Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahok Tetap Lanjutkan Proyek Sodetan Bidaracina, Ini Kata Warga

Kompas.com - 28/04/2016, 17:06 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mengabulkan gugatan warga Bidaracina atas Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Jakarta Nomor 2779/2015 tentang Perubahan SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 81/2014 tentang Penetapan Lokasi Pembangunan Inlet Sodetan Kali Ciliwung Menuju Kanal Banjir Timur (KBT).

Meski kalah di PTUN, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menyatakan, proyek inlet (jalur masuk) sodetan tersebut tetap lanjut. Menanggapi hal ini, salah satu wakil warga Bidaracina, Astriyani, heran dengan sikap Ahok.

Menurut perempuan dengan sapaan Astri itu, Ahok seperti tidak memahami hukum.

"Kalau Pak Ahok bilang dia mau ngerjain inlet setelah putusan PTUN, ya saya ketawa. Berarti dia enggak paham hukum," kata Astri kepada Kompas.com, saat dihubungi, Kamis (28/4/2016).

Astri melanjutkan, warga lebih menghargai kalau Ahok mengajukan upaya hukum atas putusan PTUN. Menurut dia, pernyataan Ahok untuk tetap melanjutkan pembangunan inlet di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur, meski ada putusan PTUN yang memenangkan warga, tidak masuk akal.

"Buat kami, warga yang saya wakili akan lebih menghargai kalau Pemprov DKI bilang mereka akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Kenapa? Itu artinya, mereka taat hukum, mereka paham bagaimana sistem hukum bekerja," ujar perempuan yang termasuk anggota tim 14, yang menangani perkara rencana penggusuran untuk sodetan itu.

Pada putusan PTUN, sebut Astri, ada beberapa poin dasar gugatan warga yang telah diterima majelis hakim. (Baca: DKI Kalah Lawan Warga Bidaracina di PTUN, Ini Kata Ahok)

Pertama, Ahok dianggap tidak melakukan konsultasi publik sebelum menerbitkan SK.

Kedua, Ahok tidak menginformasikan kepada warga terdampak perihal penerbitan SK.

Ketiga, Ahok tidak mengumumkan, baik secara langsung di lokasi maupun melalui media, mengenai peta lokasi pembangunan sebagaimana disebutkan dalam SK.

Keempat, Ahok dianggap tidak menjelaskan perubahan luas pembangunan lokasi dari 6.095,94 meter persegi menjadi 10.357 meter persegi, berikut batas-batasnya, kepada warga.

Ahok juga dianggap tidak menyusun analisis dampak lingkungan (amdal) untuk SK yang dia keluarkan.

"Kalau memang mereka punya bukti bahwa mereka sudah menjalankan proses ini dengan baik, sudah memenuhi asas kecermatan, asas keterbukaan, asas partisipasi, dan asas tidak menyalahgunakan wewenang, seperti yang ada di dalam putusan (pengadilan), mereka punya bukti itu, ajukan ke pengadilan. Itu lebih bagus daripada dia sesumbar mau terus melanjutkan proyek. Itu enggak bisa diterima akal sehat," cetus Astri. (Baca: Kalah dari Warga Bidaracina, Pemprov DKI Akan Ajukan Kasasi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bisakah Beli Tiket Masuk Ancol On The Spot?

Bisakah Beli Tiket Masuk Ancol On The Spot?

Megapolitan
Keseharian Galihloss di Mata Tetangga, Kerap Buat Konten untuk Bantu Perekonomian Keluarga

Keseharian Galihloss di Mata Tetangga, Kerap Buat Konten untuk Bantu Perekonomian Keluarga

Megapolitan
Kajari Jaksel Harap Banyak Masyarakat Ikut Lelang Rubicon Mario Dandy

Kajari Jaksel Harap Banyak Masyarakat Ikut Lelang Rubicon Mario Dandy

Megapolitan
Datang Posko Pengaduan Penonaktifkan NIK di Petamburan, Wisit Lapor Anak Bungsunya Tak Terdaftar

Datang Posko Pengaduan Penonaktifkan NIK di Petamburan, Wisit Lapor Anak Bungsunya Tak Terdaftar

Megapolitan
Dibacok Begal, Pelajar SMP di Depok Alami Luka di Punggung

Dibacok Begal, Pelajar SMP di Depok Alami Luka di Punggung

Megapolitan
Ketua DPRD DKI Kritik Kinerja Pj Gubernur, Heru Budi Disebut Belum Bisa Tanggulangi Banjir dan Macet

Ketua DPRD DKI Kritik Kinerja Pj Gubernur, Heru Budi Disebut Belum Bisa Tanggulangi Banjir dan Macet

Megapolitan
Rampas Ponsel, Begal di Depok Bacok Bocah SMP

Rampas Ponsel, Begal di Depok Bacok Bocah SMP

Megapolitan
“Semoga Prabowo-Gibran Lebih Bagus, Jangan Kayak yang Sudah”

“Semoga Prabowo-Gibran Lebih Bagus, Jangan Kayak yang Sudah”

Megapolitan
Ketua DPRD: Jakarta Globalnya di Mana? Dekat Istana Masih Ada Daerah Kumuh

Ketua DPRD: Jakarta Globalnya di Mana? Dekat Istana Masih Ada Daerah Kumuh

Megapolitan
Gerindra dan PKB Sepakat Berkoalisi di Pilkada Bogor 2024

Gerindra dan PKB Sepakat Berkoalisi di Pilkada Bogor 2024

Megapolitan
Anggaran Kelurahan di DKJ 5 Persen dari APBD, F-PKS: Kualitas Pelayanan Harus Naik

Anggaran Kelurahan di DKJ 5 Persen dari APBD, F-PKS: Kualitas Pelayanan Harus Naik

Megapolitan
Mobil Mario Dandy Dilelang, Harga Dibuka Rp 809 Juta

Mobil Mario Dandy Dilelang, Harga Dibuka Rp 809 Juta

Megapolitan
Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura di Jakpus Prediksi Pendapatannya Bakal Melonjak

Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura di Jakpus Prediksi Pendapatannya Bakal Melonjak

Megapolitan
Periksa Kejiwaan Anak Pembacok Ibu di Cengkareng, Polisi: Pelaku Lukai Tubuhnya Sendiri

Periksa Kejiwaan Anak Pembacok Ibu di Cengkareng, Polisi: Pelaku Lukai Tubuhnya Sendiri

Megapolitan
Fahira Idris Paparkan 5 Parameter Kota Tangguh Bencana yang Harus Dipenuhi Jakarta sebagai Kota Global

Fahira Idris Paparkan 5 Parameter Kota Tangguh Bencana yang Harus Dipenuhi Jakarta sebagai Kota Global

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com