WIB
JAKARTA, KOMPAS - Upaya merekayasa sungai di Jakarta bukan baru sekarang saja dilaksanakan. Sekitar seabad silam, upaya-upaya telah dilakukan, bahkan di era sebelumnya.

Semua usaha itu utamanya bertujuan untuk menanggulangi banjir yang terbiasa menyambangi Jakarta setiap musim hujan tiba.

Fakta tersebut terungkap dalam diskusi "Jakarta Kota Sungai" yang diselenggarakan Kompas, Selasa (19/1).

Hadir dalam diskusi itu Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama; Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Mudjiadi; Sekretaris Umum Masyarakat Sejarawan Indonesia Restu Gunawan; pakar tata kota dari Universitas Tarumanagara, Suryono Herlambang; Kepala Puslitbang BMKG yang juga Vice Chair Working Group I IPCC Edvin Aldrian; serta peneliti dan pemerhati Ciliwung, Ernan Rustiadi dari P4W IPB. Laporan terkait diskusi akan diterbitkan berseri mulai hari ini, Senin (25/1), hingga Jumat (29/1).

Rekayasa sungai di masa lampau dilaksanakan dengan pola yang mirip dengan saat ini. Sungai dibelokkan, disodet agar kawasan tertentu terhindar dari sergapan genangan. Permukiman dan lahan milik warga dibebaskan untuk pembangunan.

Penggusuran dilakukan dengan pembayaran ganti rugi hak atas tanah. Perlawanan juga terjadi, antara lain, karena tidak cocok antara penetapan harga dari pemerintah dan perhitungan kerugian warga.

"Ada sebagian warga yang digusur dan pindah ke tempat lain. Perlawanan warga karena tergusur pun sempat bergulir lama, seperti yang terjadi di masa sekarang. Itu terjadi misalnya saat pengerjaan Kanal Barat," kata Restu.

Pasca kekuasaan Belanda, penanggulangan banjir berjalan lambat. Namun, setidaknya dalam lima tahun terakhir, ditandai dengan terselesaikannya Kanal Timur, proyek penataan sungai-sungai di Jakarta kembali dikebut.

Istilah normalisasi mulai sering disebut yang secara visual terlihat dari pelebaran, pengerukan kali, dan penurapan beton vertikal disertai kelengkapan fasilitas jalan inspeksi sungai.

"Dari tahun 1930-an saat penduduk Batavia 500.000 orang sampai sekarang mencapai 10 juta jiwa, kok, nyaris tidak ada perbedaan pada proyek pembangunan untuk atasi banjir. Seperti Kanal Timur, sodetan ke Kanal Timur, sampai sempat sebelumnya ada usulan Deep Tunnel. Semua juga dengan penggusuran warga dan penggunaan beton masif. Apakah yang sekarang dilakukan tetap akan bertahan untuk kelanjutan Jakarta nantinya?" kata Restu lagi.

Ernan menegaskan, beton yang kedap air menutup kesempatan proses meresapnya air ke dalam tanah untuk mengisi kembali cadangan air tanah. Habitat biota sungai akan kesulitan hidup dan berkembang biak.

Di luar masalah lingkungan, ujar Suryono, program normalisasi sungai mengundang resistensi di kalangan aktivis karena nyaris tidak ada proses partisipasi warga di dalamnya.

Normalisasi dimaknai dengan lebih dominannya pendekatan teknikal, terutama menghadapi ancaman banjir yang "hanya" terjadi 2-3 bulan dalam setahun.

"Penanggulan tepi sungai menjadi program utama. Namun, relasi warga dan sungai makin jauh, bahkan secara visual. Dalam jangka panjang, apabila tidak dilanjutkan dengan program penataan ruang tepian air yang menghubungkan warga dengan sungai, memori warga Jakarta tentang sungai akan makin terkubur dan tradisi kota tepian air tak tumbuh," tuturnya.

Kritik pendekatan "normalisasi" bukan hanya pada penanganan 13 sungai lama, melainkan juga proyek Kanal Timur yang baru beberapa tahun ini selesai dibangun.

Proyek-proyek normalisasi lebih menyerupai pembangunan drainase besar menuju ke laut ketimbang membangun ruang tepian air baru di Jakarta.

Penataan area air dan tepian air di Jakarta lebih ideal jika menjadi jalan mewujudkan semangat Jakarta Baru yang dulu diusung Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama saat berduet maju memimpin Ibu Kota.

