Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rumah Milik Guru Besar FIB UI Ini Dipermasalahkan Selama 28 Tahun

Kompas.com - 05/02/2016, 18:17 WIB
Andri Donnal Putera

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Meskipun membeli tanah dan membangun rumahnya secara sah, Profesor Soenarjati Djajanegara masih harus berkutat memperjuangkannya karena digugat oleh seseorang yang tak dia kenal, dr S, sejak tahun 1988.

Guru Besar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia yang sudah berusia 82 tahun itu awalnya membeli kavling melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Departemen P dan K)pada tahun 1965, lalu mendirikan rumah dan menempatinya sejak tahun 1980 hingga saat ini.

"Seperti departemen-departemen lain, Departemen P dan K pada tahun 1965 memberikan kesempatan kepada karyawannya untuk membeli tanah. Sebagai seorang karyawan, bersama ratusan karyawan lain, saya beli satu kavling seluas 500 meter persegi seharga Rp 150.000," kata Soenarjati saat ditemui Kompas.com di kediamannya, Jumat (5/2/2016).

Soenarjati lalu menempati rumahnya. Delapan tahun kemudian, tahun 1988, dr S datang mengaku bahwa tanah di wilayah itu adalah miliknya. Kepada Soenarjati, dr S memperlihatkan bukti sertifikat miliknya, dan mengajak Soenarjati berkompromi agar rumahnya dapat dimiliki dr S.

"Setelah berulang kali saya menolak, dia menuntut saya di pengadilan. Anehnya, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan tuntutannya. Saya dinyatakan bersalah karena bertindak melawan hukum," tutur Soenarjati.

Saat itu, kuasa hukum Soenarjati pun naik banding dan minta agar diadakan sidang lokasi. Permintaan itu dikabulkan, kemudian diketahui bahwa dokumen milik dr S sama sekali berbeda.

Banding di Pengadilan Tinggi pun dimenangi oleh Soenarjati, dan gugatan dr S ditolak.

Masalah tidak selesai sampai di sana. Pada Juli 1999, Soenarjati menerima surat keputusan Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan bahwa dirinya kalah dalam perkara ini, dan diminta untuk mengosongkan rumah dalam waktu delapan hari.

Soenarjati terpaksa berupaya memohon peninjauan kembali (PK) kepada MA sesuai prosedur.

"Pertengahan 2001, saya menemukan lokasi yang disebut dalam sertifikat dr S dan menemukan dua orang yang bersedia jadi saksi. Temuan itu disampaikan ke MA sebagai novum dan bahan pertimbangan dalam proses PK," ujar Soenarjati.

Namun, pada 23 Agustus 2002, ada surat pemberitahuan dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menyebutkan bahwa MA menolak PK, dan Soenarjati dinyatakan kalah.

Andri Donnal Putera Tampak rumah Soenarjati Djajanegara yang berlokasi di Jalan Pendidikan 1, Bintaro, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Jumat (5/2/2016).

Waktu berjalan terus hingga Soenarjati baru-baru ini kembali dihubungi oleh seseorang yang mengaku sebagai anak dr S, yakni E.

"Dia bilang, rumah ini harus dikosongkan. Saya tidak habis pikir, bagaimana bisa, saya beli rumah ini, ada dokumen resmi, tetapi saya diminta pergi. Sudah 36 tahun saya tinggal di sini, mau ke mana kalau saya bukan tinggal di sini?" ucap dia.

Kompas.com sudah mencoba menghubungi E. Namun, belum ada jawaban dari yang bersangkutan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bisakah Beli Tiket Masuk Ancol On The Spot?

Bisakah Beli Tiket Masuk Ancol On The Spot?

Megapolitan
Keseharian Galihloss di Mata Tetangga, Kerap Buat Konten untuk Bantu Perekonomian Keluarga

Keseharian Galihloss di Mata Tetangga, Kerap Buat Konten untuk Bantu Perekonomian Keluarga

Megapolitan
Kajari Jaksel Harap Banyak Masyarakat Ikut Lelang Rubicon Mario Dandy

Kajari Jaksel Harap Banyak Masyarakat Ikut Lelang Rubicon Mario Dandy

Megapolitan
Datang Posko Pengaduan Penonaktifkan NIK di Petamburan, Wisit Lapor Anak Bungsunya Tak Terdaftar

Datang Posko Pengaduan Penonaktifkan NIK di Petamburan, Wisit Lapor Anak Bungsunya Tak Terdaftar

Megapolitan
Dibacok Begal, Pelajar SMP di Depok Alami Luka di Punggung

Dibacok Begal, Pelajar SMP di Depok Alami Luka di Punggung

Megapolitan
Ketua DPRD DKI Kritik Kinerja Pj Gubernur, Heru Budi Disebut Belum Bisa Tanggulangi Banjir dan Macet

Ketua DPRD DKI Kritik Kinerja Pj Gubernur, Heru Budi Disebut Belum Bisa Tanggulangi Banjir dan Macet

Megapolitan
Rampas Ponsel, Begal di Depok Bacok Bocah SMP

Rampas Ponsel, Begal di Depok Bacok Bocah SMP

Megapolitan
“Semoga Prabowo-Gibran Lebih Bagus, Jangan Kayak yang Sudah”

“Semoga Prabowo-Gibran Lebih Bagus, Jangan Kayak yang Sudah”

Megapolitan
Ketua DPRD: Jakarta Globalnya di Mana? Dekat Istana Masih Ada Daerah Kumuh

Ketua DPRD: Jakarta Globalnya di Mana? Dekat Istana Masih Ada Daerah Kumuh

Megapolitan
Gerindra dan PKB Sepakat Berkoalisi di Pilkada Bogor 2024

Gerindra dan PKB Sepakat Berkoalisi di Pilkada Bogor 2024

Megapolitan
Anggaran Kelurahan di DKJ 5 Persen dari APBD, F-PKS: Kualitas Pelayanan Harus Naik

Anggaran Kelurahan di DKJ 5 Persen dari APBD, F-PKS: Kualitas Pelayanan Harus Naik

Megapolitan
Mobil Mario Dandy Dilelang, Harga Dibuka Rp 809 Juta

Mobil Mario Dandy Dilelang, Harga Dibuka Rp 809 Juta

Megapolitan
Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura di Jakpus Prediksi Pendapatannya Bakal Melonjak

Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura di Jakpus Prediksi Pendapatannya Bakal Melonjak

Megapolitan
Periksa Kejiwaan Anak Pembacok Ibu di Cengkareng, Polisi: Pelaku Lukai Tubuhnya Sendiri

Periksa Kejiwaan Anak Pembacok Ibu di Cengkareng, Polisi: Pelaku Lukai Tubuhnya Sendiri

Megapolitan
Fahira Idris Paparkan 5 Parameter Kota Tangguh Bencana yang Harus Dipenuhi Jakarta sebagai Kota Global

Fahira Idris Paparkan 5 Parameter Kota Tangguh Bencana yang Harus Dipenuhi Jakarta sebagai Kota Global

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com