Meskipun hanya beberapa menit, Anna sempat memeluk suaminya yang ditahan setelah diperiksa selama sembilan jam itu.
Ivan ditahan sebagai tersangka kasus dugaan penganiayaan terhadap pembantu rumah tangganya, T (20). (Baca: Ivan Haz Ditahan, PPP Belum Akan Jatuhkan Sanksi).
Kasus ini berawal ketika Ivan dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh T pada 1 Oktober 2015. Ketika itu, T melapor ke Polda Metro Jaya dengan didampingi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Dalam laporan bernomor LP/3933/IX/2015/PMJ/Ditreskrimum, T melaporkan Ivan dan istrinya, Anna, atas tuduhan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Selain dilaporkan ke Polda Metro Jaya, Ivan juga dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR oleh Lembaga Perlindungan Anak dan Perempuan Indonesia (LPAPI).
Putra mantan Wakil Presiden Hamzah Haz ini diduga melakukan penganiayaan terhadap pembantunya itu sejak Juni hingga September 2015.
Puncaknya peristiwa tersebut terjadi di lift Apartemen Ascot pada 29 September 2015. (Baca: Kasusnya Oktober, Kenapa Ivan Haz Baru Diperiksa Sekarang?).
Berdasarkan hasil visum terhadap T, ditemukan tanda-tanda kekerasan di beberapa bagian tubuh korban seperti tangan dan telinganya.
Awalnya, Ivan sempat membantah melakukan penganiayaan terhadap T. Menurut dia, luka yang diderita pembantunya itu karena T mencoba kabur dan melompat dari pagar rumah yang tinggi.
Kendati demikian, pihak kepolisian tetap menindak lanjuti laporan yang dilayangkan T.
Dijebloskan ke penjara
Hingga pada 19 Februari lalu, Polda Metro Jaya mengumumkan penetapan Ivan sebagai tersangka kasus dugaan penganiayaan terhadap pembantu rumah tangga.
Dalam menangani kasus ini, polisi mengaku sempat terkendala mekanisme undang-undang yang mengharuskan penegak hukum mengantongi izin presiden untuk memeriksa anggota Dewan, termasuk Ivan.
Hingga akhirnya, polisi berhasil mengantongi izin Presiden Joko Widodo untuk memeriksa Ivan. Pada 23 Februari lalu, polisi melayangkan panggilan pemeriksaan pertama kepada Ivan.
Namun, Ivan tidak memenuhi panggilan pemeriksaan pertama itu dengan alasan ada urusan pekerjaan dan meminta pemeriksaannya diundur.
Akhirnya pada Senin (29/2/2016) sekitar pukul 10.45 WIB, Ivan hadir di Polda Metro Jaya dengan didampingi oleh kuasa hukumnya, Tito Hananta Kusuma untuk menjalani pemeriksaan sebagai tersangka kasus KDRT.
Setelah menjalani pemeriksaan selama 9 jam, Ivan ditahan di Markas Polda Metro Jaya. (Baca: Kuasa Hukum Sebut 100 Konstituen Ivan Haz Jamin untuk Penangguhan Penahanan).
"Hari ini, setelah gelar perkara dan sebelumnya dilakukan pemeriksaan FS alias IH yang dilakukan Renakta, tadi kami telah melakukan penahanan terhadap yang bersangkutan (mulai) hari ini sampai 20 hari ke depan," ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Krishna Murti di Mapolda Metro Jaya, Senin malam.
Sementara itu, kuasa hukum Ivan, Tito Hananta Kusuma menyampaikan bahwa kasus yang dialami Ivan sebenarnya terjadi karena salah paham. Ia membantah jika Ivan memukul T karena di bawah pengaruh narkoba.
Pihak Ivan pun mengajukan permohonan penangguhan penahanan.
Bukti-bukti menguatkan
Sementara itu, menurut Krishna, Ivan telah mengakui perbuatannya yang menganiaya pembantu rumah tangganya tersebut.
Meskipun demikian, polisi tetap menahan politikus PPP itu karena dikhawatirkan menghilangkan alat bukti, mengulangi perbuatannya, atau melarikan diri.
"Penahanan kami lakukan karena alasan obyektif. Pasal yang disangkakan memenuhi dan alat bukti mencukupi. Alasan subyektif, tersangka dikhawatirkan menghilangkan barang bukti, mengulangi perbuatan, dan melarikan diri," sambung Krishna.
Dalam menahan Ivan sebagai tersangka, polisi juga mengaku memiliki lima alat bukti yang menguat sangkaan tersebut.
Salah satu bukti yang dikantongi polisi adalah rekaman CCTV peristiwa penganiayaan.
"Keterangan saksi cukup, keterangan ahli, beberapa dokumen yang kita kaitkan, barang bukti CCTV, keterkaitan dengan petunjuk ada kesesuaian antara keterangan saksi dokumen dan keterangan ahli, ditambah keterangan terdakwa dari proses penyelidikan," papar Krishna.
Akibat dari perbuatannya, Ivan dijerat Pasal 44 ayat 1 dan 2 serta Pasal 45 UU No 23 Tahun 2004 dengan ancaman penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp 30 juta.