Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wisnubrata
Assistant Managing Editor Kompas.com.

Wartawan, penggemar olahraga, penyuka seni dan kebudayaan, pecinta keluarga

Janji Politik, Janji yang Tak Perlu Dipercayai

Kompas.com - 12/04/2016, 08:11 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

Seorang perempuan dengan baju dan kerudung putih bersuara lantang di tengah suasana hiruk pikuk pembongkaran pemukiman di kawasan Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara. Tangannya memegang selembar kertas. Ada tanda tangan Joko Widodo di bagian bawah lembaran itu.

Perempuan yang saya lihat di layar televisi itu menggugat penggusuran yang dilakukan Pemda DKI Jakarta karena tidak sesuai dengan janji Jokowi saat kampanye Pemilihan Gubernur 2012 lalu. Dengan tangan bergetar perempuan itu menunjukkan kertas bertuliskan “Kontrak Politik” dari Joko Widodo, calon gubernur DKI Jakarta 2012-2017, di mana Ahok menjadi wakilnya.

Dalam kontrak bertanggal Sabtu 15 September 2012 itu, Jokowi berjanji akan melibatkan warga dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan penyusunan APBD dari mulai perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan program pembangunan kota.

Pada poin kedua, Jokowi berjanji akan memenuhi dan melindungi hak-hak warga kota. Salah satunya adalah legalisasi kampung ilegal.

Tertulis, “Kampung yang sudah ditempati warga selama 20 tahun dan tanahnya tidak dalam sengketa, maka diakui haknya dalam bentuk sertifikat hak milik.”

Selanjutnya, pada bagian (b) tertulis : "Pemukiman kumuh tidak digusur tapi ditata.”

medsos janji politik jokowi saat maju bersama ahok di pilkada dki 2012 yang tersebar di medsos
Namun hari Senin (11/4/2016), kontrak itu hanyalah selembar kertas. Di wilayah Pasar Ikan, lima ratusan bangunan diratakan dengan tanah. Warga yang sudah puluhan tahun tinggal di sana harus pergi.

Penggusuran bukanlah barang baru di Republik ini. Hampir semua penguasa pernah melakukan penggusuran di Jakarta.

Banyak yang dilakukan dengan paksaan dan kekerasan. Hal serupa juga terjadi di daerah lain di Indonesia, sebutlah Kedung Ombo, salah satunya.

Namun saya tidak akan membicarakan penggusuran dalam tulisan ini. Yang ingin saya soroti adalah soal janji politik.

Janji yang diberikan calon penguasa saat berkampanye untuk merebut simpati pemilih, namun kemudian lupa diwujudkan saat sudah berkuasa.

Masyarakat Indonesia tentu sudah sering mendengar janji seperti itu. Hampir semua orang yang mencalonkan diri menjadi pemimpin, pernah memberi janji pada pemilih. Dari calon lurah sampai calon presiden, semua mengobral janji.

Mereka berani berjanji sekaligus berani mengingkarinya. Persis tulisan William Shakespeare dalam "As You Like It", 1599/1600 : "Dia menulis ungkapan berani, bicara dengan kata-kata berani, bersumpah dengan sumpah berani, dan melanggarnya dengan berani."

Hanya berkekuatan moral

Berkali-kali warga di kompleks perumahan saya didatangi calon pemimpin, mulai tingkat kepala desa, calon walikota, hingga calon anggota DPRD. Ada yang berjanji mengaspal jalan, menata taman, membangun posyandu, hingga mendirikan musala.

Namun saat terpilih, semua janji itu melayang. Pemberi janjinya lupa, bahkan untuk sekadar berkunjung menyapa.

Hal seperti itu kerap terjadi. Kesal karena berulang kali diingkari, warga pun sepakat untuk menagih janji di depan. Jadi saat ada calon pemimpin berkampanye minta dipilih, warga meminta agar janji dipenuhi dahulu sebelum pemilihan dilaksanakan.

Taktik itu rupanya cukup berhasil, walau tak sepenuhnya sukses. Ada seorang calon yang kemudian memberi bantuan untuk membangun posyandu.

Tentu ia tidak membangun semuanya, hanya memberi bantuan saja. Ada juga yang memberi perlengkapan untuk kegiatan remaja di kompleks sebelah. Yang lain menyumbang karpet untuk musala.

Lucunya, saat ternyata tidak menang dalam pemilihan, ada penyumbang yang menarik bantuan yang sudah diberikan tadi. Barang-barang itu diangkut oleh orang-orang suruhan. Alasannya, jagonya kalah karena warga mengingkari janji dengan tidak memilihnya.

Bagaimanapun, walau sudah “bayar di muka”, janji politik terbukti adalah sesuatu yang sulit ditagih. Soal ini, bakal calon gubernur DKI Jakarta, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan janji politik hanya memiliki kekuatan moral.

"Janji politik hanya berkekuatan moral dan tidak punya kekuatan hukum. Jadi, kalau digugat ke pengadilan pun akan susah dikabulkan pengadilan," kata Yusril di Kafe Phoenam, Jakarta Pusat, Senin (11/4/2016).

Pertanyaannya kemudian, mengapa politisi ingkar janji? Ada beberapa alasan. Salah satunya adalah karena terjadi perubahan antara saat ia mengucapkan janji dengan saat ia harus merealisasikannya.

Misalnya, dalam janji kampanye seorang calon presiden mengatakan tidak akan mengimpor beras kalau ia berkuasa. Semua kebutuhan beras akan diusahakan dari petani dalam negeri.

Namun setelah terpilih, ternyata produksi beras dalam negeri tak mencukupi. Terpaksalah ia mengimpor beras, melanggar janjinya.

Alasan kedua, barangkali pemimpin itu sudah berusaha menepati janjinya. Namun tidak berhasil karena banyak faktor luar yang terjadi.

Misalnya seorang calon pemimpin berjanji mengurangi angka kemiskinan. Ternyata saat berkuasa, terjadi krisis ekonomi, sehingga sulit mewujudkan janji itu.

Alasan lain, dan sayangnya ini yang banyak terjadi, seorang calon pemimpin memberi janji semata-mata hanya agar dia terpilih. Tujuannya hanya meraih simpati agar orang memilihnya.

Seringkali janji-janji itu tidak masuk akal. Misalnya menyelesaikan masalah kemacetan Jakarta dalam waktu seminggu, seperti yang diungkapkan seorang bakal calon gubernur beberapa waktu lalu.

Dalam pemilihan Presiden lalu, kita juga mendengar banyak janji-janji yang sepertinya asal ucap karena hampir tak mungkin dilaksanakan.

Misalnya janji menghapus utang luar negeri dalam 5 tahun, janji menasionalisasi aset asing di Indonesia, hingga janji tidak bagi-bagi kursi untuk partai politik di kabinet.

Walau mustahil dan aneh, toh janji-janji seperti itu tetap dilontarkan sekadar untuk meraih suara. Nikita Khrushchev, pemimpin Uni Sovyet saat itu, pernah berkata: “Politisi itu di mana-mana sama. Mereka berjanji membangun jembatan, meskipun tidak ada sungai di sana.”

Menghadapi janji politik seperti itu, warga sudah semestinya sadar bahwa kita tidak bisa begitu saja percaya pada janji. Warga harus tahu bahwa janji seperti itu hanya berkekuatan moral. Artinya kita hanya bisa mencaci maki politisi yang ingkar janji, tanpa bisa menuntutnya ke pengadilan.

Di lain pihak, pemimpin yang memiliki hati nurani tentu berpikir seribu kali jika tak menepati janjinya. Mereka sebenarnya juga akan rugi karena kehilangan kepercayaan dari warganya, selain dihantui perasaan gagal.

Baik yang berjanji maupun yang menerima janji sebaiknya menyimak kata Paulo Coelho dalam novel The Devil and Miss Prym:

"Pertama-tama kita tidak perlu percaya pada janji-janji. Dunia ini penuh dengan janji : janji tentang kekayaan, keselamatan abadi, cinta tak terbatas. Ada orang-orang yang berpikir mereka bisa menjanjikan apa saja, ada yang percaya begitu saja pada apapun yang bisa menjamin masa depan yang lebih baik. Orang-orang yang membuat janji yang tak dapat ditepati akhirnya merasa tak berdaya dan frustasi, dan nasib yang sama juga menanti orang-orang yang percaya pada janji-janji seperti itu."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Belajar dari Pemilu 2024, KPU DKI Mitigasi TPS Kebanjiran Saat Pilkada

Belajar dari Pemilu 2024, KPU DKI Mitigasi TPS Kebanjiran Saat Pilkada

Megapolitan
Kisah Bakar dan Sampan Kesayangannya, Menjalani Masa Tua di Perairan Pelabuhan Sunda Kelapa

Kisah Bakar dan Sampan Kesayangannya, Menjalani Masa Tua di Perairan Pelabuhan Sunda Kelapa

Megapolitan
Bandara Soekarno-Hatta Jadi Bandara Tersibuk se-Asia Tenggara Selama Periode Mudik Lebaran

Bandara Soekarno-Hatta Jadi Bandara Tersibuk se-Asia Tenggara Selama Periode Mudik Lebaran

Megapolitan
KPU DKI Susun Jadwal Pencoblosan Pilkada 2024 jika Terjadi Dua Putaran

KPU DKI Susun Jadwal Pencoblosan Pilkada 2024 jika Terjadi Dua Putaran

Megapolitan
Mengapa Warung Madura di Jabodetabek Buka 24 Jam?

Mengapa Warung Madura di Jabodetabek Buka 24 Jam?

Megapolitan
Misteri Motif Selebgram Meli Joker Pilih Akhiri Hidup dengan 'Live' Instagram, Benjolan di Kepala Sempat Disorot

Misteri Motif Selebgram Meli Joker Pilih Akhiri Hidup dengan "Live" Instagram, Benjolan di Kepala Sempat Disorot

Megapolitan
Dishub DKI Kaji Usulan Kenaikan Tarif Rp 3.500 Bus Transjakarta yang Tak Berubah sejak 2007

Dishub DKI Kaji Usulan Kenaikan Tarif Rp 3.500 Bus Transjakarta yang Tak Berubah sejak 2007

Megapolitan
Tarif Sementara Bus Transjakarta ke Bandara Soekarno-Hatta Rp 3.500, Berlaku Akhir April 2024

Tarif Sementara Bus Transjakarta ke Bandara Soekarno-Hatta Rp 3.500, Berlaku Akhir April 2024

Megapolitan
Banjir di 18 RT di Jaktim, Petugas Berjibaku Sedot Air

Banjir di 18 RT di Jaktim, Petugas Berjibaku Sedot Air

Megapolitan
Kronologi Penangkapan Pembunuh Tukang Nasi Goreng yang Sembunyi di Kepulauan Seribu, Ada Upaya Mau Kabur Lagi

Kronologi Penangkapan Pembunuh Tukang Nasi Goreng yang Sembunyi di Kepulauan Seribu, Ada Upaya Mau Kabur Lagi

Megapolitan
Kamis Pagi, 18 RT di Jaktim Terendam Banjir, Paling Tinggi di Kampung Melayu

Kamis Pagi, 18 RT di Jaktim Terendam Banjir, Paling Tinggi di Kampung Melayu

Megapolitan
Ujung Arogansi Pengendara Fortuner Berpelat Palsu TNI yang Mengaku Adik Jenderal, Kini Jadi Tersangka

Ujung Arogansi Pengendara Fortuner Berpelat Palsu TNI yang Mengaku Adik Jenderal, Kini Jadi Tersangka

Megapolitan
Paniknya Remaja di Bekasi Diteriaki Warga Usai Serempet Mobil, Berujung Kabur dan Seruduk Belasan Kendaraan

Paniknya Remaja di Bekasi Diteriaki Warga Usai Serempet Mobil, Berujung Kabur dan Seruduk Belasan Kendaraan

Megapolitan
Akibat Hujan Angin, Atap ICU RS Bunda Margonda Depok Ambruk

Akibat Hujan Angin, Atap ICU RS Bunda Margonda Depok Ambruk

Megapolitan
Arogansi Pengendara Fortuner yang Mengaku Anggota TNI, Berujung Terungkapnya Sederet Pelanggaran Hukum

Arogansi Pengendara Fortuner yang Mengaku Anggota TNI, Berujung Terungkapnya Sederet Pelanggaran Hukum

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com