Meski terlihat sederhana, kue keranjang mengandung makna mendalam, yakni simbol harmonisasi keluarga.
Kue bundar itu melambangkan lingkaran keluarga yang selalu lengket, awet, dan menjalin hubungan mesra nan manis.
Situs Kuekeranjang.org menyebutkan, kue keranjang memiliki nama asli nian gao atau ni-kwe.
Kue ini disebut juga kue tahunan karena hanya dibuat setahun sekali menjelang tahun baru Imlek.
Disebut kue keranjang karena dicetak dalam sebuah keranjang.
"Dulunya kami menggunakan keranjang dari anyaman bambu. Namun, karena (keranjang bambu) sulit dicari dan harganya mahal, kami menggantinya dengan keranjang dari plastik," papar Ny Siti Lauw atau Lauw Nyim Keng (91) di rumahnya di Jalan Lio Baru, Neglasari, Kota Tangerang, Rabu (3/2).
Lauw adalah salah satu pembuat kue keranjang tertua di Tangerang.
Kue keranjang selalu dicari orang setiap menjelang perayaan Imlek. Kue ini terbuat dari beras ketan putih dan gula pasir.
Tepung beras yang diaduk dengan gula pasir itu diletakkan dalam wadah keranjang kecil bundar beralaskan daun pisang dan selanjutnya dikukus.
Selain suguhan untuk keluarga dan tamu, kue ini juga digunakan dalam ritual persembahyangan. Untuk persembahyangan, kue ini disusun berbentuk seperti menara.
"Kue keranjang yang terdiri dari tiga susun ini khusus untuk persembahan kepada dewa atau Tuhan. Sementara kue dengan susun tujuh dan sembilan untuk persembahan kepada leluhur," tutur Lauw, yang masih bisa berkomunikasi di usianya itu.
Sebulan sebelumnya
Setiap sebulan menjelang Imlek, gudang dan dapur Ny Lauw Tua, sebutan bagi Siti Lauw, selalu berdenyut dari subuh hingga sore hari.
Puluhan pekerja, yang sebagian besar perempuan, memenuhi gudang depan rumah, tempat pengolahan beras ketan.
Di tempat ini, mereka menyangrai beras ketan, menumbuk, dan mengayak hingga beras itu menjadi tepung.
"Kami mulai bekerja menyangrai beras sejak pukul 03.00. Istirahat siang dan sambung lagi sore pukul 15.00. Malam pulang ke rumah," kata Umi (55), warga Kampung Melayu, Kabupaten Tangerang. Ia sudah bekerja di tempat itu sejak 20 tahun lalu.
Di gudang di belakang rumah terdapat empat ruangan luas yang dipakai untuk memasak dodol, mengukus kue keranjang, dan mengemas dua jenis kue itu.
Lauw mengatakan, ia menekuni usaha kue keranjang sejak 1962 ketika sudah berkeluarga dan memiliki anak.
Saat itu, suaminya, Ouw Thio Hio, bekerja sebagai pengawas di sebuah gudang dengan gaji pas-pasan. Mereka pun harus menghidupi delapan anak.
Dengan berbekal resep dari sang mertua, Lauw merintis usaha tersebut.
"Awalnya, saya hanya ikut membantu mertua membuat kue keranjang. Namun, karena tuntutan ekonomi, saya harus membantu suami mencari pendapatan lain. Makanya, saya mencoba membuat kue keranjang sendiri," tuturnya.
Kue buatan Ny Lauw ini lalu terkenal dan selalu dicari orang, bahkan dari luar kawasan Jabodetabek.
Hingga kini, usaha kue keranjang itu dilanjutkan empat dari 10 anaknya dengan merek dagang berbeda-beda.
Saat ini, kue keranjang dan dodol Ny Lauw Tua masih dicari orang menjelang Imlek dan menjadi salah satu buah tangan khas Kota Tangerang. (PINGKAN ELITA DUNDU)
---------
Artikel ini sebelumnya ditayangkan di harian Kompas edisi Selasa, 9 Februari 2016, dengan judul "Kue Keranjang Ny Lauw yang Selalu Dicari".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.