KOMPAS.com — Sebagai politisi yang berminat untuk bertarung pada Pilkada DKI Jakarta 2017 untuk memperebutkan kursi DKI 1, Yusril Ihza Mahendra sebenarnya terlalu berbaik hati.
Bukannya menyimpan senjata pamungkas pada saat pendaftaran bakal calon gubernur dan wakilnya dimulai, tetapi dia sudah mengumbar hal itu sejak awal melalui pernyataan terbuka.
Pernyataan yang dimaksud adalah saat mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia ini mengatakan bahwa persyaratan KTP dukungan untuk maju lewat jalur independen bukan hanya ditujukan untuk calon gubernur saja, melainkan juga untuk calon wakil gubernur.
Mau ngumpulin fotokopi KTP tiga juta pun, kata Yusril, kalau belum ada pasangannya harus diulang lagi.
Pernyataan Yusril disampaikan pada Senin 22 Februari 2016 di Jakarta dan dikutip sejumlah media. Pakar hukum tata negara itu juga menyitir peraturan KPU, tetapi tidak menyebut nomor peraturannya.
Pertanyaannya, benarkah apa yang dikemukakan Yusril tersebut? Apa reaksi Gubernur Basuki Tjahaja Purnama yang akrab disapa Ahok saat membaca atau mendengar pernyataan salah satu penantangnya itu?
Pertanyaan ini penting dijawab, khususnya oleh Ahok dan sukarelawannya, Teman Ahok, yang konon mampu mengumpulkan fotokopi satu juta KTP dari sekitar tujuh juta pemilih pada bulan Maret ini, persyaratan yang jauh lebih dari cukup dari persyaratan yang telah diturunkan Mahkamah Konstitusi, yakni 523.000 fotokopi KTP saja.
Semula, undang-undang menyebutkan fotokopi KTP yang harus dikumpulkan 7,5 persen dari 10 juta jumlah penduduk DKI alias 750.000. Asumsinya, dengan jumlah fotokopi satu juta KTP, Ahok akan aman melenggang sebagai calon gubernur petahana dari jalur independen yang tidak diusung partai politik.
Namun, sebentar, apa yang dikatakan Yusril itu patut dikaji dan direnungkan kembali.
Dengan pernyataan Yusril itu, mau tidak mau fotokopi KTP yang sudah berhasil dikumpulkan, bahkan kalau jumlahnya mencapai tiga juta pun, sebagaimana Yusril katakan, harus diulang kembali dari awal.
Bukankah ini pekerjaan berat karena dengan demikian Ahok harus menggandeng dulu pasangannya baru kemudian mencari dukungan lewat pengumpulan fotokopi KTP baru sebagaimana yang disyaratkan.
Lantas, bagaimana sesungguhnya bunyi undang-undang atau peraturan soal KTP bagi calon gubernur independen ini? Mari kita simak bunyi pasalnya di bawah ini:
Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi undang-undang menyebutkan, "Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai calon gubernur dan calon wakil gubernur jika memenuhi syarat dukungan dengan ketentuan..."
Terdapat lima ketentuan dimaksud, yakni karena jumlah penduduk DKI Jakarta antara enam juta hingga 12 juta sebagaimana termaktub dalam poin c, maka harus didukung paling sedikit 7,5 persen.
Sementara itu, ayat (2) adalah ketentuan untuk calon perseorangan untuk calon bupati dan wali kota beserta wakilnya.