Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahok dan Djarot Saling "Balas Pantun" Soal Aset DKI

Kompas.com - 23/03/2016, 06:55 WIB
Jessi Carina

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Beberapa hari ini, terjadi selisih pendapat antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Syaiful Hidayat. Hal ini bermula ketika Djarot mengomentari kantor relawan pendukung Basuki, "Teman Ahok", yang berdiri di atas lahan Pemprov DKI, di Kompleks Graha Pejaten, Jakarta Selatan.

Djarot menilai kegiatan Teman Ahok di sana tidak menyalahi aturan meski menempati lahan milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Namun, dia menganggap, akan lebih baik jika Teman Ahok bisa menempati tempat lain yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan segala sesuatu terkait pemerintahan di DKI Jakarta.

"Saran saya, sebaiknya (Teman Ahok) cari (tempat) yang lain yang lebih netral, jangan dipakai untuk politik, tetapi secara aturan boleh. Kenapa sih, memang enggak ada yang lain?" kata Djarot kepada pewarta di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (21/3/2016).

Menurut politisi PDI Perjuangan itu, model kerja sama menyewakan aset DKI Jakarta seperti yang dilakukan Teman Ahok adalah business to business. Hal itu disebabkan aset DKI Jakarta di sana sudah dikelola kepada BUMD PT Sarana Jaya dan soal penyewaan diurus oleh pihak ketiga.

Merespons hal ini, Ahok (sapaan Basuki) pun gusar. Dia marah karena Teman Ahok disuruh pindah oleh Djarot. Ahok kemudian menyinggung kantor PDI-P yang banyak menempati lahan milik Pemprov DKI.

Ahok mengatakan, menurut peraturan, partai politik boleh menyewa aset milik Pemprov DKI. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga tidak mempermasalahkan hal ini. Ahok geram karena Djarot mempermasalahkan kegiatan politik yang dilakukan Teman Ahok di lahan Pemprov DKI. 

( Baca: Diminta Pindah Markas, "Teman Ahok" Sebut Djarot Cemburu )

Meski secara peraturan tidak ada yang dilanggar, Djarot menilai, tidak etis jika aset DKI digunakan untuk kegiatan politik bagi Ahok.

"Kalau Pak Djarot merasa ini etika yang dilanggar, kalau gitu Pak Djarot suruh kantor PAC PDI-P pindah dulu, dong, kalau soal etika. Etika kan soal perasaan kan. Kalau aturan, enggak ada yang dilanggar," ujar Ahok.

Djarot pun kembali angkat bicara soal kantor partainya. Ada tiga partai politik yang menyewa lahan milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sejak puluhan tahun lalu. Tiga parpol yang dimaksud adalah Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Demokrasi Indonesia yang sekarang namanya menjadi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).

"Kalau kantor DPC (Dewan Pimpinan Cabang) PDI Perjuangan kan sewa, kalau dulu itu statusnya pinjam-pakai. Itu kan partai politik, institusi. Institusi semua dapat, dulu. Itu juga peninggalan Orde Baru," kata Djarot.

(Baca: Djarot Sebut Kantor Parpol di Lahan Pemprov DKI Itu Peninggalan Orde Baru )

Masing-masing parpol menyewa satu bangunan sebagai kantor cabang di lima wilayah kota di DKI Jakarta. Menurut Djarot, pemerintah zaman dulu sengaja menyediakan lahan yang bisa dipakai oleh parpol untuk melaksanakan kegiatan mereka.

Menurut Djarot, hal itu sebagai bentuk dukungan pemerintah terhadap keberadaan parpol yang merupakan bagian dalam sistem demokrasi yang dianut oleh Indonesia.

"Bahwa partai politik dibutuhkan. Itu sah menurut konstitusi, sebagai tempat rekrutmen penggodokan calon-calon pemimpin, karena proses demokrasi. Jadi, sekarang meneruskan saja," tutur Djarot.

Tetap ingin evaluasi aset

Djarot juga menegaskan tetap ingin mengevaluasi semua aset milik Pemprov DKI Jakarta yang disewakan kepada parpol atau pihak lainnya. Ia tidak khawatir meski aset yang digunakan partainya akan dievaluasi.

"Evaluasi harus, semuanya harus kita evaluasi. Kan saya katakan, tidak pernah pandang bulu semuanya, ya kan," kata Djarot.

Djarot menjelaskan, tiap Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di DKI Jakarta sudah seharusnya melaporkan kegiatan ekonomi yang mereka lakukan, termasuk tentang perjanjian kerja sama yang sewa-menyewa aset Pemprov DKI Jakarta kepada pihak lain. Jika data sudah didapatkan, maka BUMD bisa diaudit oleh auditor independen dan sudah dapat disebut menjalani evaluasi aset.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PDI-P Mulai Jaring Nama Cagub DKI, Ada Ahok, Basuki Hadimuljono hingga Andika Perkasa

PDI-P Mulai Jaring Nama Cagub DKI, Ada Ahok, Basuki Hadimuljono hingga Andika Perkasa

Megapolitan
KTP 8,3 Juta Warga Jakarta Bakal Diganti Bertahap Saat Status DKJ Berlaku

KTP 8,3 Juta Warga Jakarta Bakal Diganti Bertahap Saat Status DKJ Berlaku

Megapolitan
Jasad Perempuan Dalam Koper di Bekasi Alami Luka di Kepala, Hidung dan Bibir

Jasad Perempuan Dalam Koper di Bekasi Alami Luka di Kepala, Hidung dan Bibir

Megapolitan
Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Megapolitan
Polisi: Mayat Dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Polisi: Mayat Dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Megapolitan
Pembunuh Wanita di Pulau Pari Curi Ponsel Korban dan Langsung Kabur ke Sumbar

Pembunuh Wanita di Pulau Pari Curi Ponsel Korban dan Langsung Kabur ke Sumbar

Megapolitan
Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Megapolitan
Warga Duga Ada Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru Seharga Rp 50 Juta oleh Oknum Pengelola

Warga Duga Ada Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru Seharga Rp 50 Juta oleh Oknum Pengelola

Megapolitan
Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pedagang Keluhkan Pembelinya Berkurang

Harga Bawang Merah Melonjak, Pedagang Keluhkan Pembelinya Berkurang

Megapolitan
NIK Ratusan Ribu Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Terancam Dinonaktifkan

NIK Ratusan Ribu Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Terancam Dinonaktifkan

Megapolitan
Wakil Ketua DPRD Niat Bertarung di Pilkada Kota Bogor: Syahwat Itu Memang Sudah Ada...

Wakil Ketua DPRD Niat Bertarung di Pilkada Kota Bogor: Syahwat Itu Memang Sudah Ada...

Megapolitan
Saksi Sebut Hujan Tak Begitu Deras Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Saksi Sebut Hujan Tak Begitu Deras Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Megapolitan
PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

Megapolitan
Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com