JAKARTA, KOMPAS.com - Demonstran anti-Ahok mulai anarkistis dalam menggelar aksi di sekitar Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta Selatan, Jumat (20/5/2016).
Mereka merusak kaca halte transjakarta Kuningan Madya, serta melempari polisi dengan botol, batu, dan kayu.
Untuk menahan aksi para demonstran, petugas kepolisian yang mengamankan aksi tersebut, menembakkan gas air mata ke arah pengunjuk rasa.
(Baca juga: Demo di Depan KPK Ricuh, Pendemo Lempari Polisi dan Gedung KPK)
Polda Metro Jaya bersama dengan Polres Metro Jakarta Selatan, dan Polsek Setiabudi, menurunkan 323 personel dan satu water cannon.
"Iya terpaksa ditembakkan gas air mata karena anarkis," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Awi Setiyoni saat dikonfirmasi, Jumat.
Awi menuturkan, awalnya pihak KPK sudah mengakomodasi perwakilan demonstan untuk masuk dan berdialog.
Namun, entah mengapa, kata dia, para pengunjuk rasa kemudian mengambuk dan bertindak anarkistis.
"Sekitar pukul 15.00 tiba di KPK memaksakan masuk dan perwakilan 20 orang diakomodasi oleh petugas untuk dipertemukan dengan pimpinan KPK, namun dari belakang, massa mereka melempari polisi sehingga bentrok tak terhindarkan," ujar Awi.
Unjuk rasa ini mulai berlangsung ricuh pada pukul 15.00. Saat itu, massa dari Forum Betawi Rempug (FBR), Aliansi Masyarakat Jakarta Utara (AMJU), dan Laskar Luar Batang menyerang polisi dengan melempar batu, kayu dan botol bekas.
Sejumlah penumpang transjakarta terlihat menjauhi halte Kuningan Madya yang dekat dengan Gedung KPK itu karena takut terkena lemparan batu.
Selain melempari petugas dan halte transjakarta, pengunjuk rasa merusak fasilitas umum lainnya, termasuk berupaya merusak Gedung KPK.
Sebelum ke Gedung KPK, mereka melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD DKI. Di sana, mereka juga melempari aparat kepolisian yang berjaga dengan batu dan botol air mineral.
(Baca juga: Demo ke Ahok, Pengunjuk Rasa Malah Sindir Anggota DPRD DKI)
Mereka menuntut Basuki Tjahaja Purnama diturunkan dari jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Para pendemo mendesak DPRD DKI Jakarta segera menggulirkan hak menyatakan pendapat terhadap pemerintahan Ahok.
Alasannya, beberapa kebijakan Ahok dinilai melanggar undang-undang, seperti penggusuran permukiman warga di Kampung Pulo, Kalijodo, Pasar Ikan, dan Kampung Akuarium.
Kemudian rendahnya serapan APBD tahun 2014-2015, serta pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras, dianggap patut menjadi alasan untuk melengserkan Ahok.