JAKARTA, KOMPAS.com - Yulia (31) berdesak-desakan mengambil sembako sambil menggendong bayinya, Selasa malam (19/4/2016). Tanpa penerangan, puluhan bungkus beras dijijajarkan seadanya di atas puing-puing sisa pembongkaran permukiman di Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara.
"Lumayan ini beras, dari kemarin bantuannya mie instan soalnya," kata Yulia kepada Kompas.com.
Posko bantuan mulai didirikan sejak Jumat (16/4/2016) di aula Masjid Keramat Luar Batang yang berdekatan dengan Pasar Ikan. Banyaknya bantuan mengalir pun kini menyebabkan sebagian bantuan disalurkan langsung di lokasi pembongkaran, khususnya bagi "manusia perahu".
Seorang dokter dan dokter gigi pun beberapa kali menetap setengah hari di salah satu perahu untuk memeriksa kesehatan para warga.
Sejumlah elemen masyarakat yang mengelola posko tetap antara lain Front Pembela Islam (FPI), Aksi Cepat Tanggap (ACT), Baznas, dan Lembaga Nasional Pos Kemanusiaan Peduli Umat (PKPU).
Ini belum termasuk organisasi masyarakat atau perusahaan yang silih berganti datang menyumbang bantuan ke Pasar Ikan.
*Tumpuan hidup sehari-hari Bantuan menjadi penyelemat para warga yang kini tak bisa lagi bekerja. Nelayan, pemilik kontrakan, pedagang, dan semua yang terkena imbas penertiban, kini mengandalkan bantuan untuk menopang hidup sehari-hari.
Mereka menerima makan dari dapur umum tiga kali sehari, ditambah dengan air, mie instan, snack, dan beras. Dian (26), salah seorang warga yang menerima bantuan, merasa terharu dan bersyukur.
"Alhamdulillah ya nolong banget, suami saya masih ngumpulin duit buat cari kontrakan, makan, sama minum sehari-hari ya ngandelin inilah ya," kata Dian.
Para warga Pasar Ikan dan Kampung Akuarium pun menyiapkan foto kopi KTP dan Kartu Keluarga mereka untuk didata di posko bantuan. Hal ini untuk mencegah warga yang tidak berhak memanfaatkan bantuan untuk dirinya sendiri.
"Iya tuh banyak orang Luar Batang yang ngambil juga, dia kan nggak kena gusur," kata Dian.
Sebanyak 35 perahu yang "parkir" di pinggir Pasar Ikan pun kini terlihat penuh dengan dus-dus bantuan.
Kendati demikian, warga tidak ingin terus-terusan bertumpu pada bantuan ini.
Mereka ingin secepatnya menghasilkan uang lagi.
"Saya mah nggak mau ikutan rebutan (bantuan), biar sama-sama digusur juga, itu memang hak saya, tapi kan nggak enak ngandelin bantuan gitu kalau terus-terusan," kata Erna (49).