Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 04/04/2016, 10:05 WIB

KOMPAS.com - Selama satu dasawarsa terakhir, wacana reklamasi Teluk Jakarta semakin kencang. Berbagai kebijakan pemerintah muncul, ada yang melarang, tetapi tak jarang melegalkan reklamasi.

Belakangan, wacana tersebut menguat, dihadirkan dengan mengusung tujuan mulia menambah luasan Jakarta sebagai antisipasi perkembangan ibu kota negara.

Reklamasi bukan hal baru bagi Jakarta. Kegiatan untuk meningkatkan manfaat sumber daya lahan dengan pengurukan dan pengeringan lahan atau drainase tersebut sudah mulai dilakukan sejak 1980-an.

PT Harapan Indah mereklamasi kawasan Pantai Pluit selebar 400 meter dengan penimbunan. Daerah baru yang terbentuk digunakan untuk permukiman mewah Pantai Mutiara.

Dalam catatan pemberitaan Kompas, PT Pembangunan Jaya melakukan reklamasi kawasan Ancol sisi utara untuk kawasan industri dan rekreasi sekitar tahun 1981.

Sepuluh tahun kemudian, giliran hutan bakau Kapuk yang direklamasi untuk kawasan permukiman mewah yang sekarang dikenal dengan sebutan Pantai Indah Kapuk. Tahun 1995, menyusul reklamasi yang digunakan untuk industri, yakni Kawasan Berikat Marunda.

Saat itu, kegiatan reklamasi di empat lokasi tersebut sudah menimbulkan perdebatan. Sejumlah pihak menuduh reklamasi Pantai Pluit mengganggu sistem PLTU Muara Karang. Diduga, ini terjadi akibat adanya perubahan pola arus laut di areal reklamasi Pantai Mutiara yang berdampak terhadap mekanisme arus pendinginan PLTU.

Tak hanya itu, tenggelamnya sejumlah pulau di perairan Kepulauan Seribu diduga akibat dari pengambilan pasir laut untuk menimbun areal reklamasi Ancol. Namun, dampak negatif tersebut tidak diindahkan. Upaya reklamasi dipilih untuk menambah luas daratan ibu kota negara.

Wiyogo Atmodarminto, Gubernur DKI Jakarta waktu itu, menyatakan reklamasi ke utara Jakarta dipilih karena perluasan ke arah selatan sudah tidak memungkinkan lagi.

Rencana reklamasi seluas 2.700 hektar tersebut pertama kali dipaparkan di hadapan Presiden Soeharto, Maret 1995. Selain untuk mengatasi kelangkaan lahan di Jakarta, proyek reklamasi juga untuk mengembangkan wilayah Jakarta Utara yang tertinggal dibandingkan empat wilayah lain.

Untuk memuluskan rencana tersebut, disahkan Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta dan Perda Nomor 8 Tahun 1995.

Namun, munculnya dua kebijakan ini "menabrak" Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Jakarta 1985-2005. Di dalam dokumen RUTR tersebut tidak disebutkan mengenai rencana reklamasi.

Litbang Kompas -
Litbang Kompas -
Tarik ulur kebijakan

Sejak 1995 tersebut terjadi "perang" aturan antara Pemprov DKI Jakarta dan Kementerian Lingkungan Hidup. Kementerian Lingkungan Hidup dalam berbagai kebijakannya menyebutkan bahwa reklamasi tidak layak dilakukan karena akan merusak lingkungan. Sementara Pemprov DKI Jakarta bersikeras agar reklamasi tetap dilakukan.

Tahun 2003, Kementerian Lingkungan Hidup menyatakan, proyek reklamasi tidak bisa dilakukan karena Pemprov DKI tidak mampu memenuhi kaidah penataan ruang dan ketersediaan teknologi pengendali dampak lingkungan.

Ketidaklayakan tersebut disampaikan dengan SK Menteri Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun 2003 tentang Ketidaklayakan Rencana Kegiatan Reklamasi dan Revitalisasi Pantai Utara.

Surat keputusan tersebut tidak menghentikan langkah Pemprov DKI. Tahun 2007, enam pengembang yang mendapat hak reklamasi menggugat Menteri Lingkungan Hidup ke pengadilan tata usaha negara (PTUN).

Mereka beralasan sudah melengkapi semua persyaratan untuk reklamasi, termasuk izin amdal regional dan berbagai izin lain. PTUN memenangkan gugatan keenam perusahaan tersebut.

Kementerian Lingkungan Hidup lalu mengajukan banding atas keputusan itu, tetapi PTUN tetap memenangkan gugatan keenam perusahaan tersebut.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Paradoks Perayaan Hari Guru dan Mereka yang Diabaikan Kesejahteraannya

Paradoks Perayaan Hari Guru dan Mereka yang Diabaikan Kesejahteraannya

Megapolitan
Antisipatif dan Inovatif, Terobosan Pj Heru Selama Memimpin Jakarta Raih Penghargaan

Antisipatif dan Inovatif, Terobosan Pj Heru Selama Memimpin Jakarta Raih Penghargaan

Megapolitan
Guru SDN Malaka Jaya 10 Digaji Rp 300.000, Walkot Jaktim: Nanti Saya yang Ngomong Salah...

Guru SDN Malaka Jaya 10 Digaji Rp 300.000, Walkot Jaktim: Nanti Saya yang Ngomong Salah...

Megapolitan
Tanam Ribuan Pohon di Pulogadung, Jokowi: Mengatasi Polusi yang Kita Rasakan

Tanam Ribuan Pohon di Pulogadung, Jokowi: Mengatasi Polusi yang Kita Rasakan

Megapolitan
Banjir Rob Berpotensi Terjadi di Pesisir Jakarta hingga 2 Desember 2023

Banjir Rob Berpotensi Terjadi di Pesisir Jakarta hingga 2 Desember 2023

Megapolitan
Wali Kota Jaksel Klaim Anak Asli Manggarai Diam dan Tak Terhasut dalam Tawuran Senin Dini Hari

Wali Kota Jaksel Klaim Anak Asli Manggarai Diam dan Tak Terhasut dalam Tawuran Senin Dini Hari

Megapolitan
Anak di Tangsel 18 kali Diperkosa Ayah Kandungnya hingga Hamil

Anak di Tangsel 18 kali Diperkosa Ayah Kandungnya hingga Hamil

Megapolitan
Mengadu ke DPRD DKI, Warga Keluhkan Usaha Kuliner di Jalan Tulodong Bikin Macet dan Bising

Mengadu ke DPRD DKI, Warga Keluhkan Usaha Kuliner di Jalan Tulodong Bikin Macet dan Bising

Megapolitan
Parpol Pasang Alat Kampanye di Jalan Protokol Bekasi, Bawaslu Bakal Beri Imbauan

Parpol Pasang Alat Kampanye di Jalan Protokol Bekasi, Bawaslu Bakal Beri Imbauan

Megapolitan
Cerita Warga Kampung Tanah Merah 7 Tahun Hidup di Tenda Setelah Digusur Pemerintah

Cerita Warga Kampung Tanah Merah 7 Tahun Hidup di Tenda Setelah Digusur Pemerintah

Megapolitan
Para Pemuda yang Ikut “Gathering” Pemkot Jaksel Diklaim Tak Terlibat Tawuran Terakhir di Manggarai

Para Pemuda yang Ikut “Gathering” Pemkot Jaksel Diklaim Tak Terlibat Tawuran Terakhir di Manggarai

Megapolitan
Damkar DKI Terima Kunjungan Edukasi untuk PAUD hingga SD, Simak Caranya

Damkar DKI Terima Kunjungan Edukasi untuk PAUD hingga SD, Simak Caranya

Megapolitan
IPW: Penahanan Firli Bahuri Sebaiknya Tunggu Hasil Sidang Praperadilan

IPW: Penahanan Firli Bahuri Sebaiknya Tunggu Hasil Sidang Praperadilan

Megapolitan
Ayah di Tangsel Tega Perkosa Anak Kandungnya hingga Hamil

Ayah di Tangsel Tega Perkosa Anak Kandungnya hingga Hamil

Megapolitan
Kasudin: Guru SD di Jaktim yang Digaji Rp 300.000 Pernah Buat Pernyataan Tak Persoalkan Upah

Kasudin: Guru SD di Jaktim yang Digaji Rp 300.000 Pernah Buat Pernyataan Tak Persoalkan Upah

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com