(Baca: Sepeda Motor Dilarang Lintasi Jalan Sudirman Setelah Pembatas Jalur Cepat Dibongkar)
Menurut dia, kebijakan ini telah diupayakannya sejak 2014, dimulai dengan pelarangan motor melintas Jalan Thamrin-Medan Merdeka Barat.
Hal ini tentunya ditujukan agar masyarakat beralih ke transportasi umum yang dinilai akan mengurai kemacetan Jakarta.
"Kami baru membatasi Harmoni sampai ke Bundaran HI. Jadi, motor bisa lewat belakang dan nanti akan kami perluas (jangkauan pembatasan sepeda motor) ke Gajah Mada, Hayam Wuruk, Blok M, kalau bus tingkatnya datang lagi," kata Ahok pada November 2014.
Namun, Ahok memastikan, pelarangan motor baru akan berlaku setelah sistem jalan berbayar (ERP) berjalan dan bus-bus sudah cukup tersedia.
Rencana penerapan ERP di Jakarta pun sebenarnya sudah ada sejak awal masa kepemimpinan Gubernur Joko Widodo pada akhir 2012.
Tetapi, hingga kini, penerapannya belum juga terealisasi.
Sarana pendukung
Pakar tranportasi Universitas Indonesia, Tri Tjahjono mengatakan, pelarangan sepeda motor bisa saja diterapkan, apabila ERP untuk mobil berlaku dengan benar.
"ERP harus diterapkan dulu, tentunya juga dengan tarif yang mahal yang memaksa pengendara mobil ganti kendaraan umum, kalau cuma Rp 10.000-Rp 20.000 ya itu mampu dibeli oleh mayoritas warga Jakarta, harus mahal," katanya kepada Kompas.com, Senin (25/4/2016).
Tri mencontohkan London, Inggris, yang menerapkan tarif mahal bagi mobil yang melintas di ERP.
Sejak diterapkan pada 2003, tarif ERP di London meningkat terus, hingga kini berada pada 11.50 poundsterling per hari atau setara dengan Rp 220.000.
"Mungkin kalau di Jakarta Rp 50.000 tarifnya, ini ada hitungan ekonominya, banyak faktor yang dipertimbangkan, tapi intinya adalah mendorong pengendara mobil untuk berganti," ujarnya.
Selain menerapkan ERP, pemerintah dinilai perlu memikirkan sarana lain selain penambahan bus bagi masyarakat yang akan beralih ke transportasi umum.
"Jangan lupa harus ada fasilitas park and ride untuk mereka yang mau parkir kendaraan," katanya.