JAKARTA, KOMPAS.com - Pilot maskapai Lion Air tidak sependapat dengan pandangan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) tentang sanksi bagi pilot yang mogok kerja. Sekitar 300-an pilot Lion Air sempat memutuskan mogok kerja pada Selasa (10/5/2016) karena uang transpor mereka yang dijanjikan pihak perusahaan belum dibayar sejak pekan lalu.
Terhadap mogok kerja tersebut, YLKI menilai penumpang yang paling dirugikan, sehingga izin terbang pilot yang mogok harus dicabut. Tetapi, pilot Lion Air mengatakan sebaliknya.
"Kesal juga ya dengar statement seperti itu. Ya kalau mau konsumen tidak dirugikan, audit perusahaannya lah. Kalian kan tahu sendiri kira-kira sebanyak apa maskapai ini melakukan pelanggaran. Kami sebagai pilot juga dirugikan soalnya," kata salah satu pilot Lion Air kepada pewarta, Rabu (11/5/2016).
Menurut pilot yang enggan menyebutkan namanya itu, banyak hak-hak mereka sebagai pilot maupun karyawan Lion Air pada umumnya yang tidak dipenuhi oleh pihak perusahaan. Salah satunya seperti uang transpor yang dijanjikan perusahaan, sesuai dengan kontrak awal saat mereka bekerja di sana.
Dalam kontrak yang dimaksud tertera, pilot berhak menerima uang transpor di muka langsung dari perusahaan. Namun, manajemen malah memberlakukan sistem reimburse, berbeda dengan perjanjian di awal. (Baca: Ratusan Pilot Lion Air Mogok Terbang karena Uang Transpor Tak Dibayar)
Ketika para pilot meminta sistem reimburse untuk uang transpor diganti, manajemen malah sering telat memberi uang transpor tersebut. Selain itu, pilot juga mengeluhkan jadwal terbang yang berantakan karena berpengaruh kepada kondisi fisik dan waktu istirahat mereka.
Sebelumnya, Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menyarankan kepada Kementerian Perhubungan agar mencabut izin terbang pilot yang mogok kerja. Menurut Tulus, mogok kerja pilot Lion Air tak ubahnya dengan malapraktik profesi.
Tulus juga mendorong Kemenhub agar memberi teguran keras kepada manajemen Lion Air atas kerugian yang dialami penumpangnya. (Baca: Curahan Hati Pilot Lion Air...)