Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meski Mengkritik, Faisal Basri Sebut Data KTP-nya untuk Ahok

Kompas.com - 30/04/2016, 21:15 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Meski mengkritik pola pembangunan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, pakar ekonomi Faisal Basri tetap memberikan dukungannya kepada Ahok.

Faisal mengatakan, ia telah memberikan fotokopi kartu tanda penduduk (KTP)-nya untuk mendukung Ahok maju sebagai calon independen dalam Pilkada DKI 2017. Faisal mengungkapkan hal itu dalam diskusi bertema "Jakarta yang Lebih Baik untuk Semua" yang diselenggarakan Jakarta Rumah Kita (J-RUK) di sebuah kafe di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (30/4/2016).

"KTP saya sudah saya serahkan untuk Pak Ahok. Kenapa? Ini karena manuver Ahok dibutuhkan untuk mengingatkan partai politik," kata Faisal.

Faisal yang juga pernah maju lewat jalur independen pada Pilkada DKI 2012 menyatakan, jalur independen perlu untuk mengingatkan partai politik agar tidak semena-mena menghadirkan calon pemimpin bagi masyarakat. (Baca: Calon Independen adalah Koreksi atas Arogansi Parpol)

Ia mencontohkan kondisi tahun 2007. Saat itu, kata dia, partai politik menyodorkan pilihan calon pemimpin yang tidak cukup baik bagi masyarakat.

"Jadi, jangan ciptakan kondisi seperti 2007, rakyat disuruh pilih masuk kandang singa dan kandang buaya," kata Faisal.

Ia menambahkan, adanya calon independen adalah sesuatu yang baik untuk meningkatkan demokrasi. Faisal sebenarnya berharap, kompetisi pada Pilkada DKI 2017 bisa membuka peluang munculnya calon lain yang lebih baik dari Ahok.

"Ahok menjadi umpan untuk memunculkan orang-orang yang lebih baik lagi, kan indah," ujar Faisal.

Namun, ia sepakat kalau "orang baik" sebaiknya tidak diadu di Jakarta. Menurut dia, kader yang baik biarlah disebar ke berbagai daerah.

Faisal pada kesempatan yang sama menilai adanya pola pembangunan yang keliru yang dilakukan pemerintahan Gubernur Ahok. Faisal menyatakan, pemerintahan Ahok punya kebijakan yang terbalik soal pola pembangunan.

Pembangunan yang ada seolah hanya melihat aspek fisik atau bentuk, tetapi mengabaikan aspek sosial atau masyarakat.

"Falsafah membangun kota itu apa sih? Membangun kota sebetulnya membangun keadaban, bukan membangun sosok fisik semata. Jadi, tata kota dimulai dari tata sosialnya dulu. Ini yang barangkali hilang sekarang," kata Faisal.

Pemerintah seharusnya mendahulukan penataan sosial, baru penataan fisik. Kalau penataan sosial dinomorduakan, yang mendapat manfaat dari pembangunan hanya segelintir pihak, khususnya yang punya akses menikmati pembangunan fisik tadi. Padahal, menurut Faisal, jurang masyarakat kaya dan miskin di Tanah Air semakin lebar.

"Satu persen keluarga di Indonesia itu menguasai 50,4 persen kekayaan nasional. Bayangkan, satu persen saja, tetapi menguasai lebih dari separuh kekayaan nasional," ujar Faisal. (Baca: Ada yang Keliru pada Pembangunan DKI Era Ahok)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Datang Posko Pengaduan Penonaktifkan NIK di Petamburan, Wisit Lapor Anak Bungsunya Tak Terdaftar

Datang Posko Pengaduan Penonaktifkan NIK di Petamburan, Wisit Lapor Anak Bungsunya Tak Terdaftar

Megapolitan
Dibacok Begal, Pelajar SMP di Depok Alami Luka di Punggung

Dibacok Begal, Pelajar SMP di Depok Alami Luka di Punggung

Megapolitan
Ketua DPRD DKI Kritik Kinerja Pj Gubernur, Heru Budi Disebut Belum Bisa Tanggulangi Banjir dan Macet

Ketua DPRD DKI Kritik Kinerja Pj Gubernur, Heru Budi Disebut Belum Bisa Tanggulangi Banjir dan Macet

Megapolitan
Rampas Ponsel, Begal di Depok Bacok Bocah SMP

Rampas Ponsel, Begal di Depok Bacok Bocah SMP

Megapolitan
“Semoga Prabowo-Gibran Lebih Bagus, Jangan Kayak yang Sudah”

“Semoga Prabowo-Gibran Lebih Bagus, Jangan Kayak yang Sudah”

Megapolitan
Ketua DPRD: Jakarta Globalnya di Mana? Dekat Istana Masih Ada Daerah Kumuh

Ketua DPRD: Jakarta Globalnya di Mana? Dekat Istana Masih Ada Daerah Kumuh

Megapolitan
Gerindra dan PKB Sepakat Berkoalisi di Pilkada Bogor 2024

Gerindra dan PKB Sepakat Berkoalisi di Pilkada Bogor 2024

Megapolitan
Anggaran Kelurahan di DKJ 5 Persen dari APBD, F-PKS: Kualitas Pelayanan Harus Naik

Anggaran Kelurahan di DKJ 5 Persen dari APBD, F-PKS: Kualitas Pelayanan Harus Naik

Megapolitan
Mobil Mario Dandy Dilelang, Harga Dibuka Rp 809 Juta

Mobil Mario Dandy Dilelang, Harga Dibuka Rp 809 Juta

Megapolitan
Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura di Jakpus Prediksi Pendapatannya Bakal Melonjak

Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura di Jakpus Prediksi Pendapatannya Bakal Melonjak

Megapolitan
Periksa Kejiwaan Anak Pembacok Ibu di Cengkareng, Polisi: Pelaku Lukai Tubuhnya Sendiri

Periksa Kejiwaan Anak Pembacok Ibu di Cengkareng, Polisi: Pelaku Lukai Tubuhnya Sendiri

Megapolitan
Fahira Idris Paparkan 5 Parameter Kota Tangguh Bencana yang Harus Dipenuhi Jakarta sebagai Kota Global

Fahira Idris Paparkan 5 Parameter Kota Tangguh Bencana yang Harus Dipenuhi Jakarta sebagai Kota Global

Megapolitan
Perampok Pecah Kaca Mobil Kuras Dompet, iPad hingga iPhone 11 Pro Max

Perampok Pecah Kaca Mobil Kuras Dompet, iPad hingga iPhone 11 Pro Max

Megapolitan
Maling di Sawangan Depok Angkut 2 Motor Lewati Portal Jalan

Maling di Sawangan Depok Angkut 2 Motor Lewati Portal Jalan

Megapolitan
Pedagang Pigura di Jakpus 'Curi Start' Jualan Foto Prabowo-Gibran

Pedagang Pigura di Jakpus "Curi Start" Jualan Foto Prabowo-Gibran

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com