JAKARTA, KOMPAS.com - Jalan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk kembali menjadi Gubernur DKI Jakarta menemui jalur berkerikil. Penyebabnnya, relawan pendukung Ahok, "Teman Ahok" dituding menyalahgunakan lahan milik Pemprov DKI.
Markas Teman Ahok berada di Kompleks Graha Pejaten, Jakarta Selatan. Lahan tersebut milik Pemprov DKI Jakarta yang telah diberikan hak pengelolaannya kepada perusahaan pengembang swasta.
Sebelumnya, pengelola lahan tersebut adalah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemprov DKI PD Pembangunan Sarana Jaya. Namun, Sarana Jaya menyebut bahwa pihaknya tidak lagi mengelola kompleks itu sejak November 2012 karena durasi kontrak telah habis.
"Kontrak kami hanya sampai lima tahun, dimulai dari tahun 2007 sampai 2012," kata Direktur pengembangan Sarana Jaya Yoory Pinontoan kepada Kompas.com, Rabu (23/3/2016).
Terkait markas Teman Ahok yang sebelumnya disewa oleh Lembaga Survey Cyrus milik Hasan Nasbi, Yoory mengaku tak tahu mengenai hal itu. Memang, Hasan menyebut pihaknya menyewa lahan tersebut sejak 2012 dimana pengelola bukan lagi Sarana Jaya namun disebut sudah berpindah pengelolaan swasta ke PT Griya Berlian.
Menanggapi masalah ini, Ahok membalas dengan mengatakan banyak partai politik yang juga menggunakan lahan Pemprov DKI, yakni PDI-P, PPP dan Golkar.
Kompas.com mendatangi salah satu kantor DPD Golkar yang disebut Ahok menempati lahan milik DKI tersebut. Berada di Jalan Tanah Tinggi, Johar Baru, Jakarta Pusat, sebuah bangunan bertingkat dua menjadi kantor DPD Tingkat II Golkar.
Koordinator DPD Golkar Jakarta Pusat, Supandi, membenarkan bahwa lahan tersebut merupakan lahan milik DKI. Namun, dirinya mengaku bahwa Pemda DKI sudah menghibahkannya kepada Golkar sejak bertahun-tahun yang lalu.
"Pemda DKI memberikan lahan ini kepada Golkar secara cuma cuma, dan untuk kepentingan partai," kata Supandi.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Syaiful Hidayat sempat menyarankan agar markas Teman Ahok dipindahkan. Menanggapi saran yang dilontarkan Djarot, Juru Bicara Teman Ahok Singgih Widyastomo menyebut, saran tersebut merupakan bentuk kecemburuan Djarot karena tidak dipilih oleh Ahok sebagai Calon Wakil Gubernur untuk Pilkada 2017 mendatang.
"Sebenarnya Ahok Mau Djarot tetap jadi wakilnya.Tetapi dia lebih pilih independen makanya tidak bisa bareng pak Ahok lagi. Mungkin Djarot cemburu tadinya dia mau jadi wakil tapi pak Ahok minta dia independen, apalagi dong masalahnya kalo tidak cemburu," kata Singgih.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.