Semangat, yang diharapkan terus dipegang Basuki saat menggantikan Jokowi, diyakini lebih memihak dan adil bagi warga kebanyakan.

Bukan hanya pengembang yang mendapatkan keuntungan akibat peningkatan nilai lahan dari penataan itu, kata Suryono, pemerintah Jakarta diharapkan membuka kesempatan yang sama bagi warga dan komunitas yang tinggal di sepanjang tepian air.

Diperlukan kearifan untuk membangun kota tidak sekadar berdasar perencanaan ruang, tetapi juga keadilan ruang.

"Program konsolidasi lahan dan insentif intensitas bangunan untuk permukiman tepian air yang terdampak langsung proyek perlu difasilitasi dan didukung," kata Suryono.

Prioritas amankan kota

Basuki dan Mudjiadi menolak jika normalisasi dinilai tidak memanusiakan manusia.

"Kalau kita pindah mereka (warga bantaran) ke tempat tidak layak, itu melanggar HAM. Tetapi, ini disediakan rumah susun sederhana sewa. Anak-anaknya diberi Kartu Jakarta Pintar, angkutan umum gratis," kata Basuki.

Basuki menegaskan, pada 2016 ini ada waktu hingga menjelang akhir tahun untuk mengerjakan program penanggulangan banjir.

"Ini karena dari BMKG curah hujan tahun ini katanya tidak terlalu tinggi. Namun, di tahun depan, bisa terjadi cuaca ekstrem. Menghadapi itu, kami coba siapkan sebaik mungkin. Bukan masalah di tahun 2017 ada pilkada lagi," katanya.

Karena itu, ia tegaskan, program normalisasi terus berjalan, baik untuk sungai, situ, waduk, saluran, maupun semua infrastruktur terkait. Partisipasi dan aspirasi warga ataupun kalangan aktivis akan ditampung juga dilaksanakan, asalkan realistis serta bisa cepat dilakukan.

Mudjiadi menegaskan, program normalisasi sungai saat ini dikejar lebih ke sisi produktifnya. Tinggi turap, lebar kali, dan pengerukan diperhitungkan benar sesuai kalkulasi luapan ekstrem sungai di target proyek.

Kini, kata Mudjiadi, memang dicoba mengembalikan ke ukuran awal. Namun, dengan tingkat kepadatan hunian di bantaran, itu tidak bisa maksimal dilakukan.

Lebar sungai akan dimaksimalkan sebanyak lahan bantaran yang bisa dibebaskan. Sungai terpaksa diturap tegak lurus karena jika dibuat miring menyerupai aslinya tidak ada lagi lahan tersedia.

Entah berapa bangunan, hunian, kampung, dan infrastruktur seperti jalan yang harus dibebaskan.

"Walaupun jauh dari ideal, kami harapkan nanti air kali bisa lebih bagus sehingga bisa dijadikan air baku. Selanjutnya, baru menuju sungai bersih. Sampah dibersihkan dari kali. Ini tentu dengan bantuan masyarakat dan komunitas-komunitas," tambah Mudjiadi.

Untuk saat ini, Kementerian PUPR menegaskan, normalisasi di kawasan kota pendekatannya teknik sipil, di daerah rural area baru ekohidrolik.

Namun, di beberapa tempat di kota akan dibuat sungai alami. Saat ini disediakan 10 titik untuk ruang hijau terbuka di mana penerapan ekohidrolik diberlakukan.

"Temanya mau apa monggo kita isi. Kita mintanya 10 lokasi itu dikelola melalui CSR dan bahwa itu milik publik. Jangan nanti ada lagi yang mengokupasi," kata Mudjiadi.

Celah adaptasi

Adanya rencana membuat sungai alami meski di beberapa titik saja cukup menerbitkan harapan.

Namun, menyambung pendapat Suryono terkait keadilan ruang, Restu mengingatkan, meski sebagian besar penghuni bantaran adalah pendatang yang tak memiliki budaya hidup di sungai, berbagai bentuk adaptasi telah tercipta dan mengakar selama puluhan tahun.

"Mereka membangun rumah-rumahnya yang meskipun semipermanen hingga 2-3 lantai. Barang berharga dan barang elektronik selalu diletakkan aman dari jangkauan terjangan banjir. Ini satu bentuk adaptasi," katanya.

Bagi Restu, adaptasi warga itu menjadi bekal dan sarana awal titik temu untuk menata sungai dengan mengurangi potensi konflik.

Tentu masalah kesehatan juga sosial dan estetika kota menjadi pekerjaan rumah besar yang harus diurai dan dicari solusinya jika ingin memberikan peluang mengembangkan budaya kota tepian air di Jakarta. (NELI TRIANA)

--------

Artikel ini sebelumnya ditayangkan di harian Kompas edisi Senin, 25 Januari 2016, dengan judul "Titik Temu Atasi Polemik Normalisasi"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

ODGJ yang Serang Kakaknya di Cengkareng Pakai 'Cutter' juga Lukai Warga Rusun

ODGJ yang Serang Kakaknya di Cengkareng Pakai "Cutter" juga Lukai Warga Rusun

Megapolitan
Ini Tata Cara Lapor Domisili agar NIK Tidak Dinonaktifkan

Ini Tata Cara Lapor Domisili agar NIK Tidak Dinonaktifkan

Megapolitan
Kunjungi Posko Pengaduan Penonaktifan NIK di Petamburan, Warga: Semoga Tidak Molor

Kunjungi Posko Pengaduan Penonaktifan NIK di Petamburan, Warga: Semoga Tidak Molor

Megapolitan
Penyesalan Kekasih Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading, Minta Maaf Tinggalkan Korban Saat Tengah Pendarahan

Penyesalan Kekasih Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading, Minta Maaf Tinggalkan Korban Saat Tengah Pendarahan

Megapolitan
Seorang Pria Peluk Paksa Gibran yang Sedang Berkunjung di Rusun Muara Jakarta Utara

Seorang Pria Peluk Paksa Gibran yang Sedang Berkunjung di Rusun Muara Jakarta Utara

Megapolitan
Warga Bekasi Jadi Korban Pecah Kaca Mobil Saat Sedang Makan Soto di Kemang Pratama

Warga Bekasi Jadi Korban Pecah Kaca Mobil Saat Sedang Makan Soto di Kemang Pratama

Megapolitan
Gibran Janji Dorong Pemerataan Pembangunan di Seluruh Indonesia

Gibran Janji Dorong Pemerataan Pembangunan di Seluruh Indonesia

Megapolitan
Kondisi Rumah Galihloss Mendadak Sepi Setelah Dugaan Penistaan Agama Mencuat, Tetangga: Mereka Sudah Pergi

Kondisi Rumah Galihloss Mendadak Sepi Setelah Dugaan Penistaan Agama Mencuat, Tetangga: Mereka Sudah Pergi

Megapolitan
Polisi Temukan 'Tisu Magic' dan Lintah Papua di Kamar Kos Perempuan yang Tewas di Pulau Pari

Polisi Temukan "Tisu Magic" dan Lintah Papua di Kamar Kos Perempuan yang Tewas di Pulau Pari

Megapolitan
Video Pencurian Mesin 'Cup Sealer' di Depok Viral di Media Sosial

Video Pencurian Mesin "Cup Sealer" di Depok Viral di Media Sosial

Megapolitan
Posko Aduan Penonaktifan NIK di Petamburan Beri Sosialisasi Warga

Posko Aduan Penonaktifan NIK di Petamburan Beri Sosialisasi Warga

Megapolitan
Ketua RW Syok Galihloss Ditangkap Polisi Terkait Kasus Penistaan Agama

Ketua RW Syok Galihloss Ditangkap Polisi Terkait Kasus Penistaan Agama

Megapolitan
Selain Sepi Pembeli, Alasan Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Pepaya karena Pasokan Berlimpah

Selain Sepi Pembeli, Alasan Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Pepaya karena Pasokan Berlimpah

Megapolitan
SDA DKI Bangun 5 Polder Baru dan Revitalisasi 2 Pompa 'Stasioner' untuk Tanggulangi Banjir

SDA DKI Bangun 5 Polder Baru dan Revitalisasi 2 Pompa "Stasioner" untuk Tanggulangi Banjir

Megapolitan
Gibran Kunjungi Rusun Muara Baru, Warga: Semoga Bisa Teruskan Kinerja Jokowi

Gibran Kunjungi Rusun Muara Baru, Warga: Semoga Bisa Teruskan Kinerja Jokowi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com