JAKARTA, KOMPAS.com — Yusril Ihza Mahendra menilai aksi Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama "Ahok" menyalahkan Wali Kota Jakarta Utara Rustam Effendi di depan umum tidaklah tepat.
Rustam merupakan pejabat teknis yang tak lain pegawai negeri sipil (PNS) Pemprov DKI Jakarta.
"Saya berpendapat, pejabat teknis tidak bisa dipersalahkan di depan umum," kata Yusril di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin (25/4/2016).
Rustam sempat disebut oleh Ahok berpihak kepada Yusril lantaran belum menertibkan permukiman liar di kolong Tol Ancol, Penjaringan, Jakarta Utara. Belakangan, Ahok menyebut ucapannya merupakan candaan belaka.
Seharusnya, sebagai pejabat politik, dalam hal ini gubernur, Ahok memiliki cara normatif dalam melakukan tugasnya. Jika ditemukan kesalahan, Ahok bisa memberikan teguran hingga sanksi lainnya tanpa menuding atau memarahinya depan publik.
"Ada berupa teguran lisan, tertulis, peringatan, skors, penurunan pangkat. Tidak bisa dimaki-maki di depan umum," ujar Yusril.
Birokasi sendiri dianggap sebagai ujung tombak kekuatan negara. Oleh karena itu, birokrasi harus bekerja secara profesional sejak menjadi pegawai negeri hingga pensiun.
Berbeda dengan pejabat politik seperti gubernur yang silih berganti dan memiliki massa, pejabat politik harus mengetahui posisinya dan tak lebih dari pejabat yang berwenang mengambil kebijakan dan keputusan.
"Kalau memahami konteks kerja seperti itu, terdapat posisi ideal antara pejabat politik dan birokrasi," ucap Yusril.