Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pepih Nugraha
Wartawan dan Blogger

Wartawan biasa yang hidup di dua alam media; media lama dan media baru

Sulit Dipercaya, Parpol Kalah oleh Relawan pada Pilkada DKI Jakarta

Kompas.com - 11/03/2016, 17:56 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Boleh jadi, beberapa relawan yang tergabung dalam Teman Ahok kelak bakal menjadi "penumpang gelap" juga sebagaimana yang sudah terjadi pada pemerintahan Jokowi yang kemudian dikritik pedas oleh Megawati itu.

Namun, bukankah urusan Ahok tidak terkait langsung dengan PDI-P kecuali wakil gubernur Ahok saat ini memang orang PDI-P? Benar bahwa pada Pilkada 2012, Joko Widodo diusung PDI-P sebagai calon gubernur. Akan tetapi, bukankah Ahok diusung partai lain, dalam hal ini Gerindra?

Kemudian, bukankah belum ada "deal" apa-apa antara Ahok dan PDI-P kecuali kesediaan PDI-P menyediakan kendaraan politik bagi Ahok untuk maju ke Pilkada DKI Jakarta sebelum dihentikan Teman Ahok? Lalu, kenapa istilah deparpolisasi dimunculkan kembali?

Konteks Megawati saat menangkap sinyal adanya gerakan deparpolisasi itu jelas, yakni adanya "penyusup" atau "penumpang gelap" dalam wujud relawan yang menduduki tempat strategis di pemerintahan yang seharusnya diduduki orang-orang partai. PDI-P tidak mau hal itu terulang kembali dalam Pilkada DKI jika pertarungan itu dimenangkannya.

Namun, ketika Teman Ahok memaksa Ahok maju dari jalur independen dan bukan jalur partai politik yang kebetulan diincar PDI-P, hal ini sama sekali belum ada kaitannya dengan PDI-P.

Ibarat orang pacaran, hubungannya masih sebatas PDKT (pendekatan) dan belum menyatakan apa-apa, belum berikrar apa pun, apalagi sampai pada ijab kabul membentuk ikatan. Lantas, mengapa dikatakan deparpolisasi?

Menjadi terjawab mengapa partai-partai politik lainnya tidak menanggapi deparpolisasi yang digaungkan PDI-P ini. Sebab, parpol-parpol lain belum "ngebet" menyatakan dukungan kepada Ahok.

Ibarat pacaran, PDI-P mungkin terlalu GR "tembakan"-nya bakal mudah diterima. Namun, tatkala ditampik gara-gara manuver Teman Ahok, patah hatilah dia. Itu sekadar perumpamaan, jangan sensi!

Meski sulit, mengelola kegeraman atau "kemarahan" akibat patah hati ini bisa positif juga bagi PDI-P. Setidak-tidaknya, PDI-P harus segera menyiapkan bakal calon gubernur dan pasangannya dari sekarang yang secara elektabilitas mampu mengalahkan Ahok-Heru.

Modal sebagai partai juara tentu tak dapat dianggap enteng. Dengan massa partai yang fanatik dan dengan 28 kursi DPRD dari 106 kursi, PDI-P bisa langsung mengusung kandidat tanpa harus berkoalisi. Sebab, ambang batas minimal untuk bisa mengusung calon hanya 21 kursi. Partai lain terpaksa harus saling berkoalisi.

Pekerjaan rumah terbesar PDI-P adalah memilih kandidat itu. Boleh jadi, wakil Ahok sekarang yang dari PDI-P, Djarot Saiful Hidayat, digadang-gadang bakal menjadi calon selain memaksa Wali Kota Tri Rismaharini angkat koper dari Surabaya untuk bertarung di Jakarta.

Bisa juga, sekalian "mengawinkan" Tri-Djarot. Selain mereka, agak sulit mencari figur lain untuk sekadar mengimbangi popularitas Ahok-Heru.

Sikap terlalu reaktif atas keputusan Ahok dan menistakan relawan juga tidak terlalu baik buat PDI-P karena kelak bakal ada pertaruhan partai politik di dalamnya; massa parpol versus relawan.

Apa jadinya kalau partai juara dengan segala kekuatan kalah oleh manuver relawan yang dianggap "penyusup" atau "penumpang gelap" yang tidak berkontribusi terhadap negara ini?

Waktu yang tersisa masih cukup lama. Konstelasi politik jelang pilkada bisa berubah pada saat-saat menentukan. Bisa jadi, PDI-P tetap mengusung Ahok meski kemudian dukungan dilakukan tanpa syarat, sebagaimana yang dilakukan Nasdem dan, belakangan, Hanura.

Membiarkan dan melepas Ahok-Heru maju ke arena tanpa saingan kuat, apalagi sampai memenangi pertarungan, akan menjadi pukulan telak bagi partai politik, khususnya bagi PDI-P.

Hal itu jauh lebih menyakitkan dari sekadar fenomena "penumpang gelap" yang tidak ikut bertarung pada pilpres dan tidak harus head to head dengan massa partai politik.

Persoalannya, pada Pilkada DKI Jakarta ini, "clash" bakal tak terhindarkan antara massa partai politik dan para relawan Teman Ahok, relawan Jaringan Suka Haji Lulung, atau relawan pendukung calon independen lain dalam memperebutkan kursi gubernur dan wakilnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Berniat Melanjutkan Studi ke Filipina, Ratusan Calon Mahasiswa S3 Malah Kena Tipu Puluhan Juta Rupiah

Berniat Melanjutkan Studi ke Filipina, Ratusan Calon Mahasiswa S3 Malah Kena Tipu Puluhan Juta Rupiah

Megapolitan
MRT Lanjut sampai Tangsel, Wali Kota Benyamin: Diharapkan Segera Teralisasi

MRT Lanjut sampai Tangsel, Wali Kota Benyamin: Diharapkan Segera Teralisasi

Megapolitan
Teka-teki Perempuan Ditemukan Tewas di Pulau Pari: Berwajah Hancur, Diduga Dibunuh

Teka-teki Perempuan Ditemukan Tewas di Pulau Pari: Berwajah Hancur, Diduga Dibunuh

Megapolitan
Tragedi Kebakaran Maut di Mampang dan Kisah Pilu Keluarga Korban Tewas...

Tragedi Kebakaran Maut di Mampang dan Kisah Pilu Keluarga Korban Tewas...

Megapolitan
Nasib Jesika Jadi Korban Kebakaran Toko di Mampang, Baru 2 Hari Injakkan Kaki di Jakarta

Nasib Jesika Jadi Korban Kebakaran Toko di Mampang, Baru 2 Hari Injakkan Kaki di Jakarta

Megapolitan
Kejati DKI Belum Terima Berkas Perkara Firli Bahuri Terkait Dugaan Pemerasan terhadap SYL

Kejati DKI Belum Terima Berkas Perkara Firli Bahuri Terkait Dugaan Pemerasan terhadap SYL

Megapolitan
Belajar dari Kasus Sopir Fortuner Arogan, Jangan Takut dengan Mobil Berpelat Dinas...

Belajar dari Kasus Sopir Fortuner Arogan, Jangan Takut dengan Mobil Berpelat Dinas...

Megapolitan
7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' di Mampang Telah Dipulangkan

7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" di Mampang Telah Dipulangkan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] 7 Orang Tewas Terjebak Kebakaran Toko Saudara Frame | Serba-serbi Warung Madura yang Jarang Diketahui

[POPULER JABODETABEK] 7 Orang Tewas Terjebak Kebakaran Toko Saudara Frame | Serba-serbi Warung Madura yang Jarang Diketahui

Megapolitan
3 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' di Mampang adalah ART

3 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" di Mampang adalah ART

Megapolitan
Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Megapolitan
4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

Megapolitan
Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Megapolitan
Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran 'Saudara Frame' Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran "Saudara Frame" Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Megapolitan
Melawan Saat Ditangkap, Salah Satu Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditembak Polisi

Melawan Saat Ditangkap, Salah Satu Komplotan Pencuri Motor di Pesanggrahan Ditembak Polisi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com