Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahok Versus BPK, Siapa yang Benar?

Kompas.com - 14/04/2016, 05:37 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Perseteruan antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan Badan Pemeriksa Keuangan (BKP) memasuki babak baru. Perseturuan yang sempat mereda itu muncul lagi saat Ahok, sapaan Basiki,  dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa (12/4/2016) lalu.

Pemanggilannnya terkait proses pembelian sebagian lahan Rumah Sakit (RS) Sumber Waras di Jakarta Barat pada 2014, yang menurut BPK terindikasi menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 191 miliar.

Sebelum masuk ke Gedung KPK pada Selasa pagi, Ahok bersikukuh tidak ada kerugian negara dalam pembelian lahan RS Sumber Waras seperti yang dinilai BPK.

"Sekarang saya ingin tahu, KPK mau tanya apa, orang jelas BPK-nya ngaco begitu kok," ujar dia.

Proses permintaan keterangan terhadap Ahok berlangsung selama lebih kurang 12 jam. Ahok yang terpantau masuk ke Gedung KPK sekitar pukul 09.15, baru keluar pada sekitar pukul 21.30. Sebelum beranjak pergi, kembali ia menyerang BPK yang dianggapnya tidak menyampaikan data yang benar dalam audit RS Sumber Waras.

"Yang pasti saya kira BPK menyembunyikan data kebenaran," kata Ahok.

Menurut dia, BPK juga meminta Pemprov DKI membatalkan pembelian lahan RS Sumber Waras. Ahok menilai permintaan itu tidak mungkin bisa dilakukan.

"Karena pembelian tanah itu terang dan tunai. Kalau dibalikin harus jual balik. Kalau jual balik mau enggak Sumber Waras beli harga baru? kalau pakai harga lama kerugian negara. Itu aja," ujar dia.

Keesokan harinya, Ahok kembali melanjutkan tudingannya ke BPK. Ia menganggap temuan kerugian negara dalam kasus Sumber Waras tidak masuk akal. Ia pun mempertanyakan BPK yang membandingkan rencana pembelian dari PT Ciputra Karya Utama yang memakai harga pasar dengan Pemprov DKI Jakarta yang membeli dengan harga nilai jual obyek pajak (NJOP).

"Dibandingkan harga pasar, (harga dari) saya lebih murah. Lagi, kamu udah enggak fair, menipu," kata Ahok di Balai Kota, Rabu pagi.

Selain itu, Ahok menyebut nilai jual obyek pajak (NJOP) lahan Sumber Waras yang dibeli Pemprov DKI sudah sesuai dengan yang ditentukan Dirjen Pajak. Pernyataan itu ia lontarkan menangggapi hasil audit BPK yang mempertanyakan Pemprov DKI Jakarta yang tidak membeli lahan Sumber Waras sesuai NJOP pada alamat yang tertera, yakni Jalan Tomang Utara.

"Yang tentukan angka naik siapa? Staf ahli semua. Bukan kami. Itu ada hitungannya," kata Ahok.

Tanggapan BPK

BPK menegaskan telah melaksanakan audit terhadap proses pembelian lahan RS Sumber Waras secara profesional dan sesuai standar pedoman yang berlaku.

BPK menyatakan, audit bahkan dilakukan dua kali, yakni audit untuk pemeriksaan atas laporan hasil keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta 2014, dan pemeriksaan investigatif atas permintaan KPK yang diajukan pada 6 Agustus 2015.

Dari kedua hasil pemeriksaan itu, BPK menyatakan, pembelian lahan RS Sumber Waras oleh Pemprov DKI tidak melalui proses yang memadai sehingga berindikasi merugikan daerah mencapai Rp 191,33 miliar.

"Dari hasil pemeriksaan investigatif, clear, BPK menemukan adanya penyimpangan yang mengakibatkan kerugian keuangan negara," kata Kepala Direktorat Utama Perencanaan, Evaluasi, dan Pengembangan Keuangan Negara BPK, Bachtiar Arif, di kantornya, Rabu siang.

Menurut Bachtiar, laporan hasil keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta 2014 sudah diserahkan ke DPRD DKI melalui sebuah sidang paripurna pada Juli 2015. Sementara hasil pemeriksaan investigatif diserahkan ke KPK pada 7 Desember 2015.

Menurut Bachtiar, ada enam penyimpangan yang terjadi dalam proses pembelian lahan RS Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada 2014.

Enam penyimpangan itu adalah penyimpangan dalam proses perencanaan, dalam penganggaran, penyusunan tim pembelian tanah, penetapan lokasi, pembentukan harga, dan dalam proses penyerahan hasil pengadaan tanah.

"Enam penyimpangan tersebut yang menurut BPK sudah mengakibatkan adanya kerugian negara. Itu sudah kami tulis dalam laporan yang kami sampaikan ke KPK," kata Bachtiar.

Namun, Bachtiar tidak menjelaskan secara rinci tiap-tiap penyimpangan yang terjadi dengan alasan masalah ini masih diselidiki KPK.

"Secara detail temuan hasil audit investigatif sudah kami sampaikan ke KPK. Tidak bisa kami buka di sini karena masih ada proses penegakan hukum di sana," ujar dia.

Karena itu, ia yakin BPK merupakan pihak yang benar terkait polemik pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi DKI pada 2014. Pernyataan itu ia sampaikan menanggapi berbagai tudingan yang dilontarkan Ahok.

"Pernyataan kami, BPK yang benar," kata Bachtiar.

Ia menyatakan, pihak-pihak yang berkeberatan dengan hasil pemeriksaan itu diminta untuk mengajukan gugatan.

"Apabila ada pihak-pihak yang tidak puas dengan hasil pemeriksaan BPK, silakan menempuh jalur sesuai ketentuan perundang-undangan," pungkasnya.

Sementara itu, Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, KPK tengah berupaya membandingkan temuan BPK dan keterangan yang diberikan Ahok.

"Kami mencoba cross-check, kan sudah kami pegang data audit dari BPK. Kemudian ditanyakan, aturan yang dipakai BPK untuk membuat itu apakah sudah sesuai," kata Agus.

Ahok atau BPK yang benar, nantinya akan ditentukan berdasarkan hasil penyelidikan itu.

Kompas TV Ahok: Ini Apa Bos!!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Belum Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Bingkai: Kan Belum Dilantik

Belum Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Bingkai: Kan Belum Dilantik

Megapolitan
Belum Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Bingkai: Belum Ada yang Pesan

Belum Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Bingkai: Belum Ada yang Pesan

Megapolitan
Gugatan PDI-P terhadap KPU di PTUN Berlanjut, Sidang Akan Digelar 2 Mei 2024

Gugatan PDI-P terhadap KPU di PTUN Berlanjut, Sidang Akan Digelar 2 Mei 2024

Megapolitan
ODGJ yang Serang Kakaknya di Cengkareng Pakai 'Cutter' juga Lukai Warga Rusun

ODGJ yang Serang Kakaknya di Cengkareng Pakai "Cutter" juga Lukai Warga Rusun

Megapolitan
Ini Tata Cara Lapor Domisili agar NIK Tidak Dinonaktifkan

Ini Tata Cara Lapor Domisili agar NIK Tidak Dinonaktifkan

Megapolitan
Kunjungi Posko Pengaduan Penonaktifan NIK di Petamburan, Warga: Semoga Tidak Molor

Kunjungi Posko Pengaduan Penonaktifan NIK di Petamburan, Warga: Semoga Tidak Molor

Megapolitan
Penyesalan Kekasih Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading, Minta Maaf Tinggalkan Korban Saat Tengah Pendarahan

Penyesalan Kekasih Wanita Hamil yang Tewas di Kelapa Gading, Minta Maaf Tinggalkan Korban Saat Tengah Pendarahan

Megapolitan
Seorang Pria Peluk Paksa Gibran yang Sedang Berkunjung di Rusun Muara Jakarta Utara

Seorang Pria Peluk Paksa Gibran yang Sedang Berkunjung di Rusun Muara Jakarta Utara

Megapolitan
Warga Bekasi Jadi Korban Pecah Kaca Mobil Saat Sedang Makan Soto di Kemang Pratama

Warga Bekasi Jadi Korban Pecah Kaca Mobil Saat Sedang Makan Soto di Kemang Pratama

Megapolitan
Gibran Janji Dorong Pemerataan Pembangunan di Seluruh Indonesia

Gibran Janji Dorong Pemerataan Pembangunan di Seluruh Indonesia

Megapolitan
Kondisi Rumah Galihloss Mendadak Sepi Setelah Dugaan Penistaan Agama Mencuat, Tetangga: Mereka Sudah Pergi

Kondisi Rumah Galihloss Mendadak Sepi Setelah Dugaan Penistaan Agama Mencuat, Tetangga: Mereka Sudah Pergi

Megapolitan
Polisi Temukan 'Tisu Magic' dan Lintah Papua di Kamar Kos Perempuan yang Tewas di Pulau Pari

Polisi Temukan "Tisu Magic" dan Lintah Papua di Kamar Kos Perempuan yang Tewas di Pulau Pari

Megapolitan
Video Pencurian Mesin 'Cup Sealer' di Depok Viral di Media Sosial

Video Pencurian Mesin "Cup Sealer" di Depok Viral di Media Sosial

Megapolitan
Posko Aduan Penonaktifan NIK di Petamburan Beri Sosialisasi Warga

Posko Aduan Penonaktifan NIK di Petamburan Beri Sosialisasi Warga

Megapolitan
Ketua RW Syok Galihloss Ditangkap Polisi Terkait Kasus Penistaan Agama

Ketua RW Syok Galihloss Ditangkap Polisi Terkait Kasus Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com