JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus melakukan penataan kota dan kawasan kumuh dengan menggusur warga yang tinggal di bantaran kali dan lahan milik negara.
Warga yang digusur kemudian direlokasi ke sejumlah rumah susun sederhana sewa (rusunawa) yang dikelola Pemprov DKI.
Kondisi rusun yang lebih nyaman dibandingkan rumah mereka, tidak serta merta membuat warga hidup enak di rusun.
Sejumlah persoalan justru muncul setelah mereka direlokasi ke sana, mulai dari jauh dari kerabat dan tempat kerja, kehilangan mata pencarian, menunggak uang sewa, hingga praktik jual beli unit rusun.
(Baca: Demi Sembako, Warga Rusun Rawa Bebek Bolak-balik ke Pasar Ikan)
Eks warga Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara, misalnya. Mereka direlokasi ke Rusun Rawa Bebek, Jakarta Timur, dan Rusun Marunda, Jakarta Utara.
Kebanyakan warga yang biasa berjualan di tempat tinggal lama mereka terpaksa kehilangan mata pencahariannya.
Mereka mengaku sulit mendapat penghasilan di rusun untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
"Aku enggak betah karena enggak ada pemasukan dan pencarian. Bisanya hanya merenung saja," ujar Rus (60), salah satu eks warga Pasar Ikan yang kini tinggal di Rusun Marunda, Rabu (27/4/2016).
Saat ini, Rus membuka warung kecil di rusun dengan pendapatan per hari Rp 30.000. Ia mengatakan, pendapatan tersebut tidak mencukupi kebutuhan keluarganya.
Kondisi ini berbeda dengan kehidupan Rus di Pasar Ikan. Sebelum Pasar Ikan ditertibkan, ia berjualan berbagai bahan pokok. Pendapatannya dulu dapat memenuhi kebutuhan keluarganya setiap bulan.
Berbeda dengan Rus, ada warga yang mengeluhkan jauhnya rusun dengan tempat mereka bekerja. Mereka terpaksa harus bangun dan berangkat kerja lebih pagi dari biasanya.
"Sekarang masih kerja sih, pulang pergi saja. Di jalan bisa satu jam sendiri pakai motor kalau lancar, kalau macet bisa dua jam," kata Wiyono (53), eks warga Kampung Akuarium yang kini tinggal di Rusun Rawa Bebek.
Wiyono yang tetap bekerja di tempat lamanya di daerah Lodan, Jakarta Utara, mengaku harus berangkat pagi-pagi sekali dan baru pulang menjelang petang karena jarak rusun yang jauh dengan tempatnya bekerja.
Karena jarak yang jauh, bahkan ada warga eks Pasar Ikan yang telah menempati Rusun Rawa Bebek meminta pindah ke Rusun Marunda.
(Baca: Pengelola Rusun Marunda Akan Berikan Pelatihan dan Fasilitas untuk Warga Pasar Ikan)
Hal itu diungkapkan Kepala Unit Pengelola Rumah Susun (UPRS) Rawa Bebek Ani Suryani.
"Ada satu orang (satu kepala keluarga) pindah ke Marunda, jadi dia mungkin saudaranya di sana. Cuma satu KK, waktu relokasi tahap kedua kalau gak salah," ujar Ani kepada Kompas.com, Rabu (27/4/2016).
Menunggak sewa
Semua warga penggusuran yang direlokasi ke rusun dibebaskan dari uang sewa selama tiga bulan pertama.
Barulah pada bulan keempat mereka harus membayar uang sewa sebesar Rp 300.000 setiap bulannya.
Jika eks warga Pasar Ikan yang baru menempati rusun April ini masih dibebaskan dari uang sewa, hal ini tidak lagi berlaku bagi eks warga Kampung Pulo, Jakarta Timur, yang sudah menempati rusun sejak penggusuran pada Agustus 2015 lalu.
Selama empat bulan terakhir, eks warga Kampung Pulo, yang menempati Rusun Jatinegara Barat, sudah harus membayar uang sewa.
Kendati cukup terjangkau, sebagian warga ternyata kesulitan membayar.
"38 (yang menunggak) sudah selesai melunasi, masih ada yang mencicil 11 orang yang sedang diproses," kata Kepala Dinas Perumahan dan Gedung DKI Jakarta Ika Lestari Aji di Rusun Jatinegara Barat, Rabu (27/4/2016).
(Baca: Ada 11 Penghuni Unit Rusun Jatinegara Barat yang Mencicil Sewa)
Ika mengungkapkan, saat ini pihaknya masih mempelajari penyebab tunggakan warga. Jika mereka menunggak karena tidak mampu, maka warga akan diberikan kesempatan mencicil selama tiga bulan.
Namun, jika sengaja malas membayar, Dinas Perumahan dan Gedung tak segan memberikan unit tersebut kepada orang lain.
Jual beli unit
Selain tunggakan, masalah lain yang muncul di rusun adalah praktik jual beli unit yang dilakukan warga.
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil bersama dengan Dinas Perumahan Jakarta Utara melakukan sidak di Rusun Kapuk Muara, Penjaringan, Jakarta Utara, beberapa waktu lalu.
Dari 700 unit 6 blok rusun yang disidak, didapati 10 unit rusun di blok F yang terindikasi terjadi jual beli unit rusun.
"Kemarin ada sidak, ketahuan ada 10 unit yang (identitas pemiliknya) tidak sesuai dengan SP (surat perjanjian), akhirnya langsung disegel," ujar salah satu pengelola Rusun Kapuk Muara, Iwan, kepada Kompas.com, Jumat (22/4/2016).
Menurut Iwan, pada saat penyidakan, beberapa penghuni rusun mengaku membeli unit rusun pada kisaran harga Rp 30 juta.
Karena ketahuan, seluruh penghuni rusun yang disegel dipaksa untuk segera meninggalkan hunian tersebut.
Ika Lestari Aji mengatakan, untuk mencegah praktik jual beli rusun terulang kembali, pihaknya akan memberlakukan perjanjian baru untuk mengawasi adanya jual beli ilegal atas unit rusun.
"Saat ini, kami sedang meminta tanda tangan setiap penghuni rusun, isinya bahwa jika ada satu orang yang melakukan jual beli atau menyewakan huniannya, maka semuanya harus diusir," ujar Ika.
Ia mengatakan, rencana pembuatan perjanjian ini agar setiap penghuni saling mengawasi penghuni lain untuk tidak melakukan pelanggaran hukum, yang merugikan pemerintah dan diri mereka.
Selain itu, Dinas Perumahan dan Gedung DKI Jakarta menempelkan stiker identitas penghuni di tiap-tiap unit rusun.
(Baca: Unit Rusun Rawan Disewakan, Dinas Perumahan Tempel Foto Penghuni)
Penempelan stiker itu mulai dilakukan pertama kali di Rusun Jatinegara Barat, Rabu (27/4/2016) kemarin.
"Tujuannya supaya tertib administrasi, tertib, tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti jual beli, sewa, karena dengan ada foto, memudahkan pengecekan oleh petugas," kata Ika.
Stiker identitas ini berisi nama penghuni, nomor SP, tanggal berlaku, dan dilengkapi foto dari penghuni yang bersangkutan.
Rencananya, semua rusunawa yang dikelola Pemprov DKI akan ditempeli stiker ini.
Saat ini, pendataan sedang dilakukan di rusun lainnya, juga pengambilan foto penghuni.
Ika mengatakan, jika pemilik kedapatan menyewakan rusun, unit bisa diambil alih oleh Pemprov DKI dan diserahkan kepada orang lain.