JAKARTA, KOMPAS.com - Mata Agus (21) tampak lurus ke depan melihat mobil yang melaju dari arah Slipi menuju Semanggi, Rabu (30/3/2016).
Sambil berdiri di pinggiran Jalan Jenderal Gatot Subroto, tangan kiri agus melambai, mengisyaratkan kepada pengendara mobil bahwa ia adalah joki three in one.
"Sudah lama jadi joki ini, sejak saya SMP," kata Agus saat berbincang dengan Kompas.com di Jalan Jenderal Gatot Subroto, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu.
Sejak lulus dari sekolah menengah atas (SMA) tiga tahun lalu, Agus semakin kiat menggeluti profesinya sebagai joki three in one.
Ia mengaku sulit mendapatkan pekerjaan sehingga memilih jadi joki three in one untuk menyambung hidup.
Apalagi Agus mengaku tak memiliki keterampilan sehingga semakin sulit mendapatkan pekerjaan.
Warga Palmerah ini tak tahu harus melakukan pekerjaan apa jika three in one dihapuskan. (Baca: Ahok: Kalau Perlu, Bulan Depan "Three in One" Dihapus).
"Harapannya dapat dikasih lapangan pekerjaan yang layak, minimal cleaning service juga saya kerjakan kok," kata Agus yang setiap harinya mendapat Rp 50.000 dari hasil menjadi joki ini.
Senada dengan Agus, Deri (25), mengatakan bahwa ia menjadi joki untuk mencari penghasilan tambahan.
Selama ini, Deri menajdi sopir angkot Tanah Abang-Kebayoran Lama.
"Joki ini sebenarnya penghasilan tambahan dan iseng," kata Deri.
Ia pun mengaku pasrah apabila Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menghapuskan three in one.
"Kita kan rakyat biasa, terima saja. Mudah-mudahan, setelah dihapus, kita-kita dapat kerjaan layak lah dari pemerintah," ungkap Deri.
Menghindari Razia
Tak lama berselang, Deri beserta joki lainnya tampak lari tunggang-langgang.