Dalam pemilihan Presiden lalu, kita juga mendengar banyak janji-janji yang sepertinya asal ucap karena hampir tak mungkin dilaksanakan.
Misalnya janji menghapus utang luar negeri dalam 5 tahun, janji menasionalisasi aset asing di Indonesia, hingga janji tidak bagi-bagi kursi untuk partai politik di kabinet.
Walau mustahil dan aneh, toh janji-janji seperti itu tetap dilontarkan sekadar untuk meraih suara. Nikita Khrushchev, pemimpin Uni Sovyet saat itu, pernah berkata: “Politisi itu di mana-mana sama. Mereka berjanji membangun jembatan, meskipun tidak ada sungai di sana.”
Menghadapi janji politik seperti itu, warga sudah semestinya sadar bahwa kita tidak bisa begitu saja percaya pada janji. Warga harus tahu bahwa janji seperti itu hanya berkekuatan moral. Artinya kita hanya bisa mencaci maki politisi yang ingkar janji, tanpa bisa menuntutnya ke pengadilan.
Di lain pihak, pemimpin yang memiliki hati nurani tentu berpikir seribu kali jika tak menepati janjinya. Mereka sebenarnya juga akan rugi karena kehilangan kepercayaan dari warganya, selain dihantui perasaan gagal.
Baik yang berjanji maupun yang menerima janji sebaiknya menyimak kata Paulo Coelho dalam novel The Devil and Miss Prym:
"Pertama-tama kita tidak perlu percaya pada janji-janji. Dunia ini penuh dengan janji : janji tentang kekayaan, keselamatan abadi, cinta tak terbatas. Ada orang-orang yang berpikir mereka bisa menjanjikan apa saja, ada yang percaya begitu saja pada apapun yang bisa menjamin masa depan yang lebih baik. Orang-orang yang membuat janji yang tak dapat ditepati akhirnya merasa tak berdaya dan frustasi, dan nasib yang sama juga menanti orang-orang yang percaya pada janji-janji seperti itu."
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.