Pembongkaran dan penataan kawasan bekas prostitusi itu menjadi bagian dari rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menambah jumlah ruang terbuka hijau (RTH) di Ibu Kota.
Meski demikian, pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna, Senin (29/2/2016) di Jakarta, mengatakan, pembongkaran wilayah berpenghuni bukanlah satu-satunya cara untuk menambah jumlah RTH di Jakarta.
RTH yang merupakan kewajiban dari pengembang, misalnya, masih banyak.
Yayat menyebut totalnya bisa mencapai Rp 10 triliun. Itu berdasarkan dari surat izin penunjukan penggunaan tanah (SIPPT) yang sudah diterbitkan sepanjang 1977-2016.
Pengembang memiliki kewajiban menyediakan 20 persen lahan yang mereka bangun untuk fasilitas umum dan fasilitas sosial.
Sebagian pengembang pun masih nakal dan belum membayar utang tersebut. Pemerintah wajib menagih janji itu.
"Pembangunan di sebuah kota harus dilakukan secara adil. Warga yang dibiarkan mendiami tanah negara jangan dicap berdosa. Pindahkanlah mereka secara manusiawi," kata Yayat.
Wali Kota Jakarta Utara Rustam Effendi, kemarin, menyampaikan, setelah bangunan hancur, lahan eks Kalijodo akan segera ditimbun dengan tanah.
Selanjutnya dilakukan pembangunan taman dengan sejumlah fasilitas.
"Kalijodo itu untuk ruang publik, menambah ruang hijau, dan menambah fasilitas taman. Kami juga tidak berhenti di Kalijodo, bangunan di kolong tol, pasar ikan, hingga sempadan sungai di Cilincing akan dikembalikan fungsinya," ucapnya.
Dari data pencitraan detail tata ruang Jakarta pada 2011, RTH di Jakarta Utara seluas 2.901,24 hektar.
Jumlah ini terdiri dari ruang publik dan ruang privat. Luas itu masih jauh dari target RTH yang mencapai 5.438 hektar. Luas total Kalijodo sekitar empat hektar.
Pengembalian kawasan Kalijodo menjadi zona hijau termasuk sebagian dari rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggenjot RTH.
Luas RTH publik Jakarta memang cenderung naik dari 9 persen menjadi 9,98 persen dalam 15 tahun terakhir.