Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keping Cita-cita dari Bawah Tenda

Kompas.com - 28/04/2016, 19:04 WIB

KOMPAS.com - Penggusuran atau penertiban selalu menyisakan masalah. Terlebih jika perencanaan, proses, dan pelaksanaan tidak melibatkan semua pihak.

Salah satu yang terimbas adalah anak-anak yang masih bersekolah. Alih-alih ingin menciptakan masa depan yang lebih baik, masa depan mereka justru bisa tercerabut.

"Saya mau jadi guru," begitu kata Fitri (9) saat ditanya terkait cita-citanya.

"Guru Matematika," ucapnya lagi, yang langsung disambut tawa lima rekannya di dalam tenda pengungsian berukuran 4 meter x 8 meter, Rabu (27/4). Fitri, menurut rekannya, tidak begitu mampu dalam pelajaran yang dia sebutkan.

Hari itu, Fitri, bungsu dari 10 bersaudara itu, bebas bermain dari pagi. Ia libur karena kakak kelasnya sedang ujian.

Wajahnya cemong, hampir sama seperti rekan-rekannya. Mereka belum ada yang mandi sedari pagi.

Fitri, sekitar dua minggu terakhir, terkadang tidur di kapal orangtuanya atau tenda pengungsian Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara.

Meski begitu, dia tetap bersekolah setiap hari. Dia tidak ingin ketinggalan pelajaran sebelum ujian dimulai.

Hanya saja, waktu belajar di luar sekolah tidak ada karena seharian tinggal di pengungsian.

Melli Novitasari (11), teman Fitri yang juga tetangganya di RT 012 RW 004 Penjaringan, mengeluhkan hal yang sama. Selama di pengungsian, dia jarang belajar. Pekerjaan rumah jarang dikerjakan.

Tenda yang ditempati Fitri, Melli, dan puluhan pengungsi Pasar Ikan lainnya adalah tenda berwarna hijau yang bagian sampingnya tertutup.

Tenda ini baru berdiri pada Selasa kemarin. Sebelumnya, pengungsi tidur di tenda biasa. "Punggung sakit kalau tidur," ujar Melli.

Tenda itu memang beralas batu, puing bangunan, juga potongan-potongan kayu. Dua kasur terlihat di dalam tenda. Selebihnya dilapisi karpet usang atau kardus bekas.

Melli bercerita, pekan lalu, dia, Fitri, dan pengungsi lainnya terbangun saat tidur. Waktu itu lewat tengah malam. Hujan deras dan angin kencang membuat air masuk ke dalam tenda.

"Baju basah, kasur basah, jadi tidak bisa tidur. Kami begadang jadinya sampai subuh," kata Melli yang bercita-cita menjadi dokter.

Orangtua Melli menumpang di rumah kontrakan saudaranya yang tidak jauh dari Pasar Ikan. Akan tetapi, siswi kelas V SD Islam Bintang Pancasila ini memilih tinggal di pengungsian.

Menurut dia, di kontrakan ruangannya sempit. "Sama seperti di rusun. Sudah jauh, sempit juga. Makanya, lebih suka di sini sama teman-teman. Maunya digantilah rumah saya. Jadi, bisa punya kamar, punya tempat belajar lagi," tutur anak kedua dari tiga bersaudara ini.

Penertiban Pasar Ikan dimulai 16 hari yang lalu. Saat itu, pemerintah memutuskan menertibkan ratusan bangunan di lahan seluas 1,4 hektar dalam kurun yang sangat cepat.

Sekitar tiga minggu setelah surat pemberitahuan pembongkaran diberikan, empat RT di Pasar Ikan rata dengan tanah. Ratusan warga masih bertahan di sejumlah tempat pengungsian.

Sebagian warga Pasar Ikan memilih mengungsi di aula Masjid Luar Batang, sementara yang ingin pindah telah menetap di sejumlah rusunawa yang ditawarkan pemerintah.

Dari data yang ada, warga yang bertahan diperkirakan mencapai 400 keluarga, dari total 895 keluarga di RW 004 Pasar Ikan.

Menurut Upi Yunita, koordinator warga, terdapat 210 anak yang tinggal di pengungsian dan sekitar 170 anak merupakan anak sekolah.

"Dalam data kami, ada 103 anak-anak di tingkat SD, 55 di tingkat menengah pertama, dan ada 21 di menengah atas atau kejuruan. Mereka ini ada yang tengah ujian atau sebentar lagi menghadapi ujian," kata Upi.

Meski Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyediakan fasilitas pindah sekolah, anak-anak ini tak nyaman untuk pindah.

Mereka dipaksa menerima lingkungan baru, juga pelajaran yang belum tentu sama.

Menurut Upi, pemindahan warga dengan tiba-tiba juga menghilangkan lahan pekerjaan. Padahal, biaya sekolah semakin tinggi dari hari ke hari.

"Ini yang tidak dipikirkan pemerintah. Dibilangnya, kalau di rusun, masalah sudah selesai," ungkapnya.

Pada Selasa malam, ratusan warga berkumpul karena beredar isu pembongkaran tenda pengungsi.

Maemunah (35) duduk di atas puing bangunan bersama anak bungsunya, Sekar (6). Mata Maemunah memerah, air matanya menggenang.

Ibu enam anak ini mengkhawatirkan anak-anaknya. "Sudah digusur, tendanya juga mau dibongkar. Sial amat jadi orang miskin. Semoga Sekar nanti bisa sekolah tinggi, biar jadi orang," ucapnya penuh harap....

(SAIFUL RIJAL YUNUS)

-------

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 April 2016, di halaman 26 dengan judul "Keping Cita-cita dari Bawah Tenda".

 

Kompas TV Warga Penjaringan Bertahan di Perahu Nelayan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Polisi Dalami Peran Belasan Saksi Dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP yang Dianiaya Senior

Polisi Dalami Peran Belasan Saksi Dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Kepada Kapolres Jaktim, Warga Klender Keluhkan Aksi Lempar Petasan dan Tawuran

Kepada Kapolres Jaktim, Warga Klender Keluhkan Aksi Lempar Petasan dan Tawuran

Megapolitan
Belasan Taruna Jadi Saksi dalam Prarekonstruksi Kasus Tewasnya Junior STIP

Belasan Taruna Jadi Saksi dalam Prarekonstruksi Kasus Tewasnya Junior STIP

Megapolitan
Polisi Tangkap Lebih dari 1 Orang Terkait Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel

Polisi Tangkap Lebih dari 1 Orang Terkait Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel

Megapolitan
RTH Tubagus Angke Dirapikan, Pedagang Minuman Harap Bisa Tetap Mangkal

RTH Tubagus Angke Dirapikan, Pedagang Minuman Harap Bisa Tetap Mangkal

Megapolitan
Prarekonstruksi Kasus Penganiayaan Taruna STIP Digelar hingga 4 Jam

Prarekonstruksi Kasus Penganiayaan Taruna STIP Digelar hingga 4 Jam

Megapolitan
Masih Bonyok, Maling Motor di Tebet Belum Bisa Diperiksa Polisi

Masih Bonyok, Maling Motor di Tebet Belum Bisa Diperiksa Polisi

Megapolitan
Cegah Prostitusi, RTH Tubagus Angke Kini Dipasangi Lampu Sorot

Cegah Prostitusi, RTH Tubagus Angke Kini Dipasangi Lampu Sorot

Megapolitan
Balita yang Jasadnya Ditemukan di Selokan Matraman Tewas karena Terperosok dan Terbawa Arus

Balita yang Jasadnya Ditemukan di Selokan Matraman Tewas karena Terperosok dan Terbawa Arus

Megapolitan
PDI-P Buka Penjaringan Cagub dan Cawagub Jakarta hingga 20 Mei 2024

PDI-P Buka Penjaringan Cagub dan Cawagub Jakarta hingga 20 Mei 2024

Megapolitan
Kuota Haji Kota Tangsel Capai 1.242 Jemaah, Pemberangkatan Dibagi 2 Gelombang

Kuota Haji Kota Tangsel Capai 1.242 Jemaah, Pemberangkatan Dibagi 2 Gelombang

Megapolitan
Paniknya Mahasiswa di Tangsel, Kontrakan Digeruduk Warga saat Sedang Beribadah

Paniknya Mahasiswa di Tangsel, Kontrakan Digeruduk Warga saat Sedang Beribadah

Megapolitan
Jasad Balita Tersangkut di Selokan Matraman, Orangtua Sempat Lapor Kehilangan

Jasad Balita Tersangkut di Selokan Matraman, Orangtua Sempat Lapor Kehilangan

Megapolitan
Jasad Balita di Matraman Ditemukan Warga Saat Bersihkan Selokan, Ternyata Sudah 3 Hari Hilang

Jasad Balita di Matraman Ditemukan Warga Saat Bersihkan Selokan, Ternyata Sudah 3 Hari Hilang

Megapolitan
Polisi Ungkap Penyebab Mahasiswa di Tangsel Bertikai dengan Warga Saat Beribadah

Polisi Ungkap Penyebab Mahasiswa di Tangsel Bertikai dengan Warga Saat Beribadah

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com