JAKARTA, KOMPAS.com — Permasalahan antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan layanan sewa taksi, Uber, bagai benang kusut yang belum terurai. Permasalahannya pun masih sama. Uber masih belum mengantongi izin untuk dapat beroperasi di Jakarta.
Sejak tahun 2014 lalu, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama sudah melarang pengoperasian Uber di Ibu Kota. Pasalnya, layanan transportasi berbasis aplikasi itu dianggap tidak bersaing sehat dengan perusahaan taksi resmi. Berbagai promo, kemudahan, serta kenyamanan yang ditawarkan Uber membuat warga beralih kepada Uber.
"Perusahaan taksi yang legal itu kan bayar pajak dan tarif taksi mereka juga disepakati dengan Pemprov (DKI Jakarta). Sekarang, bandingkan dengan perusahaan taksi yang tidak punya izin, tidak bayar pajak, mereka pasti kasih harga lebih murah ke penumpang. Kalau pakai asas keadilan, apa mau membuat semua perusahaan taksi bangkrut?" kata Basuki, medio 2014 lalu.
Basuki mengapresiasi inovasi layanan transportasi berbasis aplikasi yang semakin memudahkan warga. Namun, di sisi lain, Basuki meminta Uber untuk mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta.
Apakah layanan Uber akan menjadi layanan mobil rental atau menjadi taksi, jika ingin mengubah menjadi taksi, mobil-mobil yang tergabung dalam Uber harus didaftarkan ke Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta.
Selain itu, unit mobil pun harus melalui uji kir, penempelan stiker taksi Uber, pembentukan perusahaan dengan izin dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), merumuskan tarif taksi bersama Organda, dan pendaftaran nomor pokok wajib pajak (NPWP).
Sementara itu, pemilik mobil harus membayar pajak penghasilan (PPh) jika ingin menjadikan mobilnya sebagai mobil sewaan.
"Kami setuju kalau ini suatu ide bagus, bisa pesan taksi seperti ini. Tetapi, negara ini negara berlandaskan hukum dan perusahaan harus bayar pajak, masa ambil untung tidak mau bayar pajak," kata Basuki.
Hingga kini, Uber belum juga mendirikan perusahaannya di Indonesia, terutama di Jakarta, sehingga mereka belum melaksanakan kewajibannya untuk membayar pajak.
"Sekarang kalau orang komplain kepada pelayanan taksi ini, ke siapa? Kamu mau komplain-nya ke siapa? Nanti yang disalahin malah kita, DKI. Misalnya, sopirnya psikopat, menculik, dan membunuh lo, nanti salahinnya kita lagi? Makanya, dari segala hal, kamu (Uber) salah," ujar Basuki